Jika Anda pengguna Commuter Line atau Transjakarta, Anda tentu sering melihat stiker di kaca jendelanya. Stiker itu bertuliskan “Tempat Duduk Prioritas”. Di dalam bus Transjakarta tidak ada tempat spesifik untuk tempat duduk prioritas. Artinya, prioritas itu berlaku untuk semua tempat duduk. Di Commuter Line, tempat duduk itu berada di ujung-ujung gerbong.
Kepada siapa tempat duduk itu
diprioritaskan? Gambar ikonik yang terdapat dalam stiker menunjukan empat golongan:
(1) wanita hamil, (2) wanita yang membawa anak-anak, (3) lansia, dan (4)
penyandang cacat. Di bawah tiap gambar itu ada teks yang memperkuat hal
tersebut.
Dengan adanya tanda ikon yang diperkuat
dengan keterangan di bawah tiap ikon tersebut, seharusnya tidak ada orang yang
duduk di tempat itu kecuali keempat golongan yang dimaksud. Sayangnya, masih
banyak penumpang Commuter Line atau Transjakarta yang tidak termasuk dalam
golongan tersebut menggunakan tempat duduk itu.
Apakah mereka tidak mampu membaca tanda
ikonik yang tertera di stiker? Ikon termasuk tanda yang paling mudah ditafsir
karena memiliki keserupaan dengan objek yang ditandai. Rasanya, tidak mungkin
para penumpang tidak mengerti maksud stiker tersebut, apalagi ada teks di bawah
tiap ikon yang memudahkan pembaca stiker itu memaknainya.
Barangkali ada persoalan lain?
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) Daring, lema prioritas
memiliki arti yang didahulukan atau
diutamakan daripada yang lain. Berdasarkan pengertian tersebut, keempat golongan
yang dimaksud dalam stiker tersebut harus didahulukan atau diutamakan duduk di
tempat duduk prioritas. Persoalannya, bagaimana jika tidak ada orang yang mau
mendahulukan atau mengutamakan keempat golongan tersebut?
Dalam tipologi Charles Sander Peirce,
stiker “Tempat Duduk Prioritas” termasuk legisign,
yakni tanda yang menjadi tanda berdasarkan peraturan. Sebagai legisign, kata prioritas tidaklah cukup
kuat. Kata prioritas tidak memberikan keharusan bagi orang untuk melakukannya.
Dalam terminologi ilmu fikih barangkali bisa dianalogikan dengan tingkatan sunah.
Artinya, apabila dilakukan berpahala, apabila tidak dilakukan tidak berdosa.
Persoalannya, banyak orang yang lebih memilih tidak beroleh pahala. Toh, mereka
tidak akan berdosa.
Selain ada tanda tempat duduk prioritas,
di Commuter Line ada tanda kereta khusus wanita dan di Transjakarta ada tanda
area khusus wanita. Jarang sekali penumpang yang mengabaikan tanda tersebut.
Kalaupun ada, bisa dipastikan, orang itu belum terbiasa menggunakan kedua moda
transportasi tersebut. Setelah diberitahu, biasanya orang itu akan segera
meninggalkan kereta khusus wanita pada Commuter Line atau area khusus wanita
pada Transjakarta.
Kata khusus
dalam KBBI Daring bermakna khas,
istimewa, atau tidak umum. Jadi, kereta khusus wanita atau area khusus
wanita bukanlah tempat umum. Hanya wanita saja yang boleh berada di tempat
tersebut. Selain wanita, berdasarkan ikon pada stikernya, hanya balita lelaki
saja diperkenankan ada di kereta khusus wanita atau area khusus wanita.
Apabila PT KAI memang bermaksud
memberikan tempat kepada (1) wanita hamil, (2) wanita yang membawa anak-anak,
(3) lansia, dan (4) penyandang cacat, pilihan kata khusus lebih tepat daripada prioritas.
Barangkali, tidak akan ada lagi orang di luar keempat golongan tersebut yang
duduk di tempat duduk berstiker: “Tempat Duduk Khusus”.
0 ulasan:
Catat Ulasan
Tinggalkan jejak sobat di sini