Sebelum asar, Telaga pulang ke rumah. Wajahnya tampak kesal. Bundanya bertanya ada apa. Telaga pun bercerita.
Saat Telaga main di masjid Al Ikhwan bersama teman-temannya, ada dua anak memaksa pinjam sepedanya. Telaga tidak kenal kedua anak itu. Sampai beberapa jam, anak itu tidak kembali ke masjid. Telaga berusaha mencari sepeda sampai ke lapangan basket, tetapi anak itu tidak ada di sana.
Saya memilih untuk mengecek CCTV masjid. Setelah dapat video CCTV, saya sebar ke teman-teman di perum Bogor Asri. Saya kirim juga ke WA grup murid-murid saya saat SD.
Sulthon, salah seorang murid saya, langsung WA saya. Dia bilang, ada anak yang cerita baru mencuri sepeda bersama temannya. Saya langsung janjian dengan Sulthon di lapangan basket.
Dari Sulthon, saya dapat alamat rumah salah seorang dari anak yg mengambil sepeda Telaga. Sebut saja namanya Ipin. Saya langsung datangi rumah Ipin. Sayang, orang tua Ipin sedang tidak ada di rumah. Dia hanya menemui saya seorang diri. Sosoknya persis seperti yang ada di CCTV.
Semula, Ipin tidak mengaku. Setelah didesak, baru dia mengatakan sepedanya dibawa temannya, sebut saja Upin. Saya langsung ajak dia menunjukkan rumah Upin. Saya ajak juga Sulthon dan seorang temannya sebagai saksi.
Sepanjang perjalanan itu, Ipin bercerita bahwa Upinlah yg mengajak dia mencuri sepeda Telaga. Saya nasihati dia agar tidak ikut-ikutan mencuri karena meski bukan otak pencurian tetap saja akan dipenjara.
Hampir magrib, kami sampai di rumah Upin. Seorang bapak menyampaikan bahwa Upin sedang keluar. Saya sampaikan kepadanya, saya ingin mengambil sepeda anak saya yang dibawa oleh Upin.
Ayah Upin keluar dari rumah. Katanya, dia sudah meminta anaknya membalikan sepeda yang dipinjam dari Ipin.
Saya katakan kepada bahwa sepeda itu bukan milik Ipin, melainkan milik anak saya yang diambil oleh Ipin dan Upin.
Tidak berapa lama, Upin datang mengedarai sepeda Telaga. Upin tampak kaget saat melihat kami. Dia langsung mengatakan bahwa Ipin yang menyuruhnya membawa sepeda itu. Sampai di situ, ayah Upin belum paham situasinya.
Akhirnya, saya jelaskan kronologinya. Upin dan Ipin "meminjam" dengan paksa sepeda Telaga yang tidak mengenal keduanya. Saya sampaikan juga perkataan Ipin yang mengatakan bahwa Upinlah otak pencurian itu.
Upin tentu saja langsung membantah dan mengatakan sebaliknya. Saat itu, saya merasa Upin lebih bisa dipercaya daripada Ipin. Upin bukan orang yang pintar berbicara seperti Ipin.
Ayah Upin meminta maaf. Saya juga tidak ingin memanjangkan permasalahan. Kasus ditutup.
Ipin saya minta membawa sepeda Telaga sampai Bogas. Ipin sempat meminta saya jalan lebih dulu. Tentu saja tidak saya kabulkan. Saya makin yakin anak itu otak pencurian sesungguhnya. Ipin membawa sepeda Telaga dengan pengawalan. Saya berjalan di depannya. Sulthon, murid saya, mengawal dari belakang.
Sesampainya di Bogas, ortu Ipin belum kembali. Saya tidak menunggu karena mengejar salat magrib di Al Ikhwan.
0 ulasan:
Catat Ulasan
Tinggalkan jejak sobat di sini