11 Fakta Ranggawarsita


Kamu pernah baca serat Kalatidha? Kalau istilah “zaman edan” pernah dengar, kan? Nah, istilah itu muncul dalam serat Kalatidha karya Ranggawarsita. Pujangga asal Surakarta yang lahir 15 Maret 1802 itu dikenal sebagai pujangga Jawa terakhir. Penulis Lepas akan mengungkap beberapa fakta tentang sang pujangga itu yang perlu kamu tahu. Check it out!

Nama Asli sang Pujangga


Ranggawarsita lehir dengan nama Bagus Burham. Ada juga yang menyebutnya Burhan dari bahasa Arab yang artinya bukti. Sedangkan Bagus merupakan sebutan untuk anak yang ayahnya bergelar raden.

Katurunan Sultan Pajang dan Demak


Ranggawarsita keturan bangsawan. Dari garis ayahnya, Mas Panjangswara, ia tercatat sebagai keturunan ke-13 dari Sultan Adiwijaya yang bertahta di Pajang, jawa Tengah, antara tahun 1568—1575 Masehi. Sedangkan dari garis ibunya, ia terhitung keturunan ke-10 dari Sultan Trenggana dari Demak yang mati terbunuh tahun 1955.

Darah Pujangga Mengalir di Tubuhnya


Kata pepatah, buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Begitu pula Ranggawarsita. Bakatnya sebagai pujangga diturunkan dari garis ayah dan ibunya. Kakek ayahnya atau Eyang buyutnya dikenal dengan nama Raden Tumenggung Yasadipura I yang banyak mengarang buku, seperti Babad Giyanti, Serat Rama, Serat Baratayudha, Panitisastra, dll. Sedangkan bapa ayahnya atau kakeknya, R.T. Sastranegara adalah pengarang buku Sasana Sunu, Dasanama Jarwa, dll. Sementara itu, melalui garis ibunya, darah pujangga mengalir dari R.T. Sujanapura yang terkenal dengan nama Pangeran Karangganyam, pengarang kitab Nitisruti.

Sudah Diramal Jadi Pujangga Sejak Kecil


Setelah tidak menyusu lagi kepada ibunya, Ranggawarsita diserahkan kepada eyangnya, R.T. Sastranagara untuk diasuh olehnya. Eyangnya itu mempercayakannya kepada Ki Tanujaya, salah seorang abdinya yang setia. Sebelum wafat, eyang buyutnya, R.T. Yasadipura I mengatakan kepada R.T. Sastranegara, anaknya, bahwa Ranggawarsita akan menjadi pujangga besar di kemudian hari.

Belajar di Pondok Pesantren


Menjelang 12 tahun, Ranggawarsita dikirim ke Pesantren Gebangtinatar untuk mengaji Al-Quran dan agama Islam. Namun, bukannya belajar, Ranggawarsita malah suka main judi. Ki Tanujaya, pengasuhnya, terlalu sayang kepada dirinya. Akibatnya, ia membiarkan saja Ranggawarsita menghabiskan bekalnya selama setahun di meja judi. Selain itu, Ki Tanujaya suka menunjukan ilmu sihirnya kepada para santri. Tentu saja, kelakuan mereka itu mendapat teguran keras dari Kiai Imam Baseri, pemimpin pesantren itu. Gara-gara teguran keras itu, Ranggawarsita kabur dari pesantren bersama Ki Tanujaya.

Bertemu Calon Istri dalam Pelariannya


Ranggawarsita dan Ki Tanujaya bermaksud menghadap bupati Kediri, Adipati Cakradiningrat. Mereka singgah ke rumah saudara sepupu Ki Tanujaya. Sepupunya itu menyarankan agar mereka menunggu saja romongan Adipati yang mau menghadap Sri Sunan ke Surakarta lewat Madiun. Sambil menunggu, mereka jualan di pasar. Saat itulah, R.A. Gombang, putri Adipati, belanja ke pasar. Ia membeli cincin emas milik Ranggawarsita. Putri inilah yang kelak akan menjadi istri Ranggawarsita.

Kembali ke Pesantren Gebangtinatar


Setelah cukup lama tak ada kabarnya, Imam Baseri mengutus Ki Kramaleya dan Ki Jasana untuk mencari Ranggawarsita. Mereka berhasil menemukannya dan membujuknya kembali ke pesantren. Awalnya, Ranggawarsita masih menunjukan keengganannya belajar di pesantren. Imam baseri berusaha membujuknya, membangkitkan harapannya demi masa depan. Bujukan itu mampu menyentuh jiwa Ranggawarsita dan menyadarkannya. Ia menjadi giat belajar dan mulai menunjukkan kecerdasaannya. Sampai akhirnya, ia diangkat menjadi wakil Kiai Imam Baseri. Seelah ia merasa pengetahuan dan pengalamannya cukup, ia pulang ke Surakarta.

Belajar Ilmu Sastra dan Ilmu Kanuraga


Sekembali dari pesantren, ranggawarsita belajar ilmu sastra dari eyangnya, R.T. Sastranagara. Setelah disunat, ia diserahkan kepada Pangeran Buminata. Pangeran itu yang mengajainya ilmu kanuraga sehingga membuatnya jadi ahli surat dan ahli silat.

Menjadi Abdi Dalem Keraton Surakarta


Sebagai murid Pangeran Buminata, Ranggawarsita sering turut dengannya ke kraton. Suatu hari, Pangeran Buminata menghadap Sri Paku Buono IV bersama Ranggawarsita untuk minta restu. Paku Buono IV berkenan menerimanya sebagai abdi dalem. Tahun 1819, ia diangkat menjadi juru tulis dengan gelar Mas Rangga Panjanganom. Tahun 1826, pangkatnya naik menjadi panewu carik dengan gelar Mas Ngabei Sarataka. Delapan belas tahun kemudian, ia menjadi kliwon kadipaten anom dengan gelar R.Ng. Ranggawarsita hingga wafatnya.

Kelana Ranggawarsita untuk Berguru


Tiga puluh lima hari setelah pernikahannya dengan R.A Gombak, Ranggawarsita minta izin kepada mertuanya untuk berguru ke daerah Jawa Timur dan Bali. Ia pergi bersama Ki Tanujaya. Ia berguru kepada Kiai Tunggulwulung di Ngadiluwih, Ki Ajar Wirakanta di Ragajampi (Jatim), Ki Ajar Sidakalu di Tabanan (Bali).

Kematiannya dalam Buku Sabdajati


Dalam bukunya Sabdajati, Ranggawarsita menulis, “Amung kurang wolung dina kang kadulu, emating pati patitis (hanya kurang delapan hari yang terlihat, akan kematiannya yang tepat nikmat). Ranggawarsita wafat 24 Desember 1873 sebagaimana yang diperkirakan dalam bukunya. Tulisannya dalam Sabdajati itu menjadi misteri, mengapa ia bisa menebak waktu kematiannya sendiri? Apakah pujangga besar itu dibunuh?
Share on Google Plus

About Denny Prabowo

Penulis, penyunting, penata letak, pedagang pakaian, dokumentator karya FLP, dan sederet identitas lain bisa dilekatkan kepadanya. Pernah bekerja sebagai Asisten Manajer Buku Sastra di Balai Pustaka. Pernah belajar di jurusan sastra Indonesia Unpak. Denny bisa dihubungi di e-mail sastradenny@gmail.com.

0 ulasan:

Catat Ulasan

Tinggalkan jejak sobat di sini