Lebaran Paling Menegangkan


Jika pacar Anda berselingkuh, apakah Anda harus bersedih atau berbahagia? Ada yang bersedih bahkan sampai bunuh diri. Ada juga yang berbahagia karena ia tak harus menikah dengan seseorang yang suka berselingkuh. Yeah, hidup hanya soal bagaimana kita memandangnya. Anda bebas menentukan pilihan.

Lebaran tahun ini merupakan lebaran paling menegangkan yang pertama dan semoga terakhir kali saya alami. Seperti biasa, hari pertama lebaran kami sekeluarga selalu megunjungi rumah famili di Kemayoran. Rencana menggunakan motor harus diganti dengan menumpang taksi. Zahira, keponakan saya dari adik perempuan saya sedang panas badannya.

Tidak mudah mendapatkan taksi di hari lebaran. Semua orang ingin bersilaturahmi dan sebagiannya memilih menggunakan taksi. Lama saya menunggu taksi yang kosong. Ketika mendapatkannya, waktu sudah hamper pukul 2 siang. Adik saya hampir memutuskan untuk membatalkan kesertaannya ke Kemayoran karena ia dan suami beserta kedua anaknya merencanakan pulang ke Slawi malam harinya. Namun, entah bagaimana, ketika kami bersiap berangkat dengan taksi, adik saya beserta Zahira anaknya memutuskan untuk turut serta. Maka berangkatlah saya, istri saya, kedua anak saya, mama saya, dan adik saya beserta Zahira menggunakan taksi.

Dalam perjalanan ke Kemayoran itu, Zahira yang suhu tubuhnya sedang hangat tertidur saja di pangkuan mamanya. Kemacetan di pintu tol Cawang, menghambat perjalanan kami. Saya tidak ingat pukul berapa sampai di rumah family saya di Kemayoran. Namun, saya tak akan melupakan bagaimana paniknya adik saya ketika baru tiba di rumah pakde saya, Zahira kejang-kejang.

Untuk beberapa saat saya sempat terpana. Kalau saja kami tengah di depok, mungkin saya bisa segeral melarikan Zahira ke rumah sakit dengan motor saya. Saya tidak mengtahui di mana rumah sakit terdekat di Kemayoran. Namun, hanya beberapa jenak saja saya terpana. Saya segera meminta kunci motor pakde saya yang terngah diparkir di depan rumah, mengeluarkannya dengan sangat tergesa-gesa, dan berharap pakde saya bisa segera mengantarkan Zahira ke rumah sakit dengan motor itu.

Namun, ketika motor sudah berada di gang, pakde belum juga tampak menyusul kami.Sementara adik saya sudah sangat ketakutan menggendong Zahira yang kejang. Kebetulan di mulut gang ada anak-anak muda yang sedang nongkrong-nongkrong. Melihat kami panik mereka member beberapa saran rumah sakit terdekat. Sampai akhirnya ada yang menyarankan membawa Zahira ke RS Mitra Kemayoran.

“Bisa tolong antar kami?” pinta saya. Salah seorang dari anak muda itu segera mengambil motornya. Beberapa saat kemudian saya sudah mengikutinya dari belakang dengan membonceng adik saya beserta Zahira yang masih saja kejang-kejang.

Sepanjang jalan saya nyalakan klakson. Dalam perjalanan ke rumah sakit itu, Zahira sempat pingsan. Keadaan semakin tegang. Saya tak bisa berpikir apa-apa. Saya tak siap kehilangan keponakan saya. Alhamdulillah, sebelum sampai rumah sakit, Zahira mulai siuman.

Begitu sampai di rumah sakit, adik saya segera melarikan Zahira ke UGD. Panasnya hingga 39.5 derajan celcius. Saat dokter hendak memberikan obat anti kejang melalui anusnya, Zahira buang air besar. Rupanya, diare yang membuat suhu tubuhnya sangat tinggi.

Zahira tertidur setelah diberi obat. Pemuda yang menunjukan jalan kami, Anggi namanya. Setelah saya mengucapkan terima kasih dan memberi uang untuk bayar parkiran, ia berpamitan dan saya kembali ke ruang UGD. Saat itu adik saya berucap seolah menyesali kesertaannya.

“Padahal tadi udah nggak mau berangkat…,” katanya.
Saya bisa memahami penyesalannya. Namun, seandainya ia tidak turut serta dan memilih untuk tinggal sendiri bersama Zahira di rumahnya, apa yang terjadi jika Zahira kejang-kejang di rumah? Atau sendainya Zahira tidak kejang saat itu, bagaimana jika Zahira mengalami kejang-kejang saat dalam perjalanan ke Slawi? Tentu ceritanya bisa lebih menegangkan lagi.

Adik saya akhirnya mensyukuri kesertaannya. Barangkali justru di sana letak hikmahnya. Dengan kesertaannya, Allah menakdirkan Zahira mengalami kejang di Kemayoran, bukan di rumah saat tak ada seorang pun di sana kecuali mamanya. Dan bukan pula ketika di tengah kemacetan dalam perjalanan ke Slawi.

Beitulah. Seperti seseorang yang mendapati pacarnya berselingkuh, adik saya bisa mengutuki kesertaannya atau justru mensyukurinya. Namun demikian, saya tetap berharap, hari itu sebagai lebaran paling menegangkan yang pertama dan terakhir bagi saya. Amin.


Pulokambing, 11 September 2012


Share on Google Plus

About Denny Prabowo

Penulis, penyunting, penata letak, pedagang pakaian, dokumentator karya FLP, dan sederet identitas lain bisa dilekatkan kepadanya. Pernah bekerja sebagai Asisten Manajer Buku Sastra di Balai Pustaka. Pernah belajar di jurusan sastra Indonesia Unpak. Denny bisa dihubungi di e-mail sastradenny@gmail.com.

0 ulasan:

Catat Ulasan

Tinggalkan jejak sobat di sini