Kisah Pohon Sagu: Mencari Cacing di Lautan

Oleh Denny Prabowo
Diterbitkan oleh Balai Pustaka, 2011



Anak laki-laki Miripu yang masih remaja, gemar bermain. Apalagi baru kali itu ia pergi ke daerah pantai. Pemuda itu menyusuri tepian pantai.

Sesekali ia berjalan ke tengah. Namun, ketika ombak datang ia segera berlari. Tak jarang ombak lebih cepat darinya. Dan tubuhnya yang kurus segera terjatuh diterjang ombak. Bergulung-guling ia sampai ke tepian pantai.

“Huuuuaaaa!” teriaknya ketika tubuhnya sampai kembali ke pantai.

Pemuda itu kembali berdiri. Ombak yang lebih besar bergerak ke arah pantai. Ia berlari menyongsong ombak itu. Setelah ombak semakin dekat, ia melompat terjun ke dalam ombak. Bergulung-gulung ombak ke pantai. Pemuda itu berhasil keluar dari gulungan ombak.

Pemuda itu amat menikmatinya bermain-main dengan ombak. Berjalan kembali menyusuri pantai yang indah. Namun, lama kelamaan, ia bosan menyusuri pantai seorang diri.

Anak laki-laki Miripu itu kembali ke pemukiman. Ia melihat beberapa orang gadis Kipya duduk-duduk di depan honai. Ia menghampiri mereka. Mengajak berkenalan. Tentu saja gadis itu menyambutnya dengan baik. Pemuda itu anak Miripu yang telah berjasa pada kampung mereka.

“Apa kalian bisa mengajak saya jalan-jalan ke tempat yang menarik?” tanya anak lelaki Miripu.

Gadis-gadis Kipya itu berpikir. Tak berapa lama mereka saling berpandangan. Lalu kedua mata mereka tampak berbinar, gembira menemukan jawaban.

“Apa Kakak sudah pernah makan cacing laut?” kata salah seorang dari mereka.

“Belum,” kata anak lelaki Miripu tampak sangat tertarik, “seperti apa rasanya?”

“Kalau tak salah nanti malam waktunya cacing laut naik,” terang salah seorang dari gadis itu, “Kakak bisa mencarinya dan mencobanya.”

“ Ajak saya menangkap cacing itu,” pinta anak lelaki Miripu.

Gadis-gadis itu tampak ragu. Melihat hal itu, anak lelaki Miripu memohon-mohon. “Tolong antarkan saya,” katanya, “saya tidak lama di tempat ini. Jadi saya mohon, antarkan saya mencari cacing laut.”

“Baik,” kata gadis-gadis itu, “kami akan mengantar Kakak mencari cacing laut.”

“Horrrreeee!” sorak anak lelaki Miripu.

Ketika matahari mulai tenggelam, anak lelaki Miripu dan beberapa gadis Kipya berkumpul di pantai. Mereka membawa obor untuk menerangi kegelapan malam.

“Di mana kita mencari cacing laut?” tanya anak lelaki Miripu.

“Kita ke pantai di sisi selatan,” jawab gadis-gadis Kipya.

Mereka pun pergi ke pantai dekat tanjung. Di sana banyak karang-karang tempat cacing-cacing laut bersembunyi.

Ketika sampai di pantai dekat tanjung, mereka segera mencari cacing-cacing di sela-sela karang. Namun, setelah beberapa lama mencari, tak seekor pun yang mereka peroleh.

“Ke mana cacing-cacing bersembunyi?” tanya anak lelaki Miripu.

“Entah, Kak,” jawab seorang gadis, “harusnya malam ini banyak cacing yang naik.”

“Aduh…” Tiba-tiba salah seorang gadis lainnya mengeluh kesakitan.

“Ada apa?” tanya teman-temannya khawatir.

“Sepertinya aku sedang datang bulan,” jawab gadis yang mengerang kesakitan itu.

“Sebaiknya kita kembali ke kampung,” usul salah seorang gadis, “perutku juga mual.”

“Kamu datang bulan juga?”

“Tidak tahu, sepertinya aku sedang hamil.”

Akhirnya, mereka memutuskan untuk kembali. Meskipun anak lelaki Miripu kecewa tak berhasil mendapatkan cacing laut, ia tak menolak usul gadis-gadis Kipya itu.

Sesampainya di dusun Kipya, ternyata sudah banyak orang berkumpul di sana. Rupanya, para orang tua yang anaknya ikut bersama anak lelaki Miripu merasa cemas. Mereka mengadu kepada kepala suku. Namun, baru mereka hendak mencari anak-anak gadis mereka, anak lelaki Miripu dan gadis-gadis Kipya yang bersamanya sampai si dusun.

“Ke mana saja kalian pergi?” tanya Kepala Suku.

“Kami pergi mencari cacing laut,” jelas anak lelaki Miripu.

“Tapi kami tak berhasil dapat seekor pun,” terang seorang gadis.

“Aduh, perutku sakit,” keluh gadis yang sedang datang bulan.

“Kenapa perutnya?” tanya Kepala Suku.

“Dia sedang datang bulan, Bapak.”

“Apa?” Kepala Suku terkejut mendengar hal itu. “Apa kalian tidak tahu pantangan-pantangannya?”

“Apa saja pantangannya, Bapak?” tanya anak lelaki Miripu.

“Tak boleh ada seorang pun wanita datang bulan, sedang hamil, serta membawa jeruk ikut mencari cacing laut!”

“Jadi karena itu kita tidak mendapatkan seekor cacing pun?”

“Ya. Kalian melanggar pantangan!”

“Kamu juga sudah melanggar adat!” tegas salah seorang bapak dari gadis-gadis yang pergi bersama anak lelaki Miripu. “Tak dibenarkan kamu mengajak anak gadis Kipya pergi tanpa izin dari orang tuanya.”

“Dia harus dihukum, Bapak!”

Share on Google Plus

About Denny Prabowo

Penulis, penyunting, penata letak, pedagang pakaian, dokumentator karya FLP, dan sederet identitas lain bisa dilekatkan kepadanya. Pernah bekerja sebagai Asisten Manajer Buku Sastra di Balai Pustaka. Pernah belajar di jurusan sastra Indonesia Unpak. Denny bisa dihubungi di e-mail sastradenny@gmail.com.

0 ulasan:

Catat Ulasan

Tinggalkan jejak sobat di sini