Love Messages #9

Oleh De Zha Voe
Diterbitkan oleh Aditera, 2007



Partai pembuka turnamen basketball yang diadakan SMU Cakra di hall basket sekolahan, mempertemukan tim tuan rumah versus SMU Merah Jambu sekolahannya Argi.

Jump ball antara Otoy Bongsor, centre dari SMU Merah Jambu melawan Dava, kapten SMU Cakra dimenangkan oleh Dava. Dengan cepat dia melakukan operan bola pada seorang kawannya yang telah berdiri di bawah keranjang. Dan… Hup! Masuk. Dua angka untuk tim tuan rumah.

Dini sedari tadi sibuk menjepret-jepretkan kamera digitalnya, memindahkan laga para atlit di lapangan ke dalam kameranya. Sedang Argi dan Fifi memilih menikmati pertandingan dari pinggir lapangan.

Fadil mendrible bola. Melewati beberapa pemain. Sebelum berhadapan dengan Dava yang berposisi sebagai power forward. Fadil melakukan pivot, bermaksud mengecoh Dava, lalu berbalik melakukan jump shoot. Dan… Plak! Bola berhasil diblock dengan sukses oleh Dava!

“Hidup Dava! Hidup Dava!” teriak Argi dari pinggir lapangan.

Fifi menyikut pinggang Argi. “Argi kok malah belain tim lawan, sih?!”

“Biarin,” jawab Argi, “Abis gue ngefans sih sama Dava! Kereeeen banget!”

“Dasar penghianat!”

Fadil melakukan lay up. Barhasil mengecoh Dava yang berusaha memblocknya. Dan masuk! Dua angka buat SMU Merah Jambu.

“Horeee!” pekik Fifi, “Hidup Fadil! Hidup SMU Merah Jambu!”

Ganti tim SMU Cakra menyerang. Tim SMU Merah Jambu melakukan zone defend. Dava mengambil posisi di daerah tiga detik. Otoy Bongsor menjaganya dengan ketat. Play maker bernomor punggung 23 dari tim SMU Cakra agak kesulitan mendistribusikan bola ke Dava. Fadil menjaganya rapat. Nyaris tak ada celah.

Play maker bernomor punggung 23 melakukan gerakan mundur ke belakang satu langkah, sebelum melakukan lompatan, dan melempar bola ke keranjang. Bola bergulir di bibir ring. Otoy Bongsor berusaha merebond bola. Tapi Dava lebih dahulu melakukan lompatan. Bola yang hampir keluar bibir ring, berhasil ditepisnya. Dan bergulir masuk ke dalam ring.

“Masuk!” jarit Argi menambah semarak sorak-sorai tim tuan rumah. Teman-temannya yang kebetulan menonton pertandingan itu jadi keki, dengan Argi. Tak terkecuali dengan Fifi.

“Argi jangan gitu, dong!”

“Kenapa?”

“Dukung tim sekolah kita dong! Jangan dukung tim lawan!”

“Siapa yang dukung tim lawan? Gue kan ngedukung Dava!”

“Sama aja!”

“Suka-suka gue dong mau dukung yang mana!”

Fadil berputar-putar di luar garis tree point, mencari celah untuk melakukan lemparan tiga angka. Tapi pengawalan yang dilakukan point guard lawan sangat ketat. Fadil melakukan tik-tak dengan Otoy Bongsor. Berhasil mengecoh point guard bernomor punggung 23 dari SMU Cakra. Mengoper bola ke Otoy bongsor. Pemain bertubuh tinggi besar dari SMU Merah Jambu itu menahan bola sesaat. Fadi berlari ke pojok lapangan. Otoy Bongsor mengoper bola ke arahnya. Fadil menerima bola, langsung malakukan lompatan. Shoot! Dan… lagi-lagi Dava berhasil memblocknya! Merebut bola dari tangan Fadil.

“Hidup Dava! Hidup Dava!” Argi berteriak, meompat-lompat kegirangan. Sebelum sebuah bola yang dilemparkan Dava ke point guard nomer 23 tak berhasil ditangkap, dan meluncur deras ke arah Argi.

“Awaaaassss!”

Buk! Bola kulit itu tepat mengenai kepala Argi! Argi berdiri seloyongan. Pandangannya mengabur, sebelum menggelap, dan tubuhnya meluncur deras ke lantai lapangan. Argi pingsan!

“Argiiii…!!!”

***

Argi membuka mata. Berusaha mengangkat kepalanya. Uh… pening! Rasanya seperti ada puluhan bintang menari-nari di atas kepalanya. Argi mengedar pandang ke seliling ruang serba putih nan bersih itu. Dini dan Fifi nampak cemas melihat keadaan dirinya.

“Gue di mana nih?” tanya Argi seraya memegangi kepalanya yang terasa pening.

“Elo lagi di surga!” ucap Dini asal.

“Surga?”

“Iya,” jawab Fifi, “Lihatlah dua bidadari di hadapan Argi ini…”

“Bidadari?”

“Terus gue apa, dong?” celetuk cowok jangkung berkulit putih, yang masih menggunakan seragam basket itu.

“Elu…” Dini sok mikir.

“Sopir pribadinya Bidadari!” sambar Fifi.

“Huahahahaha…” mereka berempat tertawa.

“Maafin gue ya, Gi?” mohon Dava setelah tawa mereka mereda.

“Elo gak salah kok, Dav!” hibur Dini.

“Iya,” dukung Fifi, “Arginya aja yang salah, naro kepala sembarangan!”

“Huahahahaha…!”

“Aduh… orang lagi sakit kok malah diledekin, sih?!” protes Argi.

“Dari pada dijitakin!” timpal Dini.

“Eh, pertandingan basketnya gimana? Siapa yang menang?”

“Dengan berat hati, terpaksa tim SMU Merah Jambu harus takluk sama tim tuan rumah!” ucap Dava bangga.

“Hidup Dava! Hidup Dava!” sorak Argi.

“Yee!” ucap Dini dan Fifi bersamaan, “Penghianat!”

Dava tertawa melihat tingkah ketiga cewek centil itu.

“Ngomong-ngomong… si Arga ke mana? Kok bukan dia yang ngeliput?” tanya Dava.

“Dia lagi buat liputan pendakian di Gunung Slamet,” jawab Dini.

“Kemarin sore dia berangkat,” terang Argi.

“Sama siapa?”

“Sama Bagas. Tetangga baru gue. Anak SMU Hitam Putih.”

“Ganteng lho orangnya!” promosi Dini.

“Si Arga ganteng???”

“Uh, Fifi!” Dini mencubit pipi Fifi, Fifi menepis tangan Dini, “Bukan Arga. Tapi Bagas!”

“Tapi Arga juga ganteng kok…” bela Dava.

“Siapa dulu dong kembarannya!” ujar Argi membanggakan dirinya.

“Gi, untuk menebus perasaan bersalah gue, mau gak kalo besok siang sepulang sekolah gue teraktir makan?”

“Asyik!” Sahut Fifi dan Dini berbarengan.

“Ehm…” Dava melirik ke arah Dini dan Fifi, “yang kena bola kan Argi, jadi…”

“Kita gak diajak, nih?”

“Gimana ya… soalnya gue mau…”

“Berduaan aja sama Argi kan?”

“Hayo!”

Dava tampak salah tingkah.

Dini tersenyum penuh arti, melirik ke arah Argi. Bibirnya bergerak-gerak mengucap sebuah kalimat tanpa suara. Argi berusaha menangkap yang ingin dikatakan oleh Dini itu: R-A-M-A-L-A-N-B-I-N-T-A-N-G.

Aha! Argi teringat dengan ramalan bintangnya yang dia baca di majalah Komo Girl, Jangan-jangan Dava… Lelaki Terindah? Lalu Bagas? Aduh, gue jadi bingung gini, ya?

“Terus nasib kita gimana nih, Dav?” tanya Fifi.

“Iya, masak cuma Argi aja yang ditraktir?” Dini mengedipkan mata ke arah Fifi.

“Ya udah, kalian gue traktir makan di kantin sekolah aja, ya?”

“Idih… masak kita diajak makan di kantin?”

“Iya nih, Dava. Paling-paling tar kita dibeliin nasi uduk, lontong sayur, mie rebus, bakwan goreng, dan sebangsanya itu!”

Mata Dava menyipit. Keningnya mengerut mendengar nama-nama makanan yang baru saja disebutkan oleh Dini.

“Sori… tadi itu nama makanan, ya? Kok gue gak pernah dengar, ya?”

“Huuuuu!” kor panjang Dini dan Fifi.

“Soalnya, di kantin sekolah gue gak jual makanan begituan, tuh!”

“Iya,” Argi menambahi, “Di kantin SMU Cakra adanya fried chicken, chicken nugget, kentang goreng, spageti, pizza, lasagna…”

“Hah? Mau, mau!” seru Fifi dan Dini kompakan.

***

Malam itu Bunda kebingungan melihat tingkah anak perempuannya, Argi. Bunda khawatir, takut-takut kalo anaknya kesambet setan hore. Habis, sekembali dari menonton pertandingan basket sore tadi, Argi jadi senyum-senyum always! Sampai-sampai, menonton sinetron horor pun tersenyum-senyum!

“Kamu kenapa sih, Gi?” Bunda membelai kepala anaknya.

Di layar tipi nampak sebuah tayangan sinetron religi yang lebih mirip sinetron horor misteri. Seorang suami yang kerjanya menyiksa istri dan suka menghabiskan waktu di meja judi, mati tersambar petir, ketika hendak dikubur, jasadnya mengeluarkan bau busuk yang sangat menyengat. Bik Sumi yang ikutan nonton tayangan itu, harus berulang kali menutup mata, karena adegan-adegan yang menyeramkan sekaligus menjijikan di layar tipi itu!

Tapi Argi… dia malah senyum-senyum sendiri!

Mulut Bunda komat-kamit, melafalkan doa, seraya memijit-mijit jempol kaki Argi. “Pergi! Kembali ke alammu! Jangan ganggu anak saya!”

Bik Sumi cekikikan melihat gaya Bunda yang sudah mirip ustadzah di acara rukiyah.

“Bunda apa-apaan, sih?”

“Perlu Sumi ambilin kemenyan nggak, Bu?”

“Enak aja!” ucap Argi, “Emangnya Argi kesambet setan, apa?”

“Habis… kamu bikin Bunda khawatir, sih! Dari sore tadi senyum-senyum sendiri! Apa sih yang lucu?”

“Ehm…” Argi tersenyum, melirik ke arah Bunda, “Ada deh!”

“Pasti kesambet setan cowok tuh, Bu!” tuding Bik Sumi.

“Eh, awas ya kalo pacar-pacaran!”

“Ih, Bunda… Argi kan udah gede!”

“Gede apaan? Gayanya aja masih kaya anak TK nol kecil gitu!”

“Bunda…” rajuk Argi.

“Pokoknya, no pacaran! Pikirin dulu tuh sekolah. Tar kalo udah lulus, baru kuliah.”

“Terus pacarannya kapan, Bunda?”

“Ya, nanti aja. Kalo udah ada yang melamar kamu.”

“Yah, gak seru dong Bunda!” protes Argi, “Masak pacaran kalo udah dilamar?”

“Ya, iya. Pacar itu kan berasal dari bahasa kawi yang artinya ‘Calon Pengantin’. Jadi kalo belum resmi dilamar, ya belum boleh pacaran.”

“Ih, bunda kuno ah!”

“Dulu Bunda sama almarhum Ayah kamu juga begitu.”

“Yah itu kan jadul, Bunda!”

“Jadul? Apaan tuh? Sejenis makanan ringan ya?”

“Bunda jayus!”

“Nah, kalo Reni Jayusman Bunda tau! Roker perempuan yang suka pakai kalung segambreng itu kan?”

“Yee… makin jayus! Jayus itu artinya garing alias gak lucu!”

“Memangnya Bunda pelawak, disuruh lucu-lucuan?”

Bik Sumi cekikikan menyaksikan dua orang perempuan dari dua generasi yang berbeda saling berdebat hebat.

Sedang seru-serunya perdebatan mereka, tiba-tiba ringtone Hp Argi mengudara, tanda ada SMS yang terkirim ke inboxnya.

Gi, tlg krmin paru2 cadngan sama
betis cadngan dunk! Huaaa tobat! :-(
Sender: Arga 081802901679
Sent: 05 Jun 2005 21:55:22

Argi cekikikan, “Rasain lo!”

“Dari siapa, Gi?” tanya Bunda.

“Si Arga, Bunda…”

“Arga SMS? Bukannya dia lagi naek gunung?” Bunda heran, “emangnya di gunung ada signal ya?”

“Gak tau deh, Bunda.”

“Memangnya Arga ngomong apa?”

“Dia minta dikirimin paru-paru sama betis cadangan!”

Bukannya prihatin, Bunda malah ikutan tertawa. “Bilang sama dia, rasain gitu! Siapa suruh naek-naek gunung…”

Rasain! Siapa srh naek-naek gng!
Naek pohon jmbu aj ga mampu :p
Sent to: Arga 081802901679

Gak berapa lama datang SMS balasan dari Arga.

Plis deh:-(
Sender: Arga 081802901679
Sent: 05 Jun 2005 22:07:22

Share on Google Plus

About Denny Prabowo

Penulis, penyunting, penata letak, pedagang pakaian, dokumentator karya FLP, dan sederet identitas lain bisa dilekatkan kepadanya. Pernah bekerja sebagai Asisten Manajer Buku Sastra di Balai Pustaka. Pernah belajar di jurusan sastra Indonesia Unpak. Denny bisa dihubungi di e-mail sastradenny@gmail.com.

0 ulasan:

Catat Ulasan

Tinggalkan jejak sobat di sini