Esai Denny Prabawa
Diceritakan dalam cerpen itu, Karim yang telah beristri Maria dan memiliki enam orang anak menikah lagi dengan janda kaya bernama Salmah. Poligami yang dilakukan Karim berdampak pada tokoh “saya” yang merupakan sahabat karib Salmah, istri kedua Karim dan Maria, istri pertama Karim. Oleh Maria tokoh Aku dituding telah membantu karim dengan merahasiakan pernikahannya dengan Salmah. Di lain waktu, Salmah meminta tokoh saya mendamaikan Ali, anaknya yang dihajar oleh Umar, anak sulung Maria kepada tokoh “saya”. Tokoh “saya” menyampaikan peristiwa antara dirinya dengan Karim dan Maria. Salmah malah menuding dirinya anti poligami dan lebih bersimpati pada Maria.
Umar yang selama ini dikenal santun itu menjadi berubah perilakunya semenjak Karim berpoligami. Ia suka menghajar orang-orang yang mengejek ayahnya. Akibat hal itu, Ali memilih untuk kabur dari rumah menghindari Umar yang dulu bersahabat dengannya. Bahkan, dalam suatu peristiwa Umar dituding telah memerkosa seorang gadis. Umar pun melarikan diri dari rumahnya. Untuknya, terbukti bahwa Umar bukan pelakunya.
Belakangan diketahui bahwa Zainab, teman tokoh “saya” yang lainlah yang telah memprakarsai pernikahan Karim dengan Salmah. Motivasinya, agar suaminya yang semula berniat berpoligami dengan menikahi Salmah tak jadi melakukan poligami.
***
Melalui ringkasan cerita di atas, dapat kita peroleh gambaran mengenai poligami yang menimbulkan persoalan. Persoalan yang muncul akibat poligami yang dilakukan Karim, yakni rusaknya hubungan persahabatan antara tokoh “saya” dengan Maria dan Salmah yang semula diceritakan “…bukan seperti sahabat lagi, tetapi lebih sebagai keluarga” (hlm. 94). Selain itu, poligami itu juga berdampak pada hubungan antara Ali dengan Umar, seperti tampak dalam kutipan berikut.
Tiga hari yang lalu, Ali, anak sulungnya yang berusia 17 tahun, sedang berbelanja di pasar ikan. Tiba-tiba Umar, anak sulung Karim yang berusia 18 tahun, menyerang Ali sehingga Ali cedera.(hlm. 96)
Padahal Ali dengan Umar sebelumnya bersahabat. Penyerangan itu mengakibatkan “Ali yang kini menjadi mantan sahabat Umar gara-gara limbah pencemaran poligami, akhirnya turut kabur dari tempat tinggalnya.” (hlm. 98)
Poligami yang dilakukan oleh Karim telah mengubah prilaku Umar yang dikenal santun selama ini berubah menjadi pemberontak! Sikap Umar itu diakibatkan oleh rasa malu karena ejekan teman-temannya, seperti tampak dalam kutipan ini,
Ia sekarang sudah tak pernah ke sekolah lagi. Alasannya, ia malu kepada teman-temannya yang sering mempermainkan dan menghina ayahnya, sehingga tak jarang ia harus memukul mereka. Ia bukan saja keluar dari sekolah, bahkan telah menjadi kutu jalanan karena bergaul dengan anak-anak muda yang sering membuat resah lingkungankeluar dari sekolah, bahkan telah menjadi kutu jalanan karena bergaul dengan anak-anak muda yang sering membuat resah (hlm. 97—98)
Rusaknya hubungan kekerabatan antara tokoh “saya” dengan Maria dan Salma, juga berakhirnya persahabatan Ali dengan Umar, merupakan akibat-akibat yang terjadi dari poligami yang dilakukan oleh Karim.
Poligami yang dilakukan Karim sendiri bisa terjadi akibat siasat Zainab, salah seorang sahabat karib mereka. Zainab yang merasa rumah tangganya terancam karena suami Zainab sendiri berniat mengawini Salmah. Demi menggagalkan niat suaminya, “Zainab mendorong Karim menikahi Salmah” (hlm. 98).
Sepeninggal suaminya yang meninggal dunia dalam suatu kecelakaan, memang banyak yang hendak menikahi Salmah. “Kepergian itu menjadikan Salmah janda beranak empat dengan harta kekayaan segunung intan” (hlm. 93). Agaknya, inilah yang oleh pengarang dijadikan salah satu motivasi banyak orang yang ingin menikahi Salmah: harta! Dan secara tidak langsung motif itu pulalah yang menjadi penyebab Karim menikahi Salmah.
Akan tetapi, justru di sinilah letak cacat logika dalam cerpen ini. Di paragraf pembuka cerpen ini, disebutkan, keluarga Karim “…termasuk golongan berada” (hlm. 93). Mengapa Karim yang sudah kaya masih menginginkan harta Salmah? Barangkali kita boleh menduga, kalau Karim ingin menambah harta kekayaannya dengan menikahi Salmah. Akan tetapi, argumentasi demikian segera runtuh karena di paragraf lain, Karim dikisahkan sebagai suami yang tidak adil.
Belum setahun berpoligami dengan Salmah, ia telah memberikan Mercedes baru kepada Salmah, sedangkan Maria, istri pertama yang mempunyai enam orang anak denganya, masih terus memakai Mercedes lama. Padahal Salmah sudah mempunyai satu Volvo dan satu Honda Civic peninggalan almarhum suaminya, sementara Ali, putranya, menggunakan Mercedes itu hanya untuk ke pasar. Nah, sikap sewenang-wenang sang ayah rupanya dengan cepat berpengaruh buruk kepada anak. (hlm. 97)
Berdasarkan kutipan di atas, maka tampak bahwa bukan harta yang menjadi penyebab Karim menikahi Salmah. Kalau karena harta, mengapa Karim justru menghaburkan uangnya untuk membelikan Salmah sebuah Mercedes?
Kutipan di atas juga memberikan jawaban dari pertanyaan pengarang di akhir cerpen yang saya kutip di awal. Ketidakadilan Karim telah menimbulkan permasalahan dalam pernikahan poligami. Padahal, syarat utama dalam poligami adalah sikap adil, seperti tampak dalam surat An Nisaa berikut:
“…Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” (An Nisaa [4] : 3).
Banyak orang yang mengambil Surat An-Nisaa ayat 3 hanya pada bagian awal yang melegitimasi seorang lelaki untuk menikahi 2, 3, atau 4 istri, tanpa mempertimbangkan kalimat-kalimat lanjutannya. Begitu pulalah yang terjadi dengan tokoh Karim. Ia tidak mempertimbangkan kemampuan dirinya dalam berbuat adil. Ketidakmampuan seorang lelaki berbuat adil dalam pernikahan poligami, dapat menyebabkan ia berbuat aniaya.
Secara struktural, cerpen ini jauh dari kata istimewa. Gaya bertutur naratif yang tidak dibarengi dengan kepiawaian mengolah diksi yang baik membuat cerpen ini berpotensi untuk membosankan pembacanya. Logika sebab akibat pun tidak terjalin dengan baik. Selain cacat logika terkait motivasi Karim menikahi Salamah, minimnya penggarapan karakter Karim membuat keputusannya berpoligami terkesan tanpa motivasi yang melandasi. Ibarat kata orang Betawi, ujug-ujug saja Karim menikahi Salamah.
Selain itu, alur cerpen ini terasa melompat-lompat. Terlalu banyak peristiwa yang hendak disampaikan oleh penulisnya. Porsi penceritaan tokoh Umar yang semestinya menjadi subplot, malah mendominasi cerpen ini sehingga membuat cerpen ini kehilangan fokus cerita. Sepertinya, penulis terbebani dengan upayanya untuk menyampaikan amanat cerita mengenai mudarat poligami akibat orang-orang seperti Karim. Demikianlah.
Pulogadung, 22 Juni 2012
0 ulasan:
Catat Ulasan
Tinggalkan jejak sobat di sini