Emansipasi

Diadaptasi dari cerpen karya Putu Wijaya oleh Denny Prabawa


ADEGAN 1


LATAR SEBUAH RUANG STUDIO.

PANGGUNG GELAP. LAMPU MENYALA MENYOROT RUANG STUDIO. NARATOR MASUK SAMBIL MENGEPEL LANTAI, BERNYANYI-NYANYI LAGU “JUJUR” KARYA RADJA. TELINGANYA TERSUMBAT HEADSET. TAK BERAPA LAMA IA MENGHADAP PENONTON LALU MELEPAS HEADSET-NYA.


NARATOR

Seorang tokoh masyarakat yang beken dan piawai, diwawancarai oleh sebuah radio. Sekali ini bukan tentang gagasan sosial budaya dan ekonomi yang selalu mengucur setiap kali ia bicara, tapi tentang masak memasak.


LAMPU PADAM. PANGGUNG GELAP. FADE IN LAGU “JUJUR”. LAMPU MENYALA. TAMPAK PENYIAR RADIO DUDUK BERSAMA TOKOH MASYARAKAT. TAK BERAPA LAMA LAGU FADE OUT.


PENYIAR RADIO

Berjumpa kembali dengan penyiar kesayangan Anda, Emot Malaika. Masih di saluran yang sama 105.6 FM, Radio Pakuan dalam acara: bincang tokoh!—Di hadapan saya sudah hadir tokoh masyarakat yang sudah tak asing lagi: Bapak Jono!

(KEPADA PAK JONO)

Apa kabar, nih, Pak Jono? Sedang sibuk apa sekarang?


TOKOH MASYARAKAT

Good, fine. Biasalah, tokoh masyarakan seperti saya ini pasti banyak kesibukannya.


PENYIAR RADIO

Sebagai tokoh yang sibuk dan ngetop, apakah Bapak bisa juga memasak?


TOKOH MASYARAKAT

(TERTAWA)

Itu pertanyaan kuno. Pretensius, diskriminatif, dan terus terang saja agak kampungan. Maaf. Tapi pertanyaan-pertanyaan kampungan biasanya memancing jawaban-jawaban penting. Anda pasti sedang berusaha memancing saya. Tapi anehnya, saya bersedia dipancing. Saya bahkan gembira dapat bicara soal emansipasi. Para wanita sudah lama tertindas. Sejak sebelum zaman Kartini, sampai jadi nenek-nenek gaek. Seperti lagu lama (MENYANYI) … sejak dulu wanita dijajah pria … (TERTAWA). Saya suka, saya suka cara Anda bertanya. Apa pertanyaannya tadi?


PENYIAR RADIO

Apakah Bapak bisa memasak?


TOKOH MASYARAKAT

Ah masa’ itu. Pertanyaannya tadi saya rasa agak panjang!


PENYIAR RADIO

Apakah Bapak sebagai tokoh idola, ngetop, controversial, dan selalu cepat tanggap, juga bisa memask di dapur?


TOKOH MASYARAKAT

(TERTAWA)

Betul, betul, itu pertanyaannya tadi. Dan Anda ingin tahu jawaban saya? Saya langsung to the point. Tapi sebentar, saya tidak mungkin menjawab dengan sederhana. Semua jawaban saya sebagaimana biasa selalu mengandung nilai-nilai sosiokultural dan edukatif yang berdampak luas. Pertanyaan-pertanyaan memang kadangkala sulit diberangus. Apalagi pertanyaan Anda itu, yang mestinya datang dari asumsi bahwa pria tidak bisa memasak. (TERDENGAR SUARA RINGTONE PONSEL BERBUNYI. IA MEMBIARKANNYA) Memang banyak pria bukan hanya tidak suka, tetapi merasa tidak layak memasak. Ya, nggak?

PENYIAR RADIO MENYELA PERKATAAN TOKOH MASYARAKAT.


PENYIAR RADIO

Maaf, Pak. Ponsel Bapak berbunyi.


TOKOH MASYARAKAT

Oh ya…

(MENGAMBIL PONSEL DARI SAKU BAJUNYA. MENATAP PONSEL SEBENTAR. LALU MEMATIKAN PONSELNYA)

Sampai mana tadi?


PENYIAR RADIO

Sampai memasak, Pak.


TOKOH MASYARAKAT

Ah, ya… memasak. Seakan-akan itu pekerjaan wanita. Monopoli wanita, dan lebih tragis, nasib wanita! Minta ampun! Seakan-akan dapur adalah rumah buat wanita. Ck ck ck! Itu penyakit masyarakat yang harus dibereskan. Itu diskriminasi.

Kita harus membebaskan masyarakat kita dari mitos, bahwa wanita itu identik dengan memasak. Barangkali memang banyak wanita suka memasak dan bertugas memasak sampai sekarang ini. Tetapi apa kita musti mewarisi konvensi yang tidak adil itu? No way! Sorry-lah ya! Tidak bisa! Kita bukan hidup di zaman jahiliyah. Kita berada dalam abad Britney Spears dan Lady Gaga. Di kurun Megawati dan Hillary Clinton.


Sudah waktunya kini kita, khusyusnya kaum pria untuk mengatakan, bahwa memasak itu bukan tugas wanita. Memasak itu pekerjaan siapa saja yang suka. Saya pribadi tidak menilai wanita dari kemampuan memasak. Tidak, sama sekali tidak. Amit-amit, itu sudah old-old fashion banget-banget. Maksud saya, kalau ada wanita yang pintar memasak itu fine, good, tapi kalau ada wanita yang tidak memasak buat saya itu juga no problem—itu juga welcome saja! Wanita tidak harus bisa memasak. Kenapa mereka harus memasak. Lihat saja koki-koki restoran, chef-chef di hotel bintang lima, semuanya pria. Apa nggak salah mengatakan wanita bertugas memasak?


PONSEL TOKOH MASYARAKAT BERDERING KEMBALI.


PENYIAR RADIO

Ponsel Bapak berbunyi.


TOKOH MASYARAKAT

Sebentar, ya.


(MENGANGKAT PONSEL. BERDIRI. LALU BERBICARA DENGAN SESEORANG DI PONSEL)


Ya, ya… oke. Fine. No problem. Kapan? Bisa, bisa. Berapa bagian saya? Oke, oke. Tenang saja, semuanya sudah saya handle.


(TERSENYUM KEPADA PENYIAR RADIO)


Sampai di mana tadi?


PENYIAR RADIO

Sampai memasak, Pak.


TOKOH MASYARAKAT

Ya, ya… memasak. Secara alami, bahkan pria yang lebih punya bakat di bidang seni memasak. Kita sudah salah kaprah. Memasukan para wanita di dapur untuk membebaskan para lelaki gentayangan di jalanan atau klub malam. (TERTAWA) Itu intermezzo. Jadi, atas dasar pikiran yang waras saya justru sangat menghargai pria yang bisa memasak, karena itu berarti ia menghargai, bahwa pekerjaan memasak itu bukan lagi takdir untuk para wanita, tetapi pekerjaan netral yang bisa dilakukan oleh siapa saja. Dus, ini adalah masalah EMANSIPASI!


PENYIAR RADIO

Kalau begitu artinya Bapak sering memasak untuk istri Bapak di rumah?


TOKOH MASYARAKAT

(TERTAWA)

Pertanyaan itu tidak perlu saya jawab lagi, setelah saya menerangkan secara panjang lebar filosofi memasak. Ya! Ya, dong! Why not? Mengapa tidak. Saya memasak selalu untuk istri saya di rumah, karena saya juga ingin menumbuhkan budaya masak sebagai milik lelaki dan wanita. Itu semacam pendidikan budaya, bagian dari usaha emansipasi. Kalau Anda mencintai istri Anda, Anda harus memasak!


PENYIAR RADIO MEMUTAR LAGU RADJA DENGAN VOLUME SEDANG. LAGU TERDENGAR LAMAT-LAMAT.


PENYIAR RADIO

Oke, sampai di sini dulu bincang-bincang kita dengan Bapak Jono, tokoh masyarakat pejuang emansipasi. Sampai ketemu lagi, see you!

LAGU “JUJUR” TERDENGAR KERAS. NARATOR MASUK SAMBIL MENGEPEL LANTAI STUDIO RADIO TEMPAT WAWANCARA. LAGU “JUJUR” FADE OUT, TAPI MASIH TERDENGAR LAMAT-LAMAT.


NARATOR

Wawancara itu sukses. Banyak pendengar tersentuh. Telepon bertubi-tubI mendering dari mana-mana menyatakan simpati. (DI BELAKANG NARATOR TAMPAK PENYIAR RADIO SIBUK MENGANGKAT TELEPON). Semua setuju. Memang ada juga yang keki, merasa tersindir. Total jenderal, wawancara radio yang dipancarkan secara langsung itu dianggap hebat.


LAMPU YANG MENYOROT LATAR STUDIO RADIO PADAM. LAGU “JUJUR” FADE OUT. PANGGUNG GELAP.



ADEGAN 2


LATAR SEBUAH TEMPAT PARKIR TAKSI.

PANGGUNG GELAP. LAMPU MENYALA MENYOROT TEMPAT PARKIR TAKSI. TAMPAK SUPIR TAKSI SEDANG DUDUK BACA KORAN SAMBIL NGOPI DAN MENDENGARKAN RADIO DARI PONSELNYA. TELINGANYA TERSUMBAT HEADSET. KEPALANYA BERGOYANG-GOYANG.


PAK JONO, SANG TOKOH MASYARAKAT MASUK DAN BERDIRI DI SAMPINGNYA. SOPIR TAKSI TIDAK MENYADARI KEDATANGAN PAK JONO. TOKOH MASYARAKAT ITU MENEPUK PUNDAK SUPIRNYA. SUPIR TAKSI TERKEJUT LANGSUNG BERDIRI MELEPAS HEADSET DARI TELINGANYA.


SOPIR TAKSI

Wah, Bapak Jono hebat pisan euy! Saya dengar wawancara Bapak di radio tadi.


TOKOH MASYARAKAT

(JUMAWA)

Kalau tidak hebat, mana mungkin jadi tokoh masyarakat?


SOPIR TAKSI

Jadi, lelaki itu harus bisa masak, Pak?


TOKOH MASYARAKAT

Mutlak!


SOPIR TAKSI

Saya ini suka makan, Pak. Tapi saya tidak suka masak. Saya kira itu pekerjaan wanita.


TOKOH MASYARAKAT

Salah! Masak itu pekerjaan pria dan wanita.


SOPIR TAKSI

Ngapain masak?


TOKOH MASYARAKAT

Lho harus. Kalau semua perempuan mati, nanti siapa yang masak? (TERTAWA)


SOPIR TAKSI

Saya ini hanya sopir taksi, Pak. Kebiasaan bawa taksi, jadi segalanya maunya cepat. Kalau masak nanti hangus. Aturan keluar

ongkos seperak jadi lima perak. Kurang praktis, Pak. Enakan beli saja! Lagi pula, kalau saya masak nanti siapa yang narik taksi? Sebetulnya narik taksi itu juga masak, Pak. Masak duit. Masak dari jauh begitu saya yang cari biayanya, istri kita yang kerja di dapur. Itu kan gotong-royong. Betul tidak, Pak?


TOKOH MASYARAKAT

(TERTAWA)

Itu kan akal-akalan lelaki biar tidak masak.


SOPIR TAKSI

Sumpah, Pak! Saya nggak bermaksud begitu.


TOKOH MASYARAKAT

Bung salah! Wanita tidak ada yang mau memasak kalau boleh pilih. Cobalah tanya istri Bung di rumah nanti kalau pulang. Jangan terus-terusan dijajah. Kasihan kan. Sudah waktunya dia maju bersama-sama kita. Seperti kata saya tadi. Cintailah istrimu. Jangan suruh dia jadi juru masak saja!


SOPIR TAKSI

Maksud Bapak sama-sama jadi sopir taksi?


TOKOH MASYARAKAT

Ya… tidak perlu jadi sopir taksi. Tapi wanita karier. Seperti itu lho, ehm… siapa itu?


SOPIR TAKSI

Inul Daratista?


TOKOH MASYARAKAT

Ya, ya. Inul Daratista.


LAMPU YANG MENYOROT LATAR RUANG MAKAN MENYALA. ISTRI SOPIR TAKSI SAMBIL MEMBAWA CENTONG DAN PANCI MARAH-MARAH KE TOKOH MASYARAKAT.


ISTRI SOPIR TAKSI

Jangan sekata-kata lu ya! Nyuruh-nyuruh gue jadi wanita karier! Emang Inul Daratista wanita karier? Awas lu, Bang! Kalo sampe nurutin omongannya! Lu tau sendiri dah akibatnya!

LAMPU YANG MENYOROT LATAR RUANG MAKAN PADAM.


SOPIR TAKSI

Tuh kan, Pak. Istri saya pasti tidak setuju dengan Bapak!


TOKOH MASYARAKAT

Memangnya kenapa?


SOPIR TAKSI

Buat dia, memasak itu bukan pekerjaan hina. Malah dia bilang, nyawa saya terletak ditangannya. Mau apa kita kalau dia masukin racun ke dalam masakan? Nggak tahu kan? (GEMETAR KETAKUTAN). Tapi jangan takut, Pak. Perempuan itu memang senang pekerjaan sepele tapi strategis!

LAMPU PADAM. PANGGUNG GELAP.



ADEGAN 3


LATAR SEBUAH RUANG MAKAN.

PANGGUNG GELAP. LAMPU MENYALA. ISTRI TOKOH MASYARAKAT DUDUK DI MEJA MAKAN SAMBIL BACA KORAN. TOKOH MASYARAKAT MASUK. ISTRINYA SEGERA MENYAMBUTNYA DENGAN GEMBIRA. IA MENCIUM TANGAN SUAMINYA.


ISTRI TOKOH MASYARAKAT

Itu baru namanya wawancara! Kamu hebat, Pak!


TOKOH MASYARAKAT

Ah, biasa. Itu wawancara kecil!


ISTRI TOKOH MASYARAKAT

Kecil-kecil tapi jitu, Pak.


TOKOH MASYARAKAT DUDUK DI DEPAN MEJA MAKAN. IA MEMBUKA TUDUNG SAJI. TAPI TAK ADA APA-APA DI DALAMNYA.


TOKOH MASYARAKAT

Lho, mana makanannya? Aku lapar, Mah!


ISTRI TOKOH MASYARAKAT SEGERA MENINGGALKAN RUANG MAKAN. TAK BERAPA LAMA, IA KEMBALI DENGAN MEMBAWA PENGGORENGAN. MEMBERIKAN PENGGORENGAN ITU KE SUAMINYA DENGAN SENYUM SUMRINGAH


ISTRI TOKOH MASYARAKAT

Ini, Pak. Silakan masak sendiri


TOKOH MASYARAKAT

(MARAH)

Apa-apaan ini?! Gila!


ISTRI TOKOH MASYARAKAT

Lho, kenapa, Pah?


TOKOH MASYARAKAT

(MARAH)

Masa’ aku disuruh masak?!


ISTRI TOKOH MASYARAKAT

Memangnya kenapa? Tadi waktu diwawancara Papah kan bilang suka masak?


TOKOH MASYARAKAT MENGAMBIL PENGGORENGAN DARI TANGAN ISTRINYA DAN MEMBANTINGNYA.


TOKOH MASYARAKAT

(MARAH)

Sialan! Itu kan wawancara di radio! Jangan disamakan! Ini rumah bukan radio! Di rumah lain dong! Masak-memasak itu kan tugas kamu sebagai wanita! Ayo cepat siapkan sekarang! Jangan macam-macam, kok enak aja!


TOKOH MASYARAKAT MENINGGALKAN ISTRINYA. ISTRINYA HANYA MEMANDANGI KEPERGIAN SUAMINYA PENUH KEHERANAN.

NARATOR MASUK SAMBIL MENGEPEL LANTAI.


NARATOR

Istri tokoh masyarakat itu bengong. Tapi istrinya cepat mengerti persoalan.


(ISTRI TOKOH MASYARKAT BERJONGKOK MENGAMBIL PENGGORENGAN DI LANTAI. KEMUDIAN PERGI MENINGGALKAN RUANG MAKAN).


Ia lalu mulai memasak lagi seperti biasanya, seperti selamanya.


NARATOR MELANJUTKAN MENGEPEL LANTAI. FADE IN REFF LAGU RADJA HINGGA SELESAI. KEMUDIAN LAMPU YANG MENYOROT LATAR RUANG MAKAN PADAM. PANGGUNG GELAP.


SELESAI

Share on Google Plus

About Denny Prabowo

Penulis, penyunting, penata letak, pedagang pakaian, dokumentator karya FLP, dan sederet identitas lain bisa dilekatkan kepadanya. Pernah bekerja sebagai Asisten Manajer Buku Sastra di Balai Pustaka. Pernah belajar di jurusan sastra Indonesia Unpak. Denny bisa dihubungi di e-mail sastradenny@gmail.com.

1 ulasan:

Tinggalkan jejak sobat di sini