Diterbitkan oleh Aditera
Argi membenamkan kapalanya di bawah bantal. Ia berusaha membunuh
kemarahannya kepada Bagas. Tapi… kenapa harus marah sama Bagas? Apa salah Bagas?
Bukan, bukan Bagas. Sebenarnya bukan Bagas yang membuat Argi kesal. Tapi
ramalan bintang itu! Ramalan bintang di majalahnya itu yang membuat Argi
menanam harapan kepada Bagas.
Uh…
gue bego banget sih bisa percaya sama ramalan-ramalan itu! Pangeran? Kuda
putih? Seikat bunga? Nyatanya?
Telepon rumahnya berdering. Disusul
langkah-langkah kaki. Gak berapa lama terdengar suara ketukan di pintu
kamarnya.
“Argi ada telepon tuh dari Dini!”
kata Bunda.
Argi tidak menggubrisnya. Entah
sudah kali ke berapa Bunda mengetuk pintu kamarnya. Argi masih bergeming dari
ranjangnya. Ketukan Arga pun tidak dihiraukan.
“Argi elo bunuh diri ya?” jerit Arga
dari belik pintu kamar Argi, “Tunda dulu deh bunuh dirinya! Setidaknya satu
bulan. Elo kan masih punya utang sama gue. Jangan melarikan diri gitu dong! Gue
udah ngejalanin tugas dengan baik, nih! Mau denger laporannya gak?”
Argi teringat dengan Lelaki
Terindah. Dia beranjak dari ranjang tidurnya, lalu membuka pintu kamarnya.
“Alhamdulillah!”
ucap Arga. “Jadi juga gue makan gratis di kantin selama sebulan penuh…”
“Huh!” Argi merengus, “Elo tuh, yang
dipikirin cuma perut doang. Bukan prihatin sama nasib adenya!”
“Hehehe... “ Arga meringis, “Ya,
udah elo cerita sama gue, apa yang membuat kembaran gue jadi porak-poranda
kayak bangunan liar yang baru saja diratain sama bulldozer?”
“Si Bagas!”
“Eh, elo diapain sama si Bagas?” Arga
sok cemas, “Elo gak diperkosa kan sama dia? Liat aja tuh anak kalo berani
macem-macemin ade gue!”
“Emang mau elo apain, Ga?”
“Mau gue bilangin Bunda! Biar nanti
dicubit sampe merah!”
“Hahaha…” Argi tertawa melihat
tingkah Arga yang sok diimut-imutin.
“Nah, kan... akhirnya bisa ketawa.
Gue demen kalo ngeliat elo ketawa. Jadi keliatan cakep!”
“Masa sih, Ga? Emang gue cakep?”
Arga mengacak-acak rambut Argi.
“Yeah…
setidaknya lebih cakep dari Bik Sumi! Hihihi…”
“Makasih ya, Ga…udah menghibur gue.”
Argi menggelendot manja di tangan Arga. Seumur-umur, baru kali itu dia merasa
punya seorang kakak.
“Eh, elo belom cerita soal Bagas. Apa yang dia lakukan
sampe seorang Argi yang biasanya cerah-ceria jadi mendung begini?”
“Ramalan bintang!”
“Ramalan bintang?”
“Iya. Ramalan bintang di majalah Komo Girl” Argi mengambil majalah Komo Girl miliknya. Menunjukannya pada Arga.
“Pangeran dengan kuda putih? Si
Bagas? Hahaha!” Arga tertawa terkekeh-kekeh, “Elo juga sih, percaya sama
bagituan!”
“Udah deh… gak usah ngejek gitu!”
“Mana printoutnya?” Argi menyodorkan telapak tangannya.
“Ehm…”
“Mana?” Argi menadahkan tangannya.
“Hehehe…” Arga sok garuk-garuk
kepala.
“Gak usah nyengir-nyengir gitu deh!”
“Gue lupa ngeprintin, Gi?”
“Aduh… elo gimana sih?!”
“Tapi intinya, dia mau ketemu sama
elo.”
“Yang bener, Ga?”
“Bener!” tegas Arga,
“Kapan? Di mana?”
“Di bisoskop 21 century. Selepas
sekolah. Besok!”
“Elo nggak bohong kan, Ga?”
“Buat apa sih gue bohong sama elo?
Dosa tau!”
“Tengkyu ya, Ga!” Argi mendaratkan
ciuman ke pipi Arga.
“Tapi, Gi... kayaknya dia tau deh
kalo yang chatting sama dia gue...”
“Sebabnya?”
“Dia terus-terusan nyebut nama gue.
Arga. Bukannya Argi.”
“Masa sih, Ga?”
Krosek…
“Ssstttt…!” Arga menempelkan
telunjuk di bibirnya.
Perlahan mereka menapaki lantai,
merapat ke jendela. Menyingkap tirai. Nampak oleh mereka sesosok bayangan
berjalan mengendap-endap di pekarangan depan rumah yang hanya diterangi cahaya
lampu 5 watt.
“Maling!” bisik Arga di telinga
Argi.
“Gimana, nih?” Argi ketakutan.
“Ambil golok, gih!”
“Ih, serem amat. Sapu lidi aja, ya?”
“Emangnya kita mau nyapu halaman?”
“Apaan, dong?!”
“Apaan aja deh!”
Argi pergi ke halaman belakang
rumahnya, mengambil sebilah kayu dan sebuah bambu bekas tiang bendera. Lalu
lekas dia kembali ke ruang depan. Memberikannya kepada Arga.
“Siap?”
Argi mengangguk-angguk. Dia berdiri
di balik punggung Arga.
“Satu…”
“Gak perlu telepon polisi nih?” Argi menarik-narik kaos
Arga.
“Dua…”
“Bangunin Bik Sumi aja deh!” usul
Argi masih sambil narik-narik kaosnya Arga.
“Ti…”
“Arga…”
“Serbuuuu!!!!!!”
“Seraaaanggg!!!”
Arga dan Argi merangsak keluar
dengan tiba-tiba. Mengayun-ayunkan kayu dan bambu.
Bag!
“Adaow!”
Bug!
“Aduuh!”
Bag!
Gumbrang!
Bug!
Pletak!
Bag!
Jdug!
“Ampuuunnnn!!!!” jerit sesosok
bayangan, “Saya bukan maling! Saya bukan maling!”
Argi dan Arga menghentikan
serangannya. Keduanya saling berpandangan.
“Seperti…”
“Mas Gino?!?!”
Penjual mie ayam yang biasa mangkal
di ujung gang rumah memegangi kepalanya yang penuh benjol di sana-sini.
Bunda dan Bik Sumi juga tetangga
sebelah-sebelah rumah pada bangun semua mendengar kegaduhan itu.
“Saya cuma mau memberikan ini buat
Sumi…” Mas Gino menyodorkan setangkai mawar merah.
“Jadi selama ini… Mas Gino yang suka naro
bunga mawar di meja ya?”
Mas Gino mengangguk-angguk sambil
menyerahkan mawar yang sudah patah-patah tangakainya kepada Bik Sumi. Bik Sumi
merasa terharu.
“Maukah kamu menikah denganku?”
tanya Mas Gino sambil megangin kepalanya yang benjol-benjol.
“Huuuuu…!” sorak semua yang
manyaksikan adegan itu, sebelum mereka bertepuk tangan.
Bik Sumi mengangguk malu-malu.
“Horeeeeee!!!!”
***
Argi bolak-balik melirik arloji tangannya. Tiga puluh menit
berlalu sia-sia. Belum juga menampakan tanda-tanda kalau cowok yang dinantinya
bakalan datang. Dia duduk di bangku tunggu persis di depan loket satu.
Mata Argi tertumbuk pada seorang cowok yang wajahnya sudah
sangat akrab sedang celingukan di depan pintu masuk lobby. Dava? Ah, mau apa
dia di sini? Jangan-jangan dia…
“Dava!” Argi melambaikan tangannya kepada Dava. Cowok
duplikat Delon itu nampak keheranan melihat Argi di sana. Ragu-ragu dia
menghampiri Argi.
“Lagi ngapain di sini?” tanya Dava.
“Gue lagi nunggu seseorang.”
“Sama dong.”
“Siapa?”
“Sodara lo!”
“Arga?”
“Iya.”
“Si Arga kok gak ngomong ya, kalo janjian sama elo?”
“Masak sih?” tanya Dava, “Apa dia lupa ya?”
“Elo SMS aja.”
Dava mengetik SMS di Hp-nya.
Aq da smpe di bioskop21.
Sent to: Arga 081802901697
Gak lama berselang Hp-Argi bergetar. Ada SMS masuk
Aq da smpe di bioskop21.
Sender:
Lelaki Terindah +62815693142
Sent: 20Jun 2005 13:15:53
Argi
mengerutkan kening. Matanya berkeliling mencari-cari. Buru-buru dia mereply SMS dari Lelaki Terindah itu.
Aq jg da
smpe. Skrag ada di bangku dpn
loket
1. Km nunggu di mana?
Sent
to: Lelaki Terindah +62815693142
Ringtone
Hp Dava mengudara. Ada SMS yang masuk ke inboxnya.
Aq jg da smpe.skrng
ada di bangku, dpn
loket
1. Km nunggu di mana?
Sender:
Arga 081802901697
Sent: 20 Jun 2005 13:17:06
“Lho?”
Kening Dava berlipat lima!
“Kenapa,
Dav?”
“Orangnya
udah di sini, katanya nunggu di depan loket satu.”
“Di
sini?”
“Iya!”
Tiba-tiba
keduanya terdiam, seperti menyadari sesuatu. Perlahan mereka memutar kepala,
saling berpandangan.
“Elo…”
ucap keduanya nyaris bersamaan.
***
“Huahahahaha…!”
Di dalam kamarnya, Argi tertawa
terbahak-bahak mengingat peristiwa siang tadi. Bunda jadi takut sendiri. Arga
yang khawatir, melihat tingkah saudara kembarnya yang mirip orang kesurupan, segera
menghampiri.
“Heh!” tegur Arga, “Elo kesurupan
ya?!”
“Iya,” kata Argi di sela tawanya.
Arga segera komat-kamit melafalkan
doa-doa, sambil menekan-nekan tengkuk Argi.
“Hus! Enyah! Minggat Jauh-jauh!”
Tawa Argi makin menjadi-jadi. Arga
jadi bingung sendiri.
“Elo kesurupan setan apa sih, Gi?
Kok jadi hore begini?”
“Dava!”
“Dava?” Arga menggaruk-garuk
rambutnya yang awut-awutan karena belum sempat di sisir selepas mandi tadi.
“Yang anak SMU Cakra itu kan, Gi?”
“Iya!” tegas Argi, “Yang ganteng, tinggi,
kulitnya putih, dan jawara di lapangan basket!”
“Kenapa sama dia?”
“Ternyata, Dava Lelaki Terindah yang
selama ini suka ngirim pesan-pesan cinta ke gue!”
“Ooo… jadi dia orangnya?” Arga
mangut-mangut, “terus, di mana letak lucunya? Harusnya elo senang atau apa
gitu, bukannya malah ketawa!”
“Ga, si Dava itu kirim SMS bukan
buat gue!”
“Lho? Jadi buat siapa?”
“Buat seseorang dengan inisial AD!”
terang Argi, “Tapi bukan Argi Dahlia!”
“Kalo bukan elo siapa?”
“Dia nulis pesan-pesan cinta itu
buat…” Argi menggantung ucapannya, membuat Arga jadi penasaran.
“Siapa sih, Gi?”
“Arga Damara!”
“Lho, itu kan nama gue, Gi?”
“Emang! Emang elo! Dia ngirimin
pesan-pesan cinta itu buat elo!”
“Hah??? Tapi dia kan…”
Argi mendekatkan bibirnya ke teling Arga,
membisikan sesuatu.
“APAAAA…?!?!?”
“Iya!”
“Dia suka sama…”
“Huahahaha…!!!”
“Hihihihihi…!!!”
“Hehehehe....!!!”
Byuuuurrrrr... bunda menyiram
keduanya dengan air sember, sambil mulutnya komat-kamit melafalkan doa pengusir
syetan.
“Bundaaaa!!!!” seru Arga dan Argi
berbarengan. taMat
0 ulasan:
Catat Ulasan
Tinggalkan jejak sobat di sini