ADEGAN 1
LATAR SEBUAH HALTE.
PANGGUNG GELAP. TERDENGAR SUARA DERAP LANGKAH TENTARA SEDANG BARIS-BERBARIS. LAMPU TERANG PERLAHAN-LAHAN. NARATOR DENGAN PAKAIAN SERAGAM LENGKAP SEDANG BERJALAN DI TEMPAT..
SUARA
Berhenti… grak!
NARATOR SEGERA BERHENTI. IA BERJALAN KE DEPAN PANGGUNG, MENDEKAT KEPADA PENONTON.
NARATOR
Namanya Sukab. Sebentar lagi ia lulus SMU. Ia seorang pelajar teladan yang hebat. Jago dalam matematika, jago dalam kesenian, jawara pula dalam olahraga. Busyet. Tawaran beasiswa datang dari berbagai perguruan tinggi bergengsi, bahkan ada pula yang dari luar negeri. Astaga, sudah sejak kelas 1 tawaran semacam itu datang. Karena Sukab memang top. Main band bisa, lomba ilmiah remaja pun jadi juara–ditantang berkelahi, malah preman pun dihajarnya. Apa boleh buat. Di dunia ini memang ada orang-orang serba bisa. Dikaruniai bakat seabrek, cakep dan ganteng, cuma namanya saja yang biasa. Sukab. Dengan otak, prestasi, dan tingkah laku seperti itu, Sukab menjadi harapan keluarga.
LAMPU MEREDUP PERLAHAN HINGGA PANGGUNG MENJADI GELAP.
ADEGAN 2
LATAR SEBUAH RUANG MAKAN.
TERDENGAR SUARA-SUARA SENDOK BERADU DENGAN PIRING. LAMPU MENERANG PERLAHAN-LAHAN. TAMPAK SUKAB SEKELUARGA TENGAH SARAPAN PAGI.
AYAH
(sambil makan)
Dia nanti bisa jadi MBA.
SUKAB
(berhenti makan, menatap ke arah AYAH)
Memangnya mengapa jadi MBA?
AYAH
Banyak uangnya.
SUKAB
Ah, banyak MBA tidak kaya-kaya amat, mereka cuma bisa jadi pegawai, bukan pemilik.
AYAH
Yah, pokoknya jurusan uang lah!
SUKAB
Apa harus jurusan uang?
AYAH
Habis apa? (diam sesaat sambil memandang SUKAB) Kamu pasti lulus dengan cepat. Segera diterima di perusahaan besar milik salah satu konglomerat, dan pokoknya cepat kaya, seperti orang-orang lain yang kaya itu.
SUKAB
Aku ingin jadi tentara, Yah!
AYAH
Apakah engkau sudah memikirkan keputusanmu itu matang-matang, wahai Sukab anakku?
SUKAB
Sudah Ayah, aku sudah mantap, aku ingin jadi tentara.
AYAH
Tentara? Kenapa tentara?
SUKAB
Karena aku ingin membela bangsa dan negara.
AYAH
Kalau hanya ingin membela bangsa dan negara, kamu tidak harus menjadi tentara wahai Sukab anakku, banyak jalan untuk mengabdi kepada nusa dan bangsa. Bukan hanya tentara yang bisa mengabdi, bukan cuma tentara yang bisa berkorban.
SUKAB
Aku tahu Ayah, tapi aku ingin jadi tentara.
AYAH
Kenapa harus tentara?
SUKAB
Tidak harus Ayah, tapi aku maunya jadi tentara.
MEJA SEPI LAGI. TERDENGAR KLOTAK-KLOTEK BUNYI SENDOK DAN GARPU MENYENTUH PIRING. ADA SPAGHETTI DI MEJA MAKAN. DAGING BUMBU SAOS TOMATNYA YANG MERAH BERKILAT DI BAWAH SINAR LAMPU.
AYAH
Apa sih yang menarik dari seorang tentara, Sukab?
SUKAB
Banyak Ayah, banyak sekali.
AYAH
Sebut satu saja.
SUKAB TERSENYUM MEMANDANG AYAHNYA, KEMUDIAN IBUNYA, KAKAK-KAKAKNYA, DAN ADIK-ADIKNYA.
SUKAB MASIH TERUS TERSENYUM. IA MERASA BERADA DI ATAS ANGIN. CUMA SAJA IA MASIH MENGHORMATI ORANG TUANYA. IA TAHU, KELUARGANYA TAK LUPUT DARI IMPIAN-IMPIAN HIDUP ENAK. SIAPA YANG TAK INGIN HIDUP ENAK?
NAMUN, AYAH YANG SUDAH TIDAK PERNAH MARAH LAGI SEMENJAK 30 TAHUN BELAKANGAN INI, TIBA-TIBA KEHILANGAN KESABARANNYA.
AYAH
(menggebrak meja)
Tolong dijawab Sukab, kenapa kamu ingin menjadi tentara?
RUANG TAMBAH SUNYI MENCEKAM. SEMUA ORANG KETAKUTAN.
IBU
Jawablah Sukab anakku. Apa susahnya menjawab pertanyaan ayahmu.
KAKAK-KAKAK DAN ADIK-ADIKNYA TERPAKU. BELUM PERNAH MEREKA MELIHAT AYAHNYA MARAH SEPERTI ITU. NARATOR MASIH DENGAN SERAGAM LENGKAP MASUK.
NARATOR
Sukab tetap tidak menjawab. la hanya tersenyum. Bukan cuma keluarganya yang tidak habis pikir. Teman-temannya juga bingung.
0 ulasan:
Catat Ulasan
Tinggalkan jejak sobat di sini