Bom Toilet

Oleh Denny Prabawa



Ia tumbuh bersama kota Depok. Sejak usia dua tahun, ia tinggal di kota itu. Waktu itu, angkot masih berwarna kuning. Depok belum mengenal kemacetan. Margonda belum punya pusat perbelanjaan. Setelah Depok tumbuh jadi kota sejuta mal, ia pindah ke kota hujan bersama istri dan kedua anaknya. Ketika mendengar bom meledak di toilet pusat perbelanjaan dekat Stasiun Depok Baru kemarin, ia memutuskan untuk mengunjungi kota itu sepulang kerja.

Kereta berhenti di Stasiun Depok Baru. Ia turun di stasiun itu. Dari peron 3, ia bisa melihat pusat perbelanjaan itu. Waktu tinggal di Depok, ia suka ke tempat itu untuk belanja atau sekadar main bersama kedua anaknya. Toilet yang meledak itu berada di dekat tempat ia dan anak-anaknya biasa bermain.

Tidak sampai 10 menit, ia sudah berada di pusat perbelanjaan itu. Ia masuk dari parkiran mobil, lalu naik satu lantai sebelum sampai di lantai tempat toilet itu meledak. Lantai itu ramai dikunjungi. Orang-orang mau menonton toilet yang meledak kemarin sore. Mereka bergerombol di depan garis polisi. Ia ikut menggerombol di sana. Beberapa polisi berjaga-jaga dengan senjata lengkap.

Karena sering mengunjungi lantai itu, ia sering menggunakan toilet itu. Toilet itu berada tak jauh dari tempat anak-anaknya biasa bermain. Suatu hari, ia pernah tidak sengaja meninggalkan bungkusan miliknya di toilet itu. Ia tidak ingat isi bungkusan itu, tapi ingat warna plastik pembungkusnya. Kalau tidak salah, warnanya hitam. Ia baru merasa kehilangan bungkusan itu esok harinya saat di kantor. “Baju pemberianku sudah kaupakai?” tanya atasannya di kantor. Aku meninggalkan bungkusan pemberiannya di toilet pusat perbelanjaan di Depok, katanya. Saat itulah, temannya berteriak, “Ada bom dalam kantong plastik hitam meledak di Depok kemarin sore!”

Tiba-tiba, seseorang berseragam satpam menuding ke arahku. “Itu dia pelakunya!” Ia merasa pernah melihat orang itu entah kapan. Mendengar teriakan orang itu, polisi langsung mengarahkan moncong senjatanya ke arahnya. Gerombolan di depan garis polisi langsung buyar. Ia bergeming di tempatnya sambil mengangkat tangan. Ia hanya merasa meninggalkan plastik hitam di toilet itu, mengapa mereka mau menangkapnya? Sebentar kemudian, wajahnya tersiar luas di televisi.

bogorasri, 3/3/2015





Share on Google Plus

About Denny Prabowo

Penulis, penyunting, penata letak, pedagang pakaian, dokumentator karya FLP, dan sederet identitas lain bisa dilekatkan kepadanya. Pernah bekerja sebagai Asisten Manajer Buku Sastra di Balai Pustaka. Pernah belajar di jurusan sastra Indonesia Unpak. Denny bisa dihubungi di e-mail sastradenny@gmail.com.

0 ulasan:

Catat Ulasan

Tinggalkan jejak sobat di sini