Diterbitkan oleh Aditera, 2007
Selepas
sekolah, siang menjelang sore itu, Dava menjemput Argi di sekolahnya. Membuat
sirik semua kaum hawa yang menyaksikan Argi jalan bersisian dengan Dava. Siapa
yang tidak? Dava itu duplikatnya Delon banget. Malah lebih keren dari runner up Indonesian Idol pertama itu!
Bodinya jauh lebih atletis dan lebih tinggi. Terang saja, Delon kan, eh
maksudnya Dava kan atlit basket!
“Kita makan di mana, nih?”
“Terserah Dava aja, deh…” ucap Argi
sok imut.
“Makan ketoprak di pinggir jalan
mau?”
“Yah… masak ketoprak? Yang keren
dikit dong!” protes Argi.
“Tadi katanya apa aja,” ujar Dava
sambil tersenyum.
“Hihihi…” Argi neyengir-nyengir.
Dava membukakan pintu mobilnya buat
Argi. Duh… romance banget gak sih? Bisik Argi dalam hati.
Sikap Dava memang mengisyaratkan kalau dia Lelaki Terindah
yang selama ini mengirimkan pesan-pesan cinta ke Argi. Lemah-lembut. Perhatian.
Dan romantis abis! Tapi… kalau saja benar ramalan bintang di majalah Komo Girl, kenapa bukan makan malam
seperti yang ditulis di majalah itu? Kok makan siang, sih? Aduh… Argi jadi ragu
lagi, deh!
Mobil sedan yang dikemudikan Dava masuk ke pelataran parkir
sebuah mal ternama di kota Depok. Dava mengajak Argi ke food corner yang ada di lantai paling atas mal itu.
“Makan apa nih?”
“Mia ayam aja, yuk. Yang di pojok sana enak, tuh!” usul
Argi, “Tempatnya juga asyik buat ngobrol. Gak terlalu bising.”
Mereka pun mengambil tempat di salah satu meja kedai yang
ada di pojok lokasi food corner.
Seorang pelayan menyerahkan daftar menu kepada mereka. Argi memesan mie ayam
dan segelas jus melon. Dava memesan sepiring nasi goreng dan secangkir cappucinno hangat.
“Eh, Gi…” Dava membuka percakapan, “Elo jadi sodara kandung
Arga sejak kapan?”
“Hah?” Argi melongo ditanya begitu. Dava cekikikan., “Sejak
di dalam kandungan Bunda!”
“Eh, kalian kembar, ya?!”
“Maunya sih nggak. Tapi gimana lagi? Yah terpaksa deh gue
harus menerima takdir jadi sodara kembar makhluk paling hancur sedunia seperti
Arga…” keluh Argi. Lagi-lagi Dava tertawa.
“Tapi, Gi… kalian kok nggak mirip ya?”
“Yee! Jelas aja gak sama. Jenis kelamin kita aja beda!”
Pelayan datang membawakan pesanan
mereka.
“Silakan dinikmati!” kata pelayan
itu ramah, “kalo ada yang kurang apa-apa tinggal panggil saya aja, ya.”
Baru saja pelayan itu hendak
membalikan badan, Argi memanggilnya, “Mas!”
Pelayan yang usianya beda-beda tipis
sama mereka itu menoleh. “Ada apa? Ada yang kurang?”
“Iya nih,” jawab Argi, “Saya kurang
kaya, nih! Gimana ya caranya biar cepet kaya? Bisa bantu nggak? Tadi kan
katanya kalo ada yang kurang suruh bilang…”
Pelayan itu hanya garuk-garuk
kepala.
“Elo tuh paling bisa, ya! Jail abis!
Cocok banget deh jadi kembarannya Arga!”
Argi tersenyum meringis.
“Dav, kata Arga elo suka nulis
cerpen or puisi gitu ya?”
“Yah… masih amatiran sih. Gak kayak
elo yang karya-karyanya sering dimuat di majalah remaja.”
“Biasa aja lagi.”
“Si Arga ngomong apa lagi?”
“Katanya elo mau ngirimin
naskah-naskah cerpen or puisi lo ke
majalah SUKA? Kok belom ngirim-ngirim sih?”
“Oh, iya sih… gue emang pernah nanya
alamat e-mailnya sama Arga. Tapi
belom pernah ngirimin naskah. Redakturnya siapa, sih? Arga, ya?”
“Gue.”
“Kalo Arga?”
“Dia sih, gak bakat nulis fiksi. Dia
tuh bagiannya jadi reporter. Ngeliput berita, sama buat artikel.”
“Kapan dia balik dari Gunung
Slamet?”
“Wah… kayaknya dia gak bakalan balik
dari Gunung Slamet, deh…”
“Lho, emangnya kenapa?”
“Semalem di SMS, katanya ketemu
jodoh di sana, dan selekasnya mau melangsungkan pernikahan.”
“Yang bener lo, Gi?”
“Bener!” Argi ngibul.
“Ceweknya orang mana?”
“Orang Utan!”
“Maksudnya kayak tarzan gitu?”
“Bukan, bukan,” kata Argi, “Tapi orang
utan yang ada di ragunan!”
“Huahahaha…” tawa Dava meledak,
sampai-samapai membuat pengunjung kedai itu menoleh ke arah mereka.
Argi sih cuek saja. Dia memanggil
pelayan.
“Ada apa, Mbak?”
“Pesen seporsi lagi dong!”
Dava hanya geleng-geleng kepala
melihat napsu makan Argi yang mirip sama kuli.
“Eh, Gi…” tanya Dava sebelum pesanan
mie Argi yang kedua datang, “Si Arga itu yang naksir banyak, ya?”
“Ah, gak juga. Dia aja yang sering
kegeeran. Ada kucing gelosot-gelosot di kaki dia aja, dia bilang tuh kucing
naksir sama dia!”
“Bisa aja lo.”
Pesanan mie Argi datang. “Elo gak
nambah, Dav?”
“Nggak ah, lagi diet.”
“Elo diet?”
“Iya. Emang cowok gak boleh diet?”
“Ya, boleh aja, sih…”
“Elo sendiri, makan mie dua mangkok
gitu gak takut gemuk?”
“Gue mah sama Arga dari kecil emang
udah bakat cacingan. Jadi makan sebanyak apa pun gak bakalan gemuk! Menurut lo,
gue gemuk ga?”
“Kalo gue gak ngeliat sendiri, gue
pasti gak bakal percaya kalo makan lo banyak! Abis badan lo cungkring gitu…”
“Dav, cewek idola lo itu kayak apa,
sih?” tanya Argi, kali ini dengan nada serius.
“Gue suka yang konyol-konyol gitu
deh. Kayak…”
“Gue?”
“Hmm… hampir.”
“Kok cuma hampir.”
“Yah… selain konyol ada hal lain yang paling
penting.”
“Apaan tuh?”
“Rahasia dong!” ujar Dava bikin Argi
penasaran, “Kalo elo sendiri, cowok idola lo yang kayak apa, sih?”
“Kayak elo!”
“Gue?!?”
“Iya,” jawab Argi, “Ganteng, tinggi,
putih, dan yang terpenting nih… lo mirip banget sama artis pujaan gue, Delon!”
“Berarti kalo ada cowok yang
ganteng, tinggi, dan putih, tapi tampangnya gak kayak Delon, elo gak suka?”
“Tergantung…”
“Tergantung apa?”
“Kalo mirip sama Del Pierro gue mau
banget!”
“Tapi Del Pierro kan gak tinggi?”
“Yah… paling gak lebih tinggi dia
dari pada pohon toge… hehehe…”
Hp Argi bergetar. Ada SMS yang masuk.
Gmna Gi? Bnr Dava Lelaki Terindah
yg slma ni krm puisi
cinta?
Sender: Dini 08568934810
Sent: 06 Jun 2005 15:03:61
Argi memilih menu reply
di Hp-nya. Menulis pesan balasan.
Gw ragu. Tp… ga tau deh
:<
Gmna cr nyari taunya
dunk?
Sent
to: Dini 08568934810
“Dari siapa, Gi?” tanya Dava, “Arga
ya?”
“Bukan dari temen gue, nanyain PR,”
kibulnya.
Kembali Hp Argi begetar. Ada SMS
balasan dari Dini.
Bego amt sih lo! Miscol aj ke Hpnya!
Klo
nomernya sm brti dia orgnya!
Sender: Dini 08568934810
Sent: 06 Jun 2005 15:13:44
Argi menepuk jidatnya. Ya, ampun… kenapa gak kepikiran ya?
“Sebentar ya, Dav, gue mau ke toilet
dulu…” Argi meninggalkan mejanya. Tapi dia tidak ke toilet. Dia mencari tempat
yang aman untuk menelepon Lelaki Terindah. Tempat yang cukup tersembunyi untuk
melihat apakah Dava akan mengangkat Hp-nya saat dia menghubungi nomer Lelaki Terindah.
Argi mencari nama Lelaki Terindah di
phonebook Hp-nya. Setelah ketemu, dia
langsung menghubungi nomer itu. Sesaat kemudian terdengar nada sambung. Tapi…
Sampai beberapa lama, tak juga ada yang menerima. Dava juga terlihat
tenang-tenang saja? Tidak nampak olehnya Dava menerima telepon. Anak itu malah
asyik menyeruput cappucinnonya!
Argi segera melaporkan hal itu pada
Dini.
Kyknya bkn Dava orgnya. Tlp gw
ttp ga diangkt! Gw sama
sX ga
liat dia pgng2 Hpnya
Sent
to: Dini 08568934810
Dini mereply SMS
Argi.
X aj Dava da tau stratgi
lo.
Cb aj lo tlp jgn pake no
lo.
Sender:
Dini 08568934810
Sent: 06 Jun 2005 15:20:14
Mata Argi berkeliling. Itu dia! Ucapnya dalam hati manakala
dia melihat wartel yang berada tidak jauh dari toilet. Argi melangkahkan
kakinya tergesa menuju wartel itu. Menyusup di antara lalu-lalang orang yang
lalu-alang, berlindung dari penglihatan Dava.
Begitu sampai di wartel Argi lakas memijit-mijit tombol
telepon, menghubungi nomer Lelaki Terindah. Hasilnya? Sama saja! Hanya
terdengar nada sambung, setiap kali dia menghubungi nomer itu. Tak ada yang
mengangkatnya.
Argi jadi semakin yakin kalo Dava bukan Lelaki Terindah
yang selama ini mengirimi dia puisi-puisi cinta.
Argi kembali ke mejanya.
“Darimana aja, sih? Ke toilet kok lama amat?”
“Ada wanita hamil kepeleset di toilet!” sahut Argi asal.
“Yang bener lo, Gi?” tanya Dava antusias, “Terus, terus?”
“Terus ada yang kena tipu!” jawab Argi makin asal.
“Ketipu gimana?”
“Iya, percaya aja waktu gue bilang ada ibu-ibu hamil
kepeleset di toilet!”
“Ah, sialan lo, Gi!” Kena Dava dikerjain Argi.
“Udah yuk, Dav! Kita pulang.”
Dava memanggil pelayan, membayar semua pesanan.
“Dav, boleh tau nomer Hp lo ga?”
“Dava meraba-raba saku baju dan celananya. Dia baru
menyadari kalo ternyata Hp-nya tertinggal di rumah.
“Aduh sori, Gi… Hp gue ketinggalan di rumah deh kayaknya…”
“Masak elo gak hapal sama nomer sendiri?”
“Nomer Hp gue baru. Jadi gue belom hapal betul,” Dava
beralasan, “Tar lo tanya aja sama Arga. Dia tau nomer Hp gue.”
“Emangnya Arga tau nomer Hp lo?”
“Pasti dia tau. Gue pernah kasih nomer Hp gue ke dia pas
acara pensi sekolah gue.”
“Ooo…”
***
“Gimana
hasil penyelidikan lo?” tanya Dini keesokan harinya di sekolah, 30 menit
menjelang bel tanda dimulainya proses belajar mengajar dibunyikan.
“Tau deh, Din… gue malah makin
bingung aja.”
“Bingung gimana?”
“Kayaknya sih bukan Dava orangnya.
Waktu gue ikutin saran lo untuk nelepon Lelaki Terindah pake nomer telepon
lain, tetap aja gak ada yang mengangkat. Saat itu gue udah yakin kalo Dava
bukan orangnya. Karena gue gak liat dia memegang Hp sama sekali ketika gue
menghubungi nomer milik Lelaki Terindah. Tapi…”
“Tapi kenapa, Gi?”
“Waktu gue tanya nomer Hp-nya,
ternyata dia baru nyadar kalo Hp-nya ketinggalan di rumah.”
“Maksud lo, masih ada kemungkinan
kalo dia itu Lelaki Terindah?”
Argi menganggukkan kepala.
“Lalu gimana sama Bagas?”
“Hmmm…”
“Elo jangan ngikutin gue terus
kenapa sih?!” semprot Fifi, melangkahkan kaki ke tempat di mana Argi dan Dini
sedang ngerumpi.
Di belakangnya menguntit cowok berkaca mata tebal, berbibir
tebal, serta bermuka tebal. Bayu! Tangan cowok ajaib itu menggenggam sekuntum
mawar merah yang sudah layu.
“Pokoknya Bayu tidak akan berhenti mengikuti sebelum Fifi
menerima bunga ini.”
“Udah terima aja., Fi” Argi mengompori.
“Tau lo, kasian kan Bayu!” timpal Dini.
“Idih, gak sudi!” tukas Fifi, “Kalo kalian kasian, kalian
aja yang terima!”
“Tapi Bayu khusus memetikan bunga ini untuk Fifi,” kata
Bayu, membuat Fifi merarasa mual-mual.
“Aduh… tolongin gue, dong!” mohon Fifi. Argi sama Dini
malah cengar-cengir.
Tiba-tiba… Arga nongol dan langsung merebut mawar merah
yang telah layu dari tangan Bayu.
“Eh, itu buat…”
Arga mendekatkan bunga layu itu ke lubang hidungnya, mengirupnya.
Dan… “Huek… huek…” Arga mengembalikan bunga itu kepada Bayu. “Lo metik bunga
itu di mana, sih? Baunye pesing banget!”
“Ng… anu… tadi waktu di rumah diompolin sama keponakannya
Bayu.”
“Wah, keterlaluan lo! Masak ngasih bunga ke cewek baunya WC
umum gitu!”
“Jangan dilihat baunya dong, tapi dilihat niatnya! Bayu
memberikan bunga ini tulus ikhlas dari sanubari Bayu yang paling dalam.”
“Laut kali dalam!” celetuk Argi.
“Sungguh, bunga ini merupakan tanda cinta Bayu pada Fifi.”
“Elo seriaus cinta sama Fifi?” tanya Arga.
“Pasti!” jawab Bayu mantap.
Arga merangkul Bayu. “Ikut gue, Bay!”
“Mau ke mana?”
“Gue perlu ngomong berdua sama elo.”
“Soal?”
“Soal Fifi.”
Arga mengajak Bayu keluar kelas, untuk bicara enam mata dengannya.
Fifi, Argi dan Dini memperhatikan dari dalam kelas. Gak berapa lama, Arga
kembali bersama Bayu. Cowok berkaca mata tebal, berbibir tebal dan bermuka
tebal itu menangis terisak. Dalam isaknya dia berkata pada Fifi, “Akan kutunggu
jandamu!”
Fifi bengong. Nggak tau apa maksudnya. Fifi membuang
pandangnya ke arah Arga. Seperti mempertanyakan sikap Bayu tadi. Arga hanya
mengangkat bahunya.
“Elo ngomong apaan sih sama Bayu, sampe tuh anak mewek
gitu?” tanya Argi, setelah Bayu melangkahkan kaki meninggalkan Fifi dalam
pedih.
“Yeah, gue bilang
sama dia kalo Fifi mau nikah.”
“Hah?!” Fifi terperanjat keget, “Siapa yang mau nikah?!”
“Lo tega ngebohongin orang seperti itu!” Dini menyalahkan.
“Dosa lo, Ga!” timpal Argi.
“Lho, siapa yang ngebohongin?” kilah Arga, “Emangnya Fifi
gak mau nikah?” Arga balik bertanya.
Fifi menggelengkan kepala tegas.
“Mau jadi perawan tua?”
“Siapa yang ngomong gitu? Maksudnya Fifi belum mau nikah.
Masih lama banget! Sekolah aja belom selesai. Fifi juga masih mau kuliah.”
“Tapi bakalan nikah, kan?”
“Iya. Tapi gak sekarang.”
“Gue juga gak bilang sama Bayu kalo Fifi mau nikah
sekarang. Gue cuma bilang kalo Fifi mau nikah sama calon suaminya. Kapan
waktunya dan siapa calonnya? Wallahua’lam,”
jelas Arga, “Yang penting, gue gak bohong, Bayu gak nguntutin Fifi lagi, dan
Fifi gak perlu ngumpet di kolong meja lagi. Masalah klir, kan.”
Fifi tersenyum lega setelah mendengar penjelasan Arga.
Akhirnya… dia terbebas dari perasaan tertekan.
“Thank’s ya, Ga!”
“Sama-sama.” Arga mengempaskan tubuhnya di kursi. “Fi,
pulang sekolah nanti asyik kali ya kalo kita mampir ke Es Teler 007?”
“Iya deh… tar Arga Fifi traktor!”
“Emangnya gue bangunan liar!” seloroh Arga. Mereka tertawa.
“Kita juga kan, Fi?” todong Dini.
Fifi mengangguk. Tampak bahagia. Namun sesaat kemudian.
“Tapi Fifi kok jadi ngerasa bersalah ya sama Bayu?”
“Wah, hati-hati tuh, Fi,” nasihat Argi “Cinta bisa bermula
dari perasaan bersalah!”
“Ah, Argi… jangan nakut-nakutin, dong!”
“Huahahaha...” Mereka tertawa melihat perubahan di wajah
Fifi.
Suara bel menggenta. Mengakhiri episode dramatis mereka
pagi itu.
<<< Cerita Sebelumnya - Cerita Selanjutnya >>>
0 ulasan:
Catat Ulasan
Tinggalkan jejak sobat di sini