Seperti sadar akan waktu yang tak pernah sudi menunggu, kau berlari mengejar sepi. Sampai subuh melenguh. Dan pagi mengeluh: tak ada matahari untuk sarapan kali ini. Kau tak ingin berhenti. Bahkan sekedar mengirup secangkir malam yang masih mengental di sisa udara pagi.
Pagi yang tak menyisakan setangkup matahari berderak seperti roda kereta meninggalkan stasiun di bumi yang renta. Sekerat matahari yang terhidang kemudian, tak menerbitkan selera di ujung lidahmu. Kau sibuk merapal sepi dalam birama 2/4 dengan langkah yang semakin dipercepat.
Sekerat matahari yang telah basi habis digerogoti waktu. Biasanya kau akan segera pergi ke pantai. Menikmati sepiring senja dengan taburan mega keemasan dan segelas blue ocean. Namun hingga malam dituang ke dalam cangkir waktu, kau masih saja berlari mencari sepi dipekat hari.
Di pekat hatimu, beribu sepi menghunus belati. Bunuh diri satu per satu. Dan kau masih saja berlari diburu waktu yang tak pernah sudi menunggu.
Malang-Jakarta, 20.05.07
0 ulasan:
Catat Ulasan
Tinggalkan jejak sobat di sini