Ide: Riwayat dalam Kitab Suci

Oleh Denny Prabowo

(jigsawsuk.co.uk)
Kita bukan sekumpulan manusia pertama yang mendiami bumi ini. Ada milyaran kisah yang mendahului kehidupan kita. Ada riwayat manusia pertama yang terusir dari surga, ada riwayat seorang kakak yang membunuh saudaranya, ada riwayat banjir besar yang menenggelamkan bumi, dan masih banyak lagi. Riwayat-riwayat itu terekam dalam lembar-lembar kitab suci. Apakah kamu pernah membacanya?

Jika kamu pernah, apalagi sering membaca kitab suci, akan kamu temui beraneka kisah di sana. Kamu dapat menghadirkan kembali kisah-kisah itu dalam tulisanmu. Kamu bisa menghadirkan begitu saja riwayat itu tanpa mengubahnya sedikit pun sebab peristiwa-peristiwa dalam riwayat itu bukan saja terkandung hikmah, melainkan juga mengandung konflik yang menjanjikan rangkaian peristiwa menarik. Pilihan ini mengandung sebuah konsekuensi. Kamu harus menuliskan riwayat itu sesuai aslinya tanpa menambahi atau mengurangi. Namun, apabila pilihan itu terasa sulit bagimu, kamu bisa sekadar menjadikan riwayat-riwayat dalam kitab suci sebagai bahan mentah untuk kamu olah kembali menjadi sebuah cerita tanpa terikat sama sekali oleh riwayat aslinya.

Novakovich (2003: 25—26) mengatakan, “Suatu kali, saat mencoba menyelesaikan sebuah cerita dalam Alkitab, saya menuliskan sebuah kisah. Saya ingin menulis sebuah variasi pengasingan Yakub. Hal yang menarik bagi saya adalah saat dia sedang jatuh cinta kepada Rachel, dia bisa menyangka bahwa Leah adalah Rachel pada hari pernikahannya. Untuk beberapa saat, tulisan saya terlalu menyerupai kisah aslinya. Lalu saya mengubah jenis kelamin para tokohnya: seorang wanita tidak mengetahui perbedaan antara dua orang bersaudara; seorang lelaki mengambil tempat saudaranya di tempat tidur. Saya agak terkejut karena menyadari bahwa pada zaman sekarang ini—di zaman listrik dan informasi—hal ini terkesan tidak realistis, sehingga sebagai tantangan, saya mencoba membuat setting kejadian ini di dunia modern Salt Lake City”.

Lihat bagaimana Novakovich menghadirkan riwayat dalam Alkitab dengan mengubah tokoh dan latarnya sehingga berbeda sama sekali dengan riwayat aslinya. Di tangan Novakovich, riwayat itu sekadar bahan mentah yang harus diolah kembali.

Dalam cerpen “7 Sapi Kurus Memakan 7 Sapi Gemuk” Danarto menghidupkan kembali riwayat Nabi Yusuf. Seperti juga Novakovich, Danarto tidak berusaha menghadirkan riwayat dalam Al Quran (1) tentang mimpi Firaun yang kemudian ditafsir oleh Nabi Yusuf. Namun, ia menghadirkan peristiwa itu ke tengah-tengah negeri Indonesia selepas peristiwa bentrokan antara demonstran PDI yang mendukung pimpinan Megawati Soekarnoputri dengan aparat keamanan di depan stasiun Gambir.

Sejak tersebar berita tentang mimpi seseorang, entah siapa, pErihal tujuh sapi kurus memakan tujuh sapi gemuk, masyarakat lalu menafsirkannya sebagai datangnya paceklik atau hilangnya barang-barang kebutuhan pokok karena sabotase ekonomi, dan semacamnya. Kegemparan yang terlambat karena orang-orang malas menduga-duga…. (Danarto, 2001: 151)


Serupa dengan Danarto, Sakti Wibowo seorang penulis dari organisasi Forum Lingkar Pena, menghadirkan kembali kisah yang menjadi sebab disyariatkannya memotong hewan kurban di hari raya Idul Adha dalam cerpennya “Domba di Altar Ibrahim”. Sakti tidak menggoreskan penanya untuk menceritakan kisah Ibrahim dan anaknya yang saleh, Ismail. Cerpen itu bercerita tentang seorang lelaki yang bimbang memilih kambing miliknya untuk dikorbankan di bukit persembahan, demi mendapatkan domba Ibrahim. Begitulah, Sakti sekadar mengambil inti dari riwayat itu, tentang keikhlasan Ibrahim dan Anakanya, Ismail, ketika Allah memerintahkan Ibrahim untum menyembelih anaknya itu.

Mengambil ayat-ayat dalam kitab suci sebagai ide dalam penulisan fiksi juga dilakukan oleh Sapardi Djoko Damono. Agar berbeda dengan apa yang dilakukan penulis-penulis yang sudah saya sebut di atas. Ia tidak mengutip sebuah riwayat dalam Al Qur’an untuk kemudian mengolahnya kembali menjadi sebuah cerita fiksi, tetapi mengajukan pertanyaan: bagaimana jika kalimat “jalan lurus” yang sering kita sebut setiap salat sebab terdapat dalam ayat ke-6 surat Al Fatihah justru merasa cemas dengan namanya yang menyebabkan ia tak mungkin melakukan perbuatan yang lain kecuali berjalan lurus. Sapardi menjadikan sepenggal ayat dalam kitab suci itu sebagai tokoh cerpennya “Jalan Lurus”.


Aku adalah sebuah jalan, Jalan Lurus namaku.
Sesuai dengan namaku, aku harus lurus saja, tidak boleh berbuat lain. Ssebenarnya aku tak begitu suka terus menerus lurus, tetapi mereka sudah terlanjur menamakanku demikian. Mereka suka sekali mengulang-ulang namaku yang indah, seolah-olah meyakinkanku bahwa memang sudah sepantasnya aku disebut Jalan Lurus (Damono, 2006: 45)

Danarto dalam cerpennya “Lempengan-Lempangan Cahaya” juga melakukan hal yang sama, yaitu menjadikan surat Al Fatihah dan beberapa ayat Al Qur’an sebagai tokoh utamanya. Perhatikan kutipan di bawah ini.

Surat Al Fatihah, Ayat Kursi, dan dua ayat (18 & 19) Surah Ali Imran ketika diturunkan Allah, digantung di atas ‘Arasy. Ayat-ayat itu bertanya kepada Allah: “Hendak Kauturunkan kami ke bumi-Mu, dan kepada orang-orang yang menentang-Mu?”

Allah menjawab: “Demi kemuliaan dan kebesaran-Ku, setiap seorang hamba-Ku membaca kalian sehabis bersalat, Kuciptakan untuknya surga tempat huniannya. Juga Kuberi setiap hari 70 pehatian. Kukabulkan 70 kebutuhannya setiap hari, yang terendah adalah ampunan dosanya. Aku melindunginya dari setiap musuh dan selalu menolongnya.”

Sebagai lempengan cahaya, ayat-ayat itu meluncur dengan kecepatan di luar batas angan-angan. Udara, awan-gemawan, cuaca, terang, gelap, dan bau-bauan memandang ayat itu penuh kegembiraan…. (Danarto, 2001: 11)


Menulis fiksi berdasarkan ayat Al Qur’an juga dilakukan oleh Achdiat K. Mihardja dalam kispan (kisah panjang)-nya, Manifesto Kalifatullah (Arasy Mizan, 2005). Achdiat tidak mengambil riwayat dalam kitab suci untuk diceritakan kembali. Ia tidak juga menjadikan ayat dalam kitab suci sebagi tokoh ceritanya, tetapi menjadikan ayat dalam Al Qur’an sebagai dasar dalam penulisan kispannya, seperti yang diakui Achdiat (2005) dalam “Bagian Pertama: Prolog”, yang merupakan pengantar kispan tersebut.

Cerita asli mengenai khalifatullah itu sebenarnya sejak kecil saya sudah tahu dan hafal di luar kepala ketika saya duduk di sekolah rendah (HIS) zaman penjajahan Belanda. (hlm. 55)

Surat-surat yang tercatat itu adalah surat Al Baqarah [2]: 30, Surah Al A’raaf [7]: 69, dan Surah Shaad [38]: 71 (hlm. 59)


Ketika membaca beberapa ayat dalam Al Qur’an mengenai hari Sabat, saat Tuhan mengubah wajah orang Yahudi menjadi kera dan babi, saya kemudian bertanya, apakah ada anak keturunan makhluk berwajah kera tersebut? Saya teringat kisah 12 suku bani Israel yang terusir dan terpencar ke segala penjuru dunia. Salah satunya ke kawasan Asia. Pada saat yang bersamaan, saya tengah membaca tradisi melaut suku Mandar. Lahirlah sejudul cerpen, “Dilarang Menjala Ikan di Hari Sabtu”

Baca Cerpennya: “Dilarang Menjala Ikan di Hari Sabtu”

Footnote:
(1) Q.S. Yusuf [12]: 43. Artinya: Raja berkata (kepada orang-orang terkemuka dari kaumnya): “Sesungguhnya aku bermimpi melihat tujuh ekor sapi betina yang gemuk-gemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus-kurus dan tujuh bulir (gandum) yang hijau dan tujuh bulir lainnya yang kering.” Hai orang-orang yang terkemuka: “Terangkanlah kepadaku tentang tabir mimpiku itu jika kamu dapat menabirkan mimpi.”

Illustration by Frits Ahlefeldt

Daftar Pustaka
Damono, Sapardi Djoko. Membunuh Orang Gila. Jakarta: Penerbit Kompas, 2006
Danarto. Setangkai Melati di Sayap Jibril. Yogyakarta: Bentang Pustaka, 2001
Novakovich, Josip. Berguru kepada sastrawan Dunia. Bandung: Kaifa, 2003
Share on Google Plus

About Denny Prabowo

Penulis, penyunting, penata letak, pedagang pakaian, dokumentator karya FLP, dan sederet identitas lain bisa dilekatkan kepadanya. Pernah bekerja sebagai Asisten Manajer Buku Sastra di Balai Pustaka. Pernah belajar di jurusan sastra Indonesia Unpak. Denny bisa dihubungi di e-mail sastradenny@gmail.com.

0 ulasan:

Catat Ulasan

Tinggalkan jejak sobat di sini