tag:blogger.com,1999:blog-70532417232767740602024-03-14T12:31:09.301+07:00penulis lepasDenny Prabowohttp://www.blogger.com/profile/09407160169211078259noreply@blogger.comBlogger37125tag:blogger.com,1999:blog-7053241723276774060.post-86732594940729513952017-03-04T14:43:00.000+07:002017-05-20T06:56:47.833+07:00Novel Pemuda dalam Mimpi Edelweis<strong>Penulis </strong>: Denny Prabowo<br />
<strong>Penerbit</strong> : Lingkar Pena Publishing House<br />
<strong>Cetakan</strong> : Pertama, Januari 2005<br />
<strong>Dimensi</strong> : 8 x 12 cm<br />
<strong>Jumlah Hlm</strong>. : vi + 134<br />
<br />
<img alt="" border="0" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5379692990518511698" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg41jqPeE4boRUQU-QvuPh2UCv-w3HUD1K5OR8t9W8xhnZ44mPrZa6mvzoe8SojRdKpIMVbbFy4_Ja0OpYzqwurQS1Bn0-lubXbw2sVgXEf3hkPLUvDSYdrMtgbfiy-RsAukfgUQ11DRU3Y/s320/Pemuda-dlm-Mimpi-Edelweis.jpg" style="float: left; height: 320px; margin: 0pt 10px 10px 0pt; width: 213px;" />Seorang Pemuda menghantui mimpi-mimpi Edelweiss. Membuat gadis itu merasa harus mencari jawaban. Ke gunung!<br />
Meski semula menentang, Fajar, abang gadis itu belakangan bersedia mendampingi Edelweiss dan Adinda, temannya, dalam sebuah pendakian.<br />
Sementara pikiran gadis itu masih disibukan dengan pemuda dalam mimpinya, kejadian-kejadian lain menimpa teman sekelasnya. Bimo bunuh diri karena cintanya ditolak Sisca. Sisca tewas dalam kecelakaan mobil. Lalu seorang gadis lain ditemukan mati tergantung di kamar mandi sekolah.<br />
Apa yang terjadi? Siapa pula cowok tampan di kelas yang kehadirannya membuat hati Edelweiss tidak tenang? Dan pemuda dalam mimpi-mimpi Edelweiss?<br />
Duh, begitu banyak teka-teki yang harus dijawab, sementara waktu terus berdetak. Ketika menemukan semua jawaban, Edelweiss justru sadar, dia kehabisan waktu!<br />
<strong><br /></strong>
<strong><br /></strong>
<strong><br /></strong>
<strong>Daftar Isi</strong><br />
<span style="color: blue;">episode 01: <a href="http://dennyprabowo.blogspot.com/2017/03/pemuda-dalam-mimpi-edelweis.html" target="_blank">Pemuda dalam mimpi Edelweiss</a></span><br />
<span style="color: blue;">episode 02: <a href="http://dennyprabowo.blogspot.com/2017/03/penggalan-penggalan-kisah-masa-lalu.html" target="_blank">PenggalanPenggalan Kisah Masa Lalu</a></span><br />
<span style="color: blue;">episode 03: <a href="http://dennyprabowo.blogspot.com/2017/03/kabut-mandalawangi-1.html" target="_blank">Kabut Mandalawangi 1</a></span><br />
<span style="color: blue;">episode 04: <a href="http://dennyprabowo.blogspot.com/2017/03/kabut-mandalawangi-2.html" target="_blank">Kabut Mandalawangi 2</a></span><br />
<span style="color: blue;">episode 05: <a href="http://dennyprabowo.blogspot.com/2017/03/kabut-mandalawangi-3.html" target="_blank">Kabut Mandalawangi 3</a></span><br />
<span style="color: blue;">episode 06: <a href="http://dennyprabowo.blogspot.co.id/2017/05/tragedi-cinta-bimo.html" target="_blank">Tragedi inta Bimo</a></span><br />
<span style="color: blue;">episode 07: Anak Baru di Kelas Edelweiss</span><br />
<span style="color: blue;">episode 08: Elegi Pagi hari</span><br />
<span style="color: blue;">episode 09: Skandal Cinta Abim</span><br />
<span style="color: blue;">episode 10: Pendakian ke Gunung Salak</span><br />
<span style="color: blue;">episode 11: Misteri Kematian Agnes</span><br />
<span style="color: blue;">episode 12: Kabut yang Tersingkap</span>Denny Prabowohttp://www.blogger.com/profile/09407160169211078259noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7053241723276774060.post-10198919207545012292017-02-24T07:30:00.000+07:002017-02-24T14:24:25.110+07:00Novel Misteri Rumah Hantu<br />
<div style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;">
<img alt="" border="0" height="400" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5379744536035885202" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiSBndhT7Zd6pIerAO_o1FRXK2wYhR6pm0V6J_EsYp2QQqBA6pzQ7Do9l_u61uetn4fDN4AOGMbaVjN2rIY4DpEK6bsPOTeisdGtlHjPKbWfojbCDt-zdxsIEZB2Mw0q2pK3j3Tx4rK5T0J/s400/kover+Misteri+Rumah+Hantu_img_0.jpg" style="float: left; height: 320px; margin: 0pt 10px 10px 0pt; width: 215px;" width="268" /></div>
<strong>Penulis :</strong> Denny Prabowo & Dhinny el Fazila<br />
<strong>Penerbit :</strong> Mitra Bocah Muslim<br />
<strong>Cetakan :</strong> Pertama, September 2006<br />
<strong>Dimensi :</strong> 8 x 12 cm<br />
<strong>Jumlah Hlm. :</strong>104 hlm<br />
<br />
Rumah besar itu berdiri persis di depan rumah Adji. Sudah bertahun-tahun nggak ada yang menempati. Oleh pemiliknya ditinggalkan begitu saja. Nggak ada yang tau pasti ke mana penguni rumah itu. Tapi dari cerita orang-orang sekitar, pemilik rumah itu ditangkap oleh polisi karena kasus penipuan. Isterinya yang ngerasa malu, akhirnya mengakhiri hidupnya dengan minum racun serangga. Makanya banyak yang percaya, kalau di rumah itu ada hantunya.<br />
<br />
Malam itu, dari jendela kamar, Adji, Ody, dan Amien melihat sesuatu yang mencurigakan di rumah seram itu. Apa yang dilihat mereka? Kejadian seru apa yang akan mereka alami? Yuk, kita baca pengalaman TRIO KOCAK dalam buku ini dengan mengklik daftar isinya di bawah ini.<br />
<strong><br /></strong>
<strong><br /></strong>
<strong><br /></strong>
<strong>DAFTAR ISI</strong><br />
<br />
<br />
<b><span style="color: blue;"><a href="http://dennyprabowo.blogspot.nl/2017/02/terkunci-di-kamar-mandi.html">Terkunci di Kamar Mandi</a><br /><a href="http://dennyprabowo.blogspot.nl/2017/02/menemukan-dompet.html">Dompet</a><br /><a href="http://dennyprabowo.blogspot.com/2017/02/misteri-rumah-hantu.html">Misteri Rumah Hantu</a><br /><a href="http://dennyprabowo.blogspot.com/2017/02/gara-gara-ketiduran-di-masjid.html">Gara-Gara Ketiduran di Masjid</a><br /><a href="http://dennyprabowo.blogspot.com/2017/02/pencuri-sandal.html">Pencuri Sandal</a><br /><a href="http://dennyprabowo.blogspot.com/2017/02/gara-gara-remot-kontrol.html">Gara-Gara Remot Control</a><br /><a href="http://dennyprabowo.blogspot.com/2017/02/sakit-perut.html" target="_blank">Berenang di Kali</a><br /><a href="http://dennyprabowo.blogspot.com/2017/02/sakit-perut.html" target="_blank">Sakit Perut</a><br /><a href="http://dennyprabowo.blogspot.com/2017/02/gerimis-di-hari-lebaran.html" target="_blank">Gerimis di Hari Lebaran</a></span></b><strong><br /></strong>Denny Prabowohttp://www.blogger.com/profile/09407160169211078259noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7053241723276774060.post-53311525391874744752017-02-09T14:09:00.000+07:002017-02-09T14:09:14.704+07:00Bertemu Malaikat MautCerpen Denny Prabowo<br />
Dimuat di Majalah Annida<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiknveMc5Qz6OZvAxNUX5UEA96OibK20r5iJX6xdX_q35eHi5sj3PeD83YFfyL3j96v04UfautWCa-0FBzPJzyNgvLP1qD-kvV2vFkylh2-GZxhDvVcm9sKMYRIos4flBlpf93K4tcJvbo8/s1600/Untitled.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="424" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiknveMc5Qz6OZvAxNUX5UEA96OibK20r5iJX6xdX_q35eHi5sj3PeD83YFfyL3j96v04UfautWCa-0FBzPJzyNgvLP1qD-kvV2vFkylh2-GZxhDvVcm9sKMYRIos4flBlpf93K4tcJvbo8/s640/Untitled.png" width="640" /></a></div>
<br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">Pagi menjelang siang. Di sebuah stasiun kereta. Aku duduk di bangku
peron stasiun yang jalurnya menerobos kampusku. Lelah. Masih ada dua mata
kuliah yang harus kuikuti sore nanti. Aku terpaksa harus kembali ke rumahku di <st1:place w:st="on"><st1:city w:st="on">Bogor</st1:city></st1:place>. Tugas dari dosen
intrumentasi industri yang seharusnya kuberikan pagi tadi, tertinggal di rumah.
Dosen memberi aku waktu sampai pukul tiga sore, kalau aku mau mendapatkan nilai
darinya. Aku kuliah di Fakultas MIPA, tingkat dua, jurusan instrumentasi
elektro.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">Sang bagaskara sedang merayapi dinding-dinding tebing hari. Masih
dua jam lagi sebelum ia sampai di puncak tertinggi hari. Entah karena terlalu
bersemangat atau apa, dengus nafasnya terasa begitu panas menyentuhi permukaan
kulit. Keringat mengalir seperti gerimis musim penghujan. Belum ada tanda-tanda
kereta akan tiba. Seharusnya, satu jam lalu, sudah ada kereta dari <st1:place w:st="on"><st1:city w:st="on">Jakarta</st1:city></st1:place> yang masuk stasiun
ini. Terlambat. Mungkin sebaiknya kata itu dihapuskan saja dari kosa kata
bahasa manapun. Sebab, akibat kata itu, orang sering harus menunggu. Padahal,
menunggu merupakan pekerjaan yang paling membosankan. Buang-buang waktu.
Sementara waktu, tak pernah dilahirkan dua kali. Jadi, waktu yang terlewat tak
mungkin diulang kembali. Dan bodohnya… kita sering tidak menyadari!<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">Tak banyak orang yang menunggu kereta pagi menjelang siang itu.
Stasiun lebih banyak diramaikan oleh kaum oportunis yang cermat melihat peluang
sekecil apa pun. Tak peduli halal ataupun haram, selama bisa disulap jadi uang,
sikat!<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">Seorang bocah lelaki pengamen menghampiriku. Berbekal tutup botol
bekas minuman ringan yang telah digepangkan dan di pakukan di ujung sebilah
bambu, ia melantunkan sebuah lagu. Lagu anak jalanan. Tak jelas siapa yang
menciptakan dan siapa pula yang pertama kali memopulerkannya… Lagu itu kerap
kudengar mengalun seadanya dari mulut para pengamen yang biasa mengais nafkah
di atas rel kereta. Aku memberikan koin limaratusan kepada bocah itu. Bocah
yang menurut perkiraanku berusia tak lebih dari 8 tahun itu, kemudian
menghampiri seorang ibu bertubuh subur yang duduk tak berapa jauh dariku. Ibu
yang laksana toko perhiasan berjalan itu hanya memberikan tangan kepadanya.
Bocah itu tampak sangat kecewa. Ia beranjak mendekati orang lain lagi.
Begitulah kehidupan yang mau tak mau harus mareka jalani.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">Tiba-tiba aku jadi teringat dengan salah satu bunyi butir dalam UUD
’45: ‘Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara negara’. Aku lupa pasal dan
ayat berapa. Nanti coba saja tanyakan kepada mahasiswa hukum tata negara. Atau
sekalian saja tanyakan kepada para pengurus negara yang di istana maupun yang
ada di gedung DPR. Tapi… mereka masih ingat tidak ya…? Aku ragu. Habis, masih
banyak fakir miskin dan anak terlantar yang berkeliaran di tiap-tiap sudut <st1:place w:st="on"><st1:city w:st="on">kota</st1:city></st1:place>. Kalau ‘menciptakan’
fakir miskin dan anak terlantar, tak sedikit keraguanku kepada mereka. Mereka
tak hanya mampu, tapi ahli dalam hal itu!<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">Suara peluit petugas peron membuyarkan lamunanku. <st1:place w:st="on"><st1:city w:st="on">Ada</st1:city></st1:place> rangkaian yang masuk. Aku beranjak dari
tempat duduk. Tak berapa lama, aku duduk kembali. Ternyata kereta itu datang
dari arah <st1:place w:st="on"><st1:city w:st="on">Bogor</st1:city></st1:place>.
Aku melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangan kananku, makin banyak
waktu yang terbuang.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">“Assalamu ‘alaikum!” Seorang lelaki muda bergamis hitam duduk di
sebelahku. Tubuhnya tinggi besar serupa atlit basket. Sorban yang melilit
kepalanya berwarna sama dengan baju yang dikenakannya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">“Wa’alaikum salam.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">“Menunggu kereta?” tanyanya basa-basi.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">Aku merengus dalam hati. Pikirnya apa yang sedang kulakukan di
sebuah stasiun kalau tak sedang menunggu kereta? Apa tampangku mirip dengan
pengamen-pengamen itu? Namun kujawab juga pertanyaannya dengan anggukan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">“Pulang kuliah?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">Dan untuk yang kedua kali aku menjawab pertanyaan lelaki itu dengan
anggukan. Kenapa orang harus menanyakan sebuah pertanyaan yang dia sendiri tahu
jawabannya? Tapi aku menghargai usahnya bersikap ramah kepadaku. Aku saja yang
mungkin terlalu lelah, jadi agak enggan menanggapinya. Tapi aku juga tak mau
dikatakan sebagai seorang yang sombong.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">“Pulang ke <st1:place w:st="on"><st1:city w:st="on">Bogor</st1:city></st1:place>?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">“Ya,” jawabku singkat.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">“Selalu naik kereta?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">“Selalu.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">“Berapa minggu ini saya juga selalu naik kereta. Sudah tugas. Saya
harus mengantarkan mereka.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">Mengerutkan kening, “Anda petugas kereta?” Karena penampilannya tak
seperti petugas kereta.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">“Saya bukan petugas kereta.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">“Siapa ‘mereka’ yang harus
anda antarkan, dan ke mana anda harus mengantarkan?” aku mulai tertarik
berbicara dengannya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">“Ah… aku tak bisa mengatakannya.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">Akhir-akhir ini aku memang kerap melihat pemuda itu di atas kereta.
Aku mengingatnya karena dia selalu menggunakan pakaian yang sama.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">Aku mengeluarkan bungkus rokok dari dalam saku jaketku. Mengambil
sebatang dan menyelipkannya di antara celah bibirku. Lalu menawarkan kepada
lelaki muda itu.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">“Terima kasih,” katanya, “saya tidak merokok.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">Aku menyelipkan kembali bungkus rokok ke dalam saku jaketku. Aku
menyulut rokok. Mengisap dalam-dalam lalu mengembuskannya perlahan. Asap rokok
mengepul mengepung wajahku. Lalu aku teringat dengan ibu dan kakak perempuanku.
Mereka tak pernah letih mengampanyekan bahaya asap rokok kepadaku. Dan
kata-kata mereka selalu sukses masuk telinga kanan untuk kemudian keluar lewat
telinga kiri pada saat yang bersamaan. Orang tak akan mati hanya karena
merokok, pikirku.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">“Tidak dalam waktu dekat ini, memang.” Lelaki muda itu berkata
seolah dia tahu apa yang ada di kapalaku. Aku menoleh memandangnya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">“Tapi lelaki itu,” menujuk seorang tuna wisma yang meski
terbatuk-batuk, masih saja menyumpal mulutnya dengan puntung rokok kretek yang
ditemukannya tergeletak di lantai stasiun. “Tak lama lagi dia akan menemui
ajalnya.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">“Anda seorang peramal?” lelaki muda itu hanya tersenyum.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">Dia beranjak menghampiri tuna wisma itu. Tuna wisama itu menggigil
ketakutan melihat dirinya. Kemudian entah apa yang dilakukannya, yang kulihat
dia hanya berdiri saja. Namun beberapa saat kemudian, kulihat tuna wisma itu
terkulai di lantai stasiun. Mulutnya mengeluarkan darah. Lelaki itu masih
berdiri di <st1:place w:st="on"><st1:city w:st="on">sana</st1:city></st1:place>
waktu kulihat orang-orang ramai mengerumuni tuna wisma itu. Kemudian dia
kembali duduk di sebelahku.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">“Apakah tuna wisma itu…” <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">Dia mengangguk.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<i><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">Innalillahi wa inna ilaihi raa’jiun</span></i><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">… ucapku dalam
hati.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">“Si… siapa kau?!”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">“Aku bukan siapa-siapa.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">Aku memandangi lelaki muda itu. Wajahnya dihiasi janggut tipis. Aku
baru menyadari kalau dia memiliki wajah yang amat rupawan. Kulit wajahnya
bersih bercahaya. Tapi sorot matanya dingin. <st1:city w:st="on">Ada</st1:city>
banyak misteri tersembunyi di <st1:place w:st="on"><st1:city w:st="on">sana</st1:city></st1:place>.
Sesuatu yang tak terjelaskan, namun kurasakan. Wajah itu menyimpan kengerian di
balik keelokan rupanya. Sesuatu yang berada di luar kefanaan! Dan aku merasa, dia
tak semestinya berada di sini. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">Terdengar lagi suara peluit petugas peron, tanda ada kereta yang
akan segera masuk. Dari arah <st1:place w:st="on"><st1:city w:st="on">Jakarta</st1:city></st1:place>,
tampak rangkaian kereta merayap perlahan di lintasan terdekat. Cukup lengang.
Malah, di beberapa gerbong terlihat banyak bangku yang masik kosong.
Orang-orang masih mengerumuni tuna wisma yang telah tak bernyawa itu.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">“Sebaiknya menunggu kereta berikutnya.” Lelaki itu memberiku saran.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">Saran yang aneh, pikirku. Kenapa aku harus membuang lebih banyak
lagi waktu… Aku beranjak dari kursiku. Kereta berhenti. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">“Hei, sebaiknya kaudengarkan aku!”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">“Kenapa aku harus mendengarkanmu?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">“Karena kau tak seharusnya berada di kereta itu!”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">Perkataan lelaki itu, sesaat membuat aku ragu. Namun saat kereta
mulai bergerak perlahan, aku melompat ke dalam kereta yang cukup lengang.
Kulihat wajah lelaki itu seperti tak percaya dengan keputusan yang kuambil.
Kereta melaju cepat. Aku mulai mempertanyakan keputusanku. Kata-kata lelaki itu
tentang tuna wisma tadi, membuat aku semakin ragu. Dalam hati, masih kusimpan
perkataan lelaki itu yang kini menjelma ribuan tanda tanya. Kenapa lelaki itu
merasa aku tak seharusnya berada di kereta ini?<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">Belum habis kebingunganku, dari tempatku, aku melihat sosok lelaki
muda itu berada di dalam gerbong terdepan.
Dia duduk di pinggir dekat pintu tengah. Padahal, aku yakin sekali, tadi saat
kereta bergerak menjauh, aku masih sempat melihatnya berdiri di stasiun!
Kecuali dia manusia yang memiliki kesaktian, mustahil dia bisa berada di atas
kereta ini. Kesaktian macam apa yang dimilikinya sehingga dia bisa berpindah
hanya dalam sekejap mata? Adakah manusia yang memiliki kesaktian semacam itu?
Atau barangkali, lelaki muda itu… bukan manusia?! Kemungkinan terakhir yang
terlintas di kepalaku, menggerakkan kakiku menuju gerbong tempat lelaki itu
berada.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">“Kau…”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">Kereta berhenti di stasiun Pondok Cina. Orang-orang bergegas naik.
Orang-orang bergegas turun. Sebab kereta hanya menyediakan waktunya sesaat.
Kemudian melanjutkan perjalanan ke stasiun berikut.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">Aku masih terpaku di hadapan lelaki itu. Mencari jawaban dari sinar
matanya. Dan lelaki itu akhirnya berkata,
“Kau sungguh ingin tahu siapa diriku?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">Kemudian dia menatapku dengan matanya yang dingin dan penuh
misteri. Bagai sebuah layar di dalam gedung bioskop, mata itu menyajikan sebuah
adegan dalam sebuah peristiwa yang sangat mengerikan. Aku bisa melihat dengan
jelas di matanya, dua rangkaian kereta yang melaju cepat dari arah berlawanan,
bertabrakan! Darah menggenang. Jerit kesakitan. Lalu mayat di mana-mana. Aku melihat
wajah sebagian orang-orang yang ada di atas kereta yang… kutumpangi?!<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">“Si… siapa kau sebenarnya?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">“Kau sudah tahu siapa aku,” katanya datar. “Sudah kukatakan, kau
tidak seharusnya berada di kereta ini…”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">“Kenapa?” Aku menuntut jawaban.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">“Akan tiba harinya bagiku untuk datang kepadamu. Tapi tidak hari
ini.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">Tubuhku bergetar. Bulu-bulu halus di sekujur tubuhku meremang.
Lelaki itu… ah, aku merasa seperti sedang berdiri di atas tumpukan mayat!<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">Kereta mengurangi lajunya. Bersiap memasuki stasiun Depok Baru. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">“Sebaiknya kau turun di sini!”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">Kereta berhenti dan beberapa penumpang segera turun, berebut pintu
dengan calon penumpang kereta yang sudah sejak tadi tak sabar menunggu ingin
naik kereta. Kupandangi wajah orang-orang yang baru naik. Dan wajah-wajah itu…
berubah mayat!<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">“Kenapa tak kaudengarkan perkataanku?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">“A-aku…,” mataku berkeliling memandangi satu persatu wajah-wajah
pera penumpang yang ada di gerbong itu. Tiba-tiba aku merasa harus
memperingatkan mereka. Aku berjalan ke tengah-tengah kereta.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">“Dengar! dengarkan semuanya!” aku berteriak lantang, “Kereta ini
akan bertabrakan! Kalian semua harus segara turun di stasun berikutnya kalau
tak ingin celaka!”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">Seluruh penghuni gerbong menatapi aku. Tatapan yang biasa mereka
layangkan ketika mereka berpapasan dengan orang gila. Mereka pikir aku sudah
gila?!<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">“Tidak! Kalian salah! Aku tidak gila!”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">Mereka malah menertawai aku.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">“Kasihan, ya…,” kata seorang ibu yang menggendong anaknya kepada
gadis di sebelahnya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">“Padahal masih muda…,” sahut gadis yang di sebelahnya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">“Ganteng-genteng kok, gila???” seorang bapak keheranan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">“Orang gila baru, barangkali…,” sahut pemuda di sebelahnya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">“Gila!” kata seorang pelajar es em u.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">“Dasar gila!” kata temannya yang lain.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">“Woi… Gila!” mereka semua menertawai aku.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">Gila? Mereka malah berpikir kalau aku ini gila. Padahal, aku sedang
berusaha menyelamatkan mereka dari maut yang sejak dari stasiun UI tadi, berada di atas gerbong ini! Takkah mereka
sadari?<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">Aku berlari ke gerbong belakang. Tanggapan mereka tak jauh berbeda.
Malah aku dilempari jeruk-jeruk busuk oleh pedangan jeruk.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">Lelaki muda itu mendekatiku. Kali ini dia berkata dengan
lembut,“Tak ada yang bisa kaulakukan. Tidak juga aku. Semua telah ditetapkan.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">Sekali lagi aku menatapi wajah-wajah di dalam gerbong yang belum
juga reda menertawai aku.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">“Apabila telah tiba waktu yang telah ditentukan bagi mereka,
tidaklah mereka dapat mengundurkannya barang sesaat, an tidak pula dapat
mendahulukannya<sup>1</sup>.” kata lelaki itu.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">Dan ucapan lelaki itu menyadarkan aku. Tak ada yang bisa aku
perbuat. Sejarah memang harus tertulis hari ini.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">Kereta berhenti di stasiun Depok Lama.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">“Turunlah!”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">Aku menyeret langkahku turun dari atas kereta. Masih terdengar
selentingan orang-orang itu membicarakan aku.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">“Sampai jumpa… kelak, kita pasti akan bertemu lagi,” kata lelaki
itu sesaat sebelum kereta bergerak meninggalkan stasiun Depok Lama, untuk
menghampiri takdir di depannya. Di mataku, kereta itu terlihat seperti sebuah
keranda, bersama sang maut di dalamnya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">Ya, kita pasti akan bertemu… aku mendesah. Lirih.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">Menit berikutnya…<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">“Brrraaaaaaaaakkkkkk…!!!”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">Suara benturan
terdengar keras sampai ke tempatku berdiri. Orang-orang segera berlari
menghampiri asal suara. Aku hanya diam membeku. Hilang bentuk. Tubuhku rasanya
tak berangka. Aku tak merasa perlu mencari tahu asal suara itu. Aku tak ingin
menyaksikan kengerian seperti yang kulihat di mata lelaki muda yang kini,
kuyakini sedang sibuk mencabuti nyawa pemilik nama yang tertulis di selembar
daun yang jatuh di kakinya.<o:p></o:p></span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: center; text-indent: 1.0cm;">
<b><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">***<o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">Lima tahun setelah kejadian itu.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">Aku terbaring di atas ranjang rumah sakit, dikelilingi wajah-wajah
tercinta. Bapak, ibu, kakak dan adik perempuanku yang masih di bangku <i>es de</i>. <st1:place w:st="on"><st1:city w:st="on">Ada</st1:city></st1:place> juga teman-temanku. Dari mulut mereka
terlantun kalam-kalam suci Ilahi.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">“Ibu sudah sering menasihatimu…,” katanya terisak.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">Ah, Ibu… seandainya saja dulu aku mau mendengar nasihatmu…<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">Dokter menemukan kanker bersarang di paru-paruku. Itu buah yang
harus kupetik karena rajinnya aku menanamkan nikotin di dalam rongga-rongga
pernafasanku.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">Dan saat itulah, aku kembali bertemu dengannya. Lelaki muda itu
masih mengenakan gamis hitamnya. Sorot matanya masih dingin seperti <st1:place w:st="on"><st1:city w:st="on">lima</st1:city></st1:place> tahun yang lalu. Dia
tersenyum kepadaku. Kubalas senyumnya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">“Assalamu ‘alaikum!”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">“Wa alaikum salam.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">“Aku datang menjemputmu.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-bidi; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-bidi;">Aku memejamkan mata. Berucap dalam hati, <i>Laa ilaaha illallaah…!</i><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
<br /></div>
<br /><div style="text-align: right;">
<span style="font-style: italic; font-weight: bold;"><br /></span></div>
<b><div style="text-align: right;">
<b><i>Mengenang Tragedi Ratu Jaya</i></b></div>
<i><div style="text-align: right;">
<b><i>Depok, Maret 2004</i></b></div>
</i></b>Denny Prabowohttp://www.blogger.com/profile/09407160169211078259noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7053241723276774060.post-39939790162064491252017-02-07T06:44:00.003+07:002017-02-10T13:24:14.656+07:00Terkunci di Kamar Mandi<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-align: justify; text-autospace: none;">
Novel Denny Prabowo & Dhinny el Fazhilah</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-align: justify; text-autospace: none;">
Diterbitkan oleh Mitra Bocah Muslim, 2006</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-align: justify; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiSBndhT7Zd6pIerAO_o1FRXK2wYhR6pm0V6J_EsYp2QQqBA6pzQ7Do9l_u61uetn4fDN4AOGMbaVjN2rIY4DpEK6bsPOTeisdGtlHjPKbWfojbCDt-zdxsIEZB2Mw0q2pK3j3Tx4rK5T0J/s320/kover+Misteri+Rumah+Hantu_img_0.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="640" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiSBndhT7Zd6pIerAO_o1FRXK2wYhR6pm0V6J_EsYp2QQqBA6pzQ7Do9l_u61uetn4fDN4AOGMbaVjN2rIY4DpEK6bsPOTeisdGtlHjPKbWfojbCDt-zdxsIEZB2Mw0q2pK3j3Tx4rK5T0J/s640/kover+Misteri+Rumah+Hantu_img_0.jpg" width="430" /></a></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-layout-grid-align: none; mso-pagination: none; text-align: justify; text-autospace: none;">
<br /></div>
Hari ini hari pertama puasa di bulan Ramadhan. Anak-anak SD Harapan Bangsa diliburkan selama seminggu termasuk si Amien, Adji, dan Ody. Sebenarnya di hari pertama ini, Amien, Adji, dan Ody sudah janjian mau jalan-jalan ke toko buku Gramedia setelah salat Zuhur nanti. Mereka janjiannya tadi malam, setelah salat tarawih pertama. Rumah Amien, Adji, dan Ody memang agak deket-deketan, masih satu RW. Cuma beda RT saja, jadi sholatnya juga di masjid yang sama.<br />
<br />
“Horeee…!!! Kita libur seminggu...!!” teriak Adji sambil jalan pulang dari salat tarawih di masjid menuju rumah masing-masing. <br />
<br />
Akhir-akhir ini Adji memang hobi teriak-teriak. Katanya buat latihan ngusir maling kalau ada yang berani masuk rumahnya, soalnya kemarin tetangga belakang rumahnya kemasukan maling dan yang punya rumah diam saja nggak berani teriak minta tolong waktu dimalingin, jadi tuh maling bisa kabur dengan sukses. <br />
<br />
Tapi Adji mikirnya yang punya rumah nggak teriak karena volume suaranya nggak kenceng-kenceng amat. Maklum, yang tinggal di situ cuma anak perempuan seumuran Adji dan neneknya. Bapak dan Ibunya sudah meninggal. <br />
<br />
Jadi gara-gara itu Adji rajin latihan teriak-teriak. Kemarin pagi waktu ibunya manggil tukang sayur, Adji dengan sukarela teriak-teriak manggilin tuh abang sayur sampai abangnya kaget dan mau pingsan. <br />
<br />
Untungnya nggak jadi pingsan setelah liat yang manggil ternyata Adji yang imut-imut alias item mutlak. Adji jadi merasa beruntung punya wajah imut-imut, tapi kakaknya yang laki-laki suka bilang kalau Adji tuh amit-amit, memang apa sih bedanya amit-amit dan imut-imut? Adji sih nggak pernah mikirin mau amit-amit apa imut-imut, yang penting bisa hidup sudah alhamdulillah kok.<br />
<br />
Trus balik lagi soal Adji, Amien, dan Ody yang baru pulang tarawih, setelah Adji teriak begitu, Amien jadi terinspirasi buat ngajak kedua temennya ini jalan-jalan ke toko buku Gramedia, kebetulan Ody kan memang suka banget baca, sekalian mereka bisa jalan-jalan ngisi waktu sambil nunggu bedug magrib biar nggak lapar-lapar banget. <br />
<br />
“Eh, gimana kalau besok siang-siang kita ke Gramed (panggilan akrabnya Gramedia)? Lumayan kan sambil nunggu bedug,” usul Amien.<br />
<br />
“Asyyyiiik….!!! Kita jalan-jalan…!” kata Adji sambil teriak.<br />
<br />
“Adji, gak usah pake teriak kenapa sih? Orang-orang pada nengok tau!” kata Amien yang diikuti tatapan aneh dari seorang mbak-mbak. Mungkin dia kaget dengar teriakan Adji yang tiba-tiba. Atau mungkin mbak-mbaknya ngeliatin karena pengen diajak jalan-jalan ke Gramed juga? Who knows? <br />
<br />
Tapi yang jelas mbak-mbak itu jadi kepentok tiang listrik gara-gara ngeliatin Adji. Adji yang ngeliat mbak-mbaknya ketabrak tiang spontan ketawa ngakak keras-keras, nggak kalah keras sama teriaknya waktu manggil abang sayur yang bikin abang sayurnya mau pingsan. Amien langsung membungkam mulut Adji pake kedua tangannya. Mbak-mbaknya langsung pergi sambil misuh-misuh.<br />
<br />
“Adji! Nggak sopan tau!” bentak Amien.<br />
<br />
“Yah, maaf deh…” ucap Adji nyesel, dia jadi inget pesan bapaknya kalau kita nggak boleh tertawa diatas penderitaan orang lain. Tapi masa’ sih mbak-mbaknya menderita cuma gara-gara kepentok tiang listrik? Batin Adji.<br />
<br />
“Heh, kok abis ngetawain orang malah bengong? Gimana nih? Jadi nggak besok kita ke Gramed?” tanya Amien.<br />
<br />
“Jadi dong,” jawab Adji mantap<br />
<br />
“Kamu gimana, Dy? Setuju nggak?” tanya Amien lagi, kali ini pada Ody.<br />
<br />
“Ok, lagian juga ada buku yang mau aku cari,” jawab Ody kalem seperti biasa.<br />
<br />
“Jadi besok kita janjian di mana jam berapa?” tanya Ody lagi.<br />
<br />
“Kalian jemput ke rumah Amien setelah salat Zuhur mau gak? Soalnya besok giliran Amien jaga warung, jadi Amien harus jaga warung dulu pagi-paginya.”<br />
<br />
“Sip! Abis salat Zuhur, kita ketemu di rumah Amien. Setuju?” tanya Adji. Tapi kali ini tidak ada yang menjawab. Adji mengulang pertanyaannya, tapi kali ini khusus untuk Ody.<br />
<br />
“Setuju nggak, Dy?” tanya Adji, lagi. Kali ini dengan nada agak sedikit memaksa.<br />
<br />
“Oke, oke, bos!” jawab Ody.<br />
<br />
Sampai di pertigaan, mereka pun berpisah. Adji lurus, Amien ke kiri, Ody ke kanan. Mereka pun berjalan menuju rumah masing-masing.<br />
<br />
<div style="text-align: center;">
***</div>
<br />
Jarum panjang di jam dinding kamar Adji sudah di antara angka sepuluh dan sebelas, sedangkan jarum pendeknya sudah di angka enam. Itu artinya, jam berapa coba? (pintar! Eh, berapa jawabannya? Setengah sebelas yang bener). <br />
<br />
Tapi Adji yang seharusnya sudah bangun dari tadi, ternyata masih tidur-tiduran ngelungker kayak uler di atas pager, eh, di atas kasur ding (hihihi, emangnya Adji apaan tidur di atas pager?). <br />
<br />
Apa pasal yang membuat Adji masih tidur-tiduran ngelungker kayak uler? Yang jelas bukan pasal 29 ayat 1 yang isinya menyatakan bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Terus pasal apa yang membuat Adji masih tidur-tiduran di kasur? <br />
<br />
Usut punya usut, ternyata tadi pagi Adji nggak bangun sahur. Tuh anak memang paling getol molor! Makanya sekarang dia ngerasa lapar dan lemas banget. Padahal tadi pas sahur ibunya sudah melakukan segala cara buat ngebangunin Adji. Mulai dari memercikkan air ke muka Adji, sampai ngeguyur air sebaskom ke badan Adji. Mulai dari ngilik-ngilik hidung Adji pake bulu ayam, sampai ngitik-ngitik kaki Adji pake ayam beneran. Tapi sayangnya tetap saja Adji nggak bangun. <br />
<br />
Gara-garanya semalem abis pulang tarawih Adji nonton film Cina di TV sampai jam dua belas malam. Maklum, besok libur. Kalau besok sekolah kan Adji harus tidur cepet-cepet. Biasanya jam sembilan saja Adji sudah diusir-usirin ke kamar sama bapaknya, disuruh tidur. Tapi tadi malam, Bapak sudah tidur duluan. Jadi Adji keenakan nonton sampai malam. Eh… nggak taunya malah nggak bisa bangun sahur. Adji jadi nyesel kenapa nggak tidur cepet-cepet. <br />
<br />
Karena Adji ngerasa bener-bener lemas dan lapar, ditambah ngantuk pula yang bikin lengkap penderitaan, akhirnya jadilah dia masih tidur-tiduran sampai sesiang ini. Sesekali dia mengintip keluar. Tidak ada siapa-siapa. Ayahnya bekerja. Ibunya juga. Abangnya kuliah. <br />
<br />
Adji benar-benar tidak tahan lagi. Perutnya belum diisi sejak tadi malam. Sebab tadi malam sepulang tarawih bersama Amien dan Ody, Adji langsung nonton TV tanpa makan dulu. Alhasil, makan malam tidak, sahur pun tidak. Jadilah perut Adji berbunyi keras sekali tanda kelaparan.<br />
<br />
Tiba-tiba ia merasa ingin buang air kecil. Ia bangkit dari tempat tidurnya. Adji langsung ngacir ke kamar mandi. Mengunci pintu, kamar mandi lalu pipis. Saat memutar kran air, ia melihat air mengucur deras dari keran. Air itu kelihatan dingin dan enak. Air liur Adji menetes. Ia tergoda. Minum nggak ya? Mumpung nggak ada orang. Pikir Adji.<br />
<br />
Akhirnya ia memutuskan mencicipi sedikit. Slurp.. ia minum dari gayung. Ahh...ternyata nikmat. Akhirnya Adji minum lagi, lagi, dan lagi sampai perutnya kembung. Setelah puas minum air di bak, ia hendak membuka pintu untuk keluar. Ia memutar kunci pintu kamar mandi untuk membukanya. Tiba-tiba kunci pintu kamar mandi rusak. <br />
<br />
Adji masih mencoba memutar-mutar kunci pintu kamar mandi pelan-pelan. Tubuhnya sudah berkeringat dingin karena panik. Jantungnya berdegup lebih kencang dan lebih keras seperti orang habis lari. Ia panik setengah mati. Ah, gagal lagi! Adji mencoba lagi, memutar kunci pelan-pelan, tapi tidak berhasil. Adji hanya bisa pasrah. Di rumah sedang tak ada orang.<br />
<br />
<div style="text-align: center;">
***</div>
<br />
Sementara itu, di rumah Amien, Amien dan Ody sedang menunggu Adji. Sekarang sudah jam setengah satu, kemarin kan mereka janjian di rumah Amien untuk jalan-jalan ke Gramed usai salat Zuhur. Makanya sekarang Amien dan Ody menunggu Adji datang ke rumah Amien.<br />
<br />
“Kok Adji nggak dateng-dateng ya, Dy?” <br />
<br />
“Tau tuh, lupa kali. Adji kan pelupa,”<br />
<br />
“Masa sih dia lupa?” Amien heran.<br />
<br />
Mereka semua gak ada yang tau kalau Adji kekunci di kamar mandi!<br />
<br />
Huaaaaa... rasain![]<br />
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<div style="text-align: center;">
<b><a href="http://dennyprabowo.blogspot.com/2017/02/menemukan-dompet.html" target="_blank">CERITA SELANJUTNYA >>></a></b></div>
Denny Prabowohttp://www.blogger.com/profile/09407160169211078259noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7053241723276774060.post-3995361191047450392017-02-06T11:07:00.002+07:002017-02-06T11:09:51.114+07:00Pohon Sagu di Tengah HutanOleh Denny Prabowo<br />
<div>
Diterbitkan oleh Balai Pustaka, 2011</div>
<div>
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhK_Zr7RR531Pv2Ca_HCSxwyFo7BfAOvC0CZRcTkUO7GJ1VKJ29IbIW_NLYnvFXh3AvY3wfRXXajxt8NGUSu_0pk0ripZ-XkbDMSp1sLwgdEif5qfEwmxsZ6niyToD-gpnApUqeYkmIuV1z/s1600/Untitled.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="640" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhK_Zr7RR531Pv2Ca_HCSxwyFo7BfAOvC0CZRcTkUO7GJ1VKJ29IbIW_NLYnvFXh3AvY3wfRXXajxt8NGUSu_0pk0ripZ-XkbDMSp1sLwgdEif5qfEwmxsZ6niyToD-gpnApUqeYkmIuV1z/s640/Untitled.png" width="589" /></a></div>
<div>
<br />
<br />
“Apa yang terjadi Miripu?” tanya Omaoma seolah mengetahui ada sesuatu yang telah terjadi dengan warganya.<br />
<br />
“Anak lelaki saya, Oma,” kata Miripu dengan suara berat.<br />
<br />
“Ada apa dengan anak lelakimu, Miripu?” tanya Omaoma lagi, “Apa yang sudah dilakukannya hingga kalian kembali ke Nariki lebih cepat?”<br />
<br />
“Anak lelaki saya melanggar adat Kipya, Omaoma,” terang Miripu, “ia mengajak gadis-gadis Kipya tanpa sepengetahuan orang tuanya. Mereka pergi mencari cacing laut.”<br />
<br />
Omaoma tampak terkejut mendengar penjelasan Miripu. Sebagai seorang wanita, tentu ia juga merasa malu dengan perbuatan anak lelaki Miripu. <br />
<br />
Berita tentang pelanggaran adat yang dilakukan anak lelaki Miripu menyebar ke seantero dusun. Masyarakat Nariki merasa malu. Namun, mereka tak mengucilkan Miripu dan keluarganya. Setiap orang tentu pernah berbuat salah, dan Miripu beserta keluarganya sudah mendapat hukuman atas keslahan itu.<br />
<br />
Rupanya, peristiwa itu benar-benar berdampak hebat bagi Omaoma. Sebagai pemimpin orang Nariki, ia merasa harus mempertanggungjawabkan kesalahan warganya. <br />
<br />
Ketika malam telah larut, diam-diam Omaoma meninggalkan honainya. Ia masuk ke dalam hutan sagu. Tak ada seorang pun yang mengetahui kepergian Omaoma termasuk Pasay, adiknya.<br />
<br />
Pagi hari, ketika Pasay hendak menghidangkan makanan untuk Omaoma, ia tak menemukan kakaknya itu. Pasay kemudian keluar. “Omaoma hilang! Omaoma hilang!”<br />
<br />
Maka gemparlah masyarakat Nariki. Mereka berusaha mencari pemimpin mereka yang hilang. Tak ada seorang pun yang berhasil menemukannya.<br />
<br />
“Sudah Mama mencari di honainya,” tanya salah seorang warga Nariki pada Pasay, “barangkali Omaoma meninggalkan pesan di suatu tempat.”<br />
<br />
Pasay dan beberapa warga Nariki segera menuju honai Omaoma. Mereka mencari-cari petunjung dalam honai. Miripu bersama anaknya turut mencari.<br />
<br />
“Lihat itu!” ucap Miripu menunjuk tulisan di dinding honai Omaoma. “Sepertinya itu pesan dari Omaoma.”<br />
<br />
Tulisan itu berbunyi, “Ingat wahai anak cucuku. Jika kemudian hari kalian menebang pohon sagu, tinggalkanlah beberapa batang. Jangan ditebang semua. Carilah tempat lain, biarkan pohon sagu di tempat itu tumbuh kembali. Kalian tak akan kehabisan makanan.”<br />
<br />
Pasay dan Miripu merasa bersedih atas kepergian Omaoma. Begitu juga dengan seluruh warga Nariki. Mereka percaya bahwa Omaoma pergi ke hutan sagu dan menjelma menjadi pohon sagu di sana.<br />
<br />
Hingga hari ini, pesan Omaoma masih dijalankan oleh keturunannya. Begitulah kisah pohon sagu yang penuh hikmah.</div>
<div>
<br /></div>
<div style="text-align: center;">
<b><a href="http://dennyprabowo.blogspot.com/2017/02/kisah-pohon-sagu-hukuman-untuk-anak.html" target="_blank"><<< Cerita Sebelumnya</a> - <a href="http://dennyprabowo.blogspot.com/2017/01/kisah-pohon-sagu.html" target="_blank">Cerita Awalnya >>></a></b></div>
Denny Prabowohttp://www.blogger.com/profile/09407160169211078259noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7053241723276774060.post-22069029945487547722017-02-06T07:24:00.000+07:002017-02-06T07:28:55.011+07:00Love Messages #12Oleh De Zha Voe<br />
Diterbitkan oleh Aditera<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi6lUEDI2fiqOS2CsDmxyPjuLT-3MZWWQAipORQDnwaGPgw95dH4hPSE2I4g7ohEarP457K1_-xUqUK84bsoplIxycgQy9eIJTrMgvUbxqhu1IgS3UWAhzpjz9prAJ69GL3MWLdvrRVO9X2/s1600/Love-Message-by-De-Zha-Voe.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="509" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi6lUEDI2fiqOS2CsDmxyPjuLT-3MZWWQAipORQDnwaGPgw95dH4hPSE2I4g7ohEarP457K1_-xUqUK84bsoplIxycgQy9eIJTrMgvUbxqhu1IgS3UWAhzpjz9prAJ69GL3MWLdvrRVO9X2/s640/Love-Message-by-De-Zha-Voe.jpg" width="640" /></a></div>
<br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">Argi membenamkan kapalanya di</span><span lang="IN"> </span><span lang="IN">bawah bantal. </span>Ia b<span lang="IN">erusaha membunuh
kemarahannya </span>ke<span lang="IN">pada Bagas. Tapi… kenapa harus marah sama Bagas? Apa salah Bagas?
Bukan, bukan Bagas. Sebenarnya bukan Bagas yang membuat Argi kesal. Tapi
ramalan bintang itu! Ramalan bintang di majalahnya itu yang membuat Argi
menanam harapan </span>ke<span lang="IN">pada Bagas. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> <i>Uh…
gue bego banget sih bisa percaya sama ramalan-ramalan itu! Pangeran? Kuda
putih? Seikat bunga? Nyatanya?<o:p></o:p></i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> Telepon rumahnya berdering. Disusul
langkah-langkah kaki. Gak berapa lama terdengar suara ketukan di pintu
kamarnya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Argi ada telepon tuh dari Dini!”
kata Bunda.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> Argi tidak menggubrisnya. Entah
sudah kali ke berapa Bunda mengetuk pintu kamarnya. Argi masih bergeming dari
ranjangnya. Ketukan Arga pun tidak dihiraukan. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Argi elo bunuh diri ya?” jerit Arga
dari belik pintu kamar Argi, “Tunda dulu deh bunuh dirinya! Setidaknya satu
bulan. Elo kan masih punya utang sama gue. Jangan melarikan diri gitu dong! Gue
udah ngejalanin tugas dengan baik, nih! Mau denger laporannya gak?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> Argi teringat dengan Lelaki
Terindah. Dia beranjak dari ranjang tidurnya</span>, lalu m<span lang="IN">embuka pintu kamarnya. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “<i>Alhamdulillah</i>!”
ucap Arga. “Jadi juga gue makan gratis di kantin selama sebulan penuh…”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Huh!” Argi merengus, “Elo tuh, yang
dipikirin cuma perut doang. Bukan prihatin sama nasib adenya!”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Hehehe... “ Arga meringis, “Ya,
udah elo cerita sama gue, apa yang membuat kembaran gue jadi porak-poranda
kayak bangunan liar yang baru saja diratain sama <i>bulldozer</i>?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Si Bagas!”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Eh, elo diapain sama si Bagas?” Arga
sok cemas, “Elo gak diperkosa kan sama dia? Liat aja tuh anak kalo berani
macem-macemin ade gue!”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Emang mau elo apain, Ga?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Mau gue bilangin Bunda! Biar nanti
dicubit sampe merah!”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Hahaha…” Argi tertawa melihat
tingkah Arga yang sok diimut-imutin.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Nah, kan... akhirnya bisa ketawa.
Gue demen kalo ngeliat elo ketawa. Jadi keliatan cakep!”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Masa sih, Ga? Emang gue cakep?”
Arga mengacak-acak rambut Argi. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “<i>Yeah…</i>
setidaknya lebih cakep dari Bik Sumi! Hihihi…”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Makasih ya, Ga…udah menghibur gue.”
Argi menggelendot manja di tangan Arga. Seumur-umur, baru kali itu dia merasa
punya seorang kakak. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">“Eh, elo belom cerita soal Bagas. Apa yang dia lakukan
sampe seorang Argi yang biasanya cerah-ceria jadi mendung begini?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Ramalan bintang!”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Ramalan bintang?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Iya. Ramalan bintang di majalah <i>Komo Girl</i>” Argi mengambil majalah <i>Komo Girl </i> miliknya. Menunjukannya pada Arga.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Pangeran dengan kuda putih? Si
Bagas? Hahaha!” Arga tertawa terkekeh-kekeh, “Elo juga sih, percaya sama
bagituan!”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Udah deh… gak usah ngejek gitu!”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Mana <i>printout</i>nya?” Argi menyodorkan telapak tangannya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Ehm…”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Mana?” Argi menadahkan tangannya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Hehehe…” Arga sok garuk-garuk
kepala.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Gak usah nyengir-nyengir gitu deh!”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Gue lupa nge<i>print</i>in, Gi?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Aduh… elo gimana sih?!”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Tapi intinya, dia mau ketemu sama
elo.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Yang bener, Ga?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Bener!” tegas Arga, </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Kapan? Di mana?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Di bisoskop 21 century. Selepas
sekolah. Besok!”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Elo nggak bohong kan, Ga?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Buat apa sih gue bohong sama elo?
Dosa tau!”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Tengkyu ya, Ga!” Argi mendaratkan
ciuman ke pipi Arga. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Tapi, Gi... kayaknya dia tau deh
kalo yang <i>chatting</i> sama dia gue...”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Sebabnya?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Dia terus-terusan nyebut nama gue.
Arga. Bukannya Argi.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Masa sih, Ga?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> <i>Krosek…<o:p></o:p></i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Ssstttt…!” Arga menempelkan
telunjuk di bibirnya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> Perlahan mereka menapaki lantai,
merapat ke jendela. Menyingkap tirai. Nampak oleh mereka sesosok bayangan
berjalan mengendap-endap di pekarangan depan rumah yang hanya diterangi cahaya
lampu 5 watt.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Maling!” bisik Arga di telinga
Argi.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Gimana, nih?” Argi ketakutan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Ambil golok, gih!”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Ih, serem amat. Sapu lidi aja, ya?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Emangnya kita mau nyapu halaman?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Apaan, dong?!”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Apaan aja deh!”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> Argi pergi ke halaman belakang
rumahnya, mengambil sebilah kayu dan sebuah bambu bekas tiang bendera. Lalu
lekas dia kembali ke ruang depan. Memberikannya kepada Arga.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Siap?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> Argi mengangguk-angguk. Dia berdiri
di balik punggung Arga.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Satu…”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">“Gak perlu telepon polisi nih?” Argi menarik-narik kaos
Arga.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">“Dua…”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Bangunin Bik Sumi aja deh!” usul
Argi masih sambil narik-narik kaosnya Arga.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Ti…”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Arga…”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Serbuuuu!!!!!!”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Seraaaanggg!!!”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> Arga dan Argi merangsak keluar
dengan tiba-tiba. Mengayun-ayunkan kayu dan bambu.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> Bag! </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 36.0pt; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">“Adaow!”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">Bug!</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 36.0pt; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">“Aduuh!” </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">Bag!</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 36.0pt; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">Gumbrang! </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 36.0pt; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">Bug!</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 72.0pt; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">Pletak!</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 108.0pt; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">Bag! </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 144.0pt; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">Jdug!</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Ampuuunnnn!!!!” jerit sesosok
bayangan, “Saya bukan maling! Saya bukan maling!”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> Argi dan Arga menghentikan
serangannya. Keduanya saling berpandangan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Seperti…”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Mas Gino?!?!”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> Penjual mie ayam yang biasa mangkal
di ujung gang rumah memegangi kepalanya yang penuh benjol di sana-sini. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> Bunda dan Bik Sumi juga tetangga
sebelah-sebelah rumah pada bangun semua mendengar kegaduhan itu. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Saya cuma mau memberikan ini buat
Sumi…” Mas Gino menyodorkan setangkai mawar merah.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Jadi selama ini… </span>M<span lang="IN">as Gino yang suka naro
bunga mawar di meja ya?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> Mas Gino mengangguk-angguk sambil
menyerahkan mawar yang sudah patah-patah tangakainya kepada Bik Sumi. Bik Sumi
merasa terharu.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Maukah kamu menikah denganku?”
tanya Mas Gino sambil megangin kepalanya yang benjol-benjol.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Huuuuu…!” sorak semua yang
manyaksikan adegan itu, sebelum mereka bertepuk tangan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> Bik Sumi mengangguk malu-malu.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Horeeeeee!!!!”</span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: center;">
<b><span lang="IN">***<o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">Argi bolak-balik melirik arloji tangannya. Tiga puluh menit
berlalu sia-sia. Belum juga menampakan tanda-tanda kalau cowok yang dinantinya
bakalan datang. Dia duduk di bangku tunggu persis di depan loket satu.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">Mata Argi tertumbuk pada seorang cowok yang wajahnya sudah
sangat akrab sedang celingukan di depan pintu masuk lobby. Dava? Ah, mau apa
dia di sini? Jangan-jangan dia…</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">“Dava!” Argi melambaikan tangannya kepada Dava. Cowok
duplikat Delon itu nampak keheranan melihat Argi di sana. Ragu-ragu dia
menghampiri Argi.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">“Lagi ngapain di sini?” tanya Dava.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">“Gue lagi nunggu seseorang.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">“Sama dong.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">“Siapa?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">“Sodara lo!”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">“Arga?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">“Iya.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">“Si Arga kok gak ngomong ya, kalo janjian sama elo?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">“Masak sih?” tanya Dava, “Apa dia lupa ya?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">“Elo SMS aja.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">Dava mengetik SMS di Hp-nya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN" style="font-family: "courier new";">Aq da smpe di bioskop21. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN" style="font-family: "courier new";"> Sent to: Arga 081802901697<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">Gak lama berselang Hp-Argi bergetar. Ada SMS masuk</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN" style="font-family: "courier new";">Aq da smpe di bioskop21. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "courier new";"> Sender:
Lelaki Terindah +62815693142<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 36.0pt; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN" style="font-family: "courier new"; mso-bidi-font-weight: bold;">Sent: 20Jun 2005 13:15:53<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> Argi
mengerutkan kening. Matanya berkeliling mencari-cari. Buru-buru dia me<i>reply</i> SMS dari Lelaki Terindah itu.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> </span><span lang="IN" style="font-family: "courier new"; mso-bidi-font-weight: bold;">Aq jg da
smpe. Skrag ada di bangku dpn <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN" style="font-family: "courier new"; mso-bidi-font-weight: bold;">loket
1. Km nunggu di mana?<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 36.0pt; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN" style="font-family: "courier new";">Sent
to: Lelaki Terindah +62815693142<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> <i>Ringtone</i>
Hp Dava mengudara. Ada SMS yang masuk ke <i>inbox</i>nya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> </span><span lang="IN" style="font-family: "courier new"; mso-bidi-font-weight: bold;">Aq jg da smpe.skrng
ada di bangku, dpn <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN" style="font-family: "courier new"; mso-bidi-font-weight: bold;">loket
1. Km nunggu di mana?<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 36.0pt; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN" style="font-family: "courier new";">Sender:
Arga 081802901697<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 36.0pt; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN" style="font-family: "courier new"; mso-bidi-font-weight: bold;">Sent: 20 Jun 2005 13:17:06<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 36.0pt; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Lho?”
Kening Dava berlipat lima!<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Kenapa,
Dav?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Orangnya
udah di sini, katanya nunggu di depan loket satu.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Di
sini?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Iya!”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> Tiba-tiba
keduanya terdiam, seperti menyadari sesuatu. Perlahan mereka memutar kepala,
saling berpandangan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Elo…”
ucap keduanya nyaris bersamaan.<o:p></o:p></span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: center;">
<b><span lang="IN">***<o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">“Huahahahaha…!”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> Di dalam kamarnya, Argi tertawa
terbahak-bahak mengingat peristiwa siang tadi. Bunda jadi takut sendiri. Arga
yang khawatir, melihat tingkah saudara kembarnya yang mirip orang kesurupan, segera
menghampiri.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Heh!” tegur Arga, “Elo kesurupan
ya?!”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Iya,” kata Argi di sela tawanya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> Arga segera komat-kamit melafalkan
doa-doa, sambil menekan-nekan tengkuk Argi. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Hus! Enyah! Minggat Jauh-jauh!”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> Tawa Argi makin menjadi-jadi. Arga
jadi bingung sendiri.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Elo kesurupan setan apa sih, Gi?
Kok jadi hore begini?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Dava!”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Dava?” Arga menggaruk-garuk
rambutnya yang awut-awutan karena belum sempat di sisir selepas mandi tadi.
“Yang anak SMU Cakra itu kan, Gi?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Iya!” tegas Argi, “Yang ganteng, tinggi,
kulitnya putih, dan jawara di lapangan basket!”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Kenapa sama dia?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Ternyata, Dava Lelaki Terindah yang
selama ini suka ngirim pesan-pesan cinta ke gue!”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Ooo… jadi dia orangnya?” Arga
mangut-mangut, “terus, di mana letak lucunya? Harusnya elo senang atau apa
gitu, bukannya malah ketawa!”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Ga, si Dava itu kirim SMS bukan
buat gue!”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Lho? Jadi buat siapa?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Buat seseorang dengan inisial AD!”
terang Argi, “Tapi bukan Argi Dahlia!”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Kalo bukan elo siapa?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Dia nulis pesan-pesan cinta itu
buat…” Argi menggantung ucapannya, membuat Arga jadi penasaran.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Siapa sih, Gi?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Arga Damara!”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Lho, itu kan nama gue, Gi?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Emang! Emang elo! Dia ngirimin
pesan-pesan cinta itu buat elo!”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Hah??? Tapi dia kan…”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> Argi mendekatkan bibirnya ke teling Arga,
membisikan sesuatu.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “APAAAA…?!?!?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Iya!”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Dia suka sama…”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Huahahaha…!!!”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Hihihihihi…!!!”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Hehehehe....!!!”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> Byuuuurrrrr... bunda menyiram
keduanya dengan air sember, sambil mulutnya komat-kamit melafalkan doa pengusir
syetan.</span></div>
<br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Bundaaaa!!!!” seru Arga dan Argi
berbarengan. <b>taMat</b> </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"><b><br /></b></span></div>
<b></b><br />
<div style="text-align: center;">
<b><b><a href="http://dennyprabowo.blogspot.co.id/2017/02/love-messages-11.html" target="_blank"><<< Cerita Sebelumnya</a> - <a href="http://dennyprabowo.blogspot.co.id/2017/01/love-massages-1.html" target="_blank">Cerita Awalnya >>></a></b></b></div>
<b>
</b>Denny Prabowohttp://www.blogger.com/profile/09407160169211078259noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7053241723276774060.post-19417939798919218502017-02-05T11:46:00.002+07:002017-02-05T12:03:48.041+07:00Kisah Pohon Sagu: Hukuman untuk Anak Lelaki MiripuOleh Denny Prabowo<br />
<div>
diterbitkan oleh Balai Pustaka, 2011</div>
<div>
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh9MtqNubpHb7kRnjjTFwwY6tnYBIslgULEDcYHv7woR8HzuSHkBck2Bla1jj_0mXidtKAX4oET4dEe0cvfLqOodRkd7eum82cjlh_TMxLS1mb2xIOI1GgEpBSMoPW5aKWXSzcEHFdXOg00/s1600/Untitled.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="640" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh9MtqNubpHb7kRnjjTFwwY6tnYBIslgULEDcYHv7woR8HzuSHkBck2Bla1jj_0mXidtKAX4oET4dEe0cvfLqOodRkd7eum82cjlh_TMxLS1mb2xIOI1GgEpBSMoPW5aKWXSzcEHFdXOg00/s640/Untitled.png" width="456" /></a></div>
<div>
<br />
<br />
Sepanjang malam Kepala Suku memikirkan hukuman bagi anak lelaki Miripu. Pagi harinya ia pergi keluar menemui warganya. Miripu dan anak lelakinya juga turut hadir di sana. Pagi ini hukuman atas pelanggaran adat Kipya akan diputuskan.<br />
<br />
Semua yang hadir di sana diam. Suasanya menjadi hening. Kepala Suku lengkap dengan pakaian adatnya, berdiri di hadapan mereka.<br />
<br />
“Sudaraku semuanya,” ujar Kepala Suku membuka pembicaraannya, “semalam saya menunggu petunjuk dari Yang Kuasa. Permasalahan ini bukan hal yang mudah. Anak lelaki Miripu telah melanggar adat yang telah ditetapkan sejak zaman nenek moyang kita. Namun, biar bagaimana pun, kita tak boleh melupakan jasa-jasa Miripu.”<br />
<br />
Semua yang hadir di tempat itu berusaha mendengarkan perkataan Kepala Suku dengan serius. Tak ada suara yang keluar dari mulut mereka. <br />
<br />
“Kesalahan yang dilakukan oleh anak lelaki Miripu,” lanjut Kepala Suku, “tak lepas dari kesalahan orang tuanya juga. Sudah semestinya, Miripu dengan istrinya mengajari adat Kipya kepada anak mereka.”<br />
<br />
Warga yang hadir mengangguk-angguk. Mereka seperti setuju dengan perkataan Kepala Suku mereka.<br />
<br />
“Jadi, saya memutuskan,” kata Kepala Suku, “Miripu beserta istri dan anak lelaki mereka untuk meninggalkan Kipya. Mereka tidak diperbolehkan datang lagi ke tempat ini. Aku tahu ini berat bagi mereka, tapi itulah keputusan terbaik yang dapat saya berikan dengan mempertimbangkan jasa-jasa Miripu bagi orang-orang Kipya.”<br />
<br />
Setelah mendengar keputusan Kepala Suku, warga Kipya satu persatu meninggalkan tempat pertemuan. Tak ada satu pun yang merasa keberatan. Begitu pula denga Miripu dan istrinya. <br />
<br />
“Miripu,” tegur Kepala Suku, “sebelum matahari tenggelam, kau beserta seluruh keluargamu harus meninggalkan tempat ini.”<br />
<br />
“Baik, Bapak,” jawab Miripu, “kami dapat menerima keputusan Bapak.”<br />
<br />
“Terima kasih atas jasa-jasa yang telah kamu berikan bagi orang-orang Kipya,” kata Kepala Suku, “sampai kapan pun kami tak akan melupakan jasa baikmu.”<br />
<br />
Begitulah. Sebelum matahari tenggelam, Miripu bereserta seluruh keluarganya meninggalkan dusun Kipya.<br />
<br />
<div style="text-align: center;">
<b><a href="http://dennyprabowo.blogspot.sg/2017/02/kisah-pohon-sagu-mencari-cacing-di.html" target="_blank"><<< Cerita Sebelumnya</a> - Cerita Selanjutnya >>></b></div>
</div>
</div>
Denny Prabowohttp://www.blogger.com/profile/09407160169211078259noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7053241723276774060.post-28604337641212545172017-02-04T06:10:00.000+07:002017-02-05T12:02:40.402+07:00Kisah Pohon Sagu: Mencari Cacing di LautanOleh Denny Prabowo<br />
<div>
Diterbitkan oleh Balai Pustaka, 2011</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjqXt37Nhr7f9zuA8HX4Rgd1E7q13IKHW17-mJQSMB8-fBrtSc5_5gJHaq2xh5N1K_VMMiwRrYMCD-D6N5sVrItEZYhJFWccsoJ1kxZ7b_WkJjete_f95WT1MfXjDClx_GfTLfKGe6-vOP9/s1600/Untitled.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="640" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjqXt37Nhr7f9zuA8HX4Rgd1E7q13IKHW17-mJQSMB8-fBrtSc5_5gJHaq2xh5N1K_VMMiwRrYMCD-D6N5sVrItEZYhJFWccsoJ1kxZ7b_WkJjete_f95WT1MfXjDClx_GfTLfKGe6-vOP9/s640/Untitled.png" width="540" /></a></div>
<br />
<br />
Anak laki-laki Miripu yang masih remaja, gemar bermain. Apalagi baru kali itu ia pergi ke daerah pantai. Pemuda itu menyusuri tepian pantai. <br />
<br />
Sesekali ia berjalan ke tengah. Namun, ketika ombak datang ia segera berlari. Tak jarang ombak lebih cepat darinya. Dan tubuhnya yang kurus segera terjatuh diterjang ombak. Bergulung-guling ia sampai ke tepian pantai.<br />
<br />
“Huuuuaaaa!” teriaknya ketika tubuhnya sampai kembali ke pantai.<br />
<br />
Pemuda itu kembali berdiri. Ombak yang lebih besar bergerak ke arah pantai. Ia berlari menyongsong ombak itu. Setelah ombak semakin dekat, ia melompat terjun ke dalam ombak. Bergulung-gulung ombak ke pantai. Pemuda itu berhasil keluar dari gulungan ombak. <br />
<br />
Pemuda itu amat menikmatinya bermain-main dengan ombak. Berjalan kembali menyusuri pantai yang indah. Namun, lama kelamaan, ia bosan menyusuri pantai seorang diri. <br />
<br />
Anak laki-laki Miripu itu kembali ke pemukiman. Ia melihat beberapa orang gadis Kipya duduk-duduk di depan honai. Ia menghampiri mereka. Mengajak berkenalan. Tentu saja gadis itu menyambutnya dengan baik. Pemuda itu anak Miripu yang telah berjasa pada kampung mereka.<br />
<br />
“Apa kalian bisa mengajak saya jalan-jalan ke tempat yang menarik?” tanya anak lelaki Miripu.<br />
<br />
Gadis-gadis Kipya itu berpikir. Tak berapa lama mereka saling berpandangan. Lalu kedua mata mereka tampak berbinar, gembira menemukan jawaban.<br />
<br />
“Apa Kakak sudah pernah makan cacing laut?” kata salah seorang dari mereka.<br />
<br />
“Belum,” kata anak lelaki Miripu tampak sangat tertarik, “seperti apa rasanya?”<br />
<br />
“Kalau tak salah nanti malam waktunya cacing laut naik,” terang salah seorang dari gadis itu, “Kakak bisa mencarinya dan mencobanya.”<br />
<br />
“ Ajak saya menangkap cacing itu,” pinta anak lelaki Miripu.<br />
<br />
Gadis-gadis itu tampak ragu. Melihat hal itu, anak lelaki Miripu memohon-mohon. “Tolong antarkan saya,” katanya, “saya tidak lama di tempat ini. Jadi saya mohon, antarkan saya mencari cacing laut.”<br />
<br />
“Baik,” kata gadis-gadis itu, “kami akan mengantar Kakak mencari cacing laut.”<br />
<br />
“Horrrreeee!” sorak anak lelaki Miripu.<br />
<br />
Ketika matahari mulai tenggelam, anak lelaki Miripu dan beberapa gadis Kipya berkumpul di pantai. Mereka membawa obor untuk menerangi kegelapan malam.<br />
<br />
“Di mana kita mencari cacing laut?” tanya anak lelaki Miripu.<br />
<br />
“Kita ke pantai di sisi selatan,” jawab gadis-gadis Kipya.<br />
<br />
Mereka pun pergi ke pantai dekat tanjung. Di sana banyak karang-karang tempat cacing-cacing laut bersembunyi. <br />
<br />
Ketika sampai di pantai dekat tanjung, mereka segera mencari cacing-cacing di sela-sela karang. Namun, setelah beberapa lama mencari, tak seekor pun yang mereka peroleh.<br />
<br />
“Ke mana cacing-cacing bersembunyi?” tanya anak lelaki Miripu.<br />
<br />
“Entah, Kak,” jawab seorang gadis, “harusnya malam ini banyak cacing yang naik.”<br />
<br />
“Aduh…” Tiba-tiba salah seorang gadis lainnya mengeluh kesakitan.<br />
<br />
“Ada apa?” tanya teman-temannya khawatir.<br />
<br />
“Sepertinya aku sedang datang bulan,” jawab gadis yang mengerang kesakitan itu.<br />
<br />
“Sebaiknya kita kembali ke kampung,” usul salah seorang gadis, “perutku juga mual.”<br />
<br />
“Kamu datang bulan juga?”<br />
<br />
“Tidak tahu, sepertinya aku sedang hamil.”<br />
<br />
Akhirnya, mereka memutuskan untuk kembali. Meskipun anak lelaki Miripu kecewa tak berhasil mendapatkan cacing laut, ia tak menolak usul gadis-gadis Kipya itu.<br />
<br />
Sesampainya di dusun Kipya, ternyata sudah banyak orang berkumpul di sana. Rupanya, para orang tua yang anaknya ikut bersama anak lelaki Miripu merasa cemas. Mereka mengadu kepada kepala suku. Namun, baru mereka hendak mencari anak-anak gadis mereka, anak lelaki Miripu dan gadis-gadis Kipya yang bersamanya sampai si dusun.<br />
<br />
“Ke mana saja kalian pergi?” tanya Kepala Suku.<br />
<br />
“Kami pergi mencari cacing laut,” jelas anak lelaki Miripu.<br />
<br />
“Tapi kami tak berhasil dapat seekor pun,” terang seorang gadis.<br />
<br />
“Aduh, perutku sakit,” keluh gadis yang sedang datang bulan.<br />
<br />
“Kenapa perutnya?” tanya Kepala Suku.<br />
<br />
“Dia sedang datang bulan, Bapak.”<br />
<br />
“Apa?” Kepala Suku terkejut mendengar hal itu. “Apa kalian tidak tahu pantangan-pantangannya?”<br />
<br />
“Apa saja pantangannya, Bapak?” tanya anak lelaki Miripu.<br />
<br />
“Tak boleh ada seorang pun wanita datang bulan, sedang hamil, serta membawa jeruk ikut mencari cacing laut!”<br />
<br />
“Jadi karena itu kita tidak mendapatkan seekor cacing pun?”<br />
<br />
“Ya. Kalian melanggar pantangan!”<br />
<br />
“Kamu juga sudah melanggar adat!” tegas salah seorang bapak dari gadis-gadis yang pergi bersama anak lelaki Miripu. “Tak dibenarkan kamu mengajak anak gadis Kipya pergi tanpa izin dari orang tuanya.”<br />
<br />
“Dia harus dihukum, Bapak!” <br />
<br />
<div style="text-align: center;">
<b><a href="http://dennyprabowo.blogspot.sg/2017/02/kisah-pohon-sagu-miripu-kembali-ke-kipya.html" target="_blank"><<< Cerita Sebelumnya</a> - <a href="http://dennyprabowo.blogspot.sg/2017/02/kisah-pohon-sagu-hukuman-untuk-anak.html" target="_blank">Cerita Selanjutnya >>></a></b></div>
</div>
Denny Prabowohttp://www.blogger.com/profile/09407160169211078259noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7053241723276774060.post-18024693154144767272017-02-03T08:52:00.001+07:002017-02-04T07:37:50.074+07:00Love Messages #10Oleh De Zha Voe<br />
Diterbitkan oleh Aditera, 2007<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi6lUEDI2fiqOS2CsDmxyPjuLT-3MZWWQAipORQDnwaGPgw95dH4hPSE2I4g7ohEarP457K1_-xUqUK84bsoplIxycgQy9eIJTrMgvUbxqhu1IgS3UWAhzpjz9prAJ69GL3MWLdvrRVO9X2/s1600/Love-Message-by-De-Zha-Voe.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="509" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi6lUEDI2fiqOS2CsDmxyPjuLT-3MZWWQAipORQDnwaGPgw95dH4hPSE2I4g7ohEarP457K1_-xUqUK84bsoplIxycgQy9eIJTrMgvUbxqhu1IgS3UWAhzpjz9prAJ69GL3MWLdvrRVO9X2/s640/Love-Message-by-De-Zha-Voe.jpg" width="640" /></a></div>
<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN">Selepas
sekolah, siang menjelang sore itu, Dava menjemput Argi di sekolahnya. Membuat
sirik semua kaum hawa yang menyaksikan Argi jalan bersisian dengan Dava. Siapa
yang tidak? Dava itu duplikatnya Delon banget. Malah lebih keren dari <i>runner up Indonesian Idol</i> pertama itu!
Bodinya jauh lebih atletis dan lebih tinggi. Terang saja, Delon kan, eh
maksudnya Dava kan atlit basket!</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Kita makan di mana, nih?” </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Terserah Dava aja, deh…” ucap Argi
sok imut.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Makan ketoprak di pinggir jalan
mau?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Yah… masak ketoprak? Yang keren
dikit dong!” protes Argi.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Tadi katanya apa aja,” ujar Dava
sambil tersenyum.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Hihihi…” Argi neyengir-nyengir.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> Dava membukakan pintu mobilnya buat
Argi. <i>Duh…</i> romance <i>banget gak sih?</i> Bisik Argi dalam hati. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">Sikap Dava memang mengisyaratkan kalau dia Lelaki Terindah
yang selama ini mengirimkan pesan-pesan cinta ke Argi. Lemah-lembut. Perhatian.
Dan romantis abis! Tapi… kalau saja benar ramalan bintang di majalah <i>Komo Girl</i>, kenapa bukan makan malam
seperti yang ditulis di majalah itu? Kok makan siang, sih? Aduh… Argi jadi ragu
lagi, deh!</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">Mobil sedan yang dikemudikan Dava masuk ke pelataran parkir
sebuah mal ternama di kota Depok. Dava mengajak Argi ke <i>food corner</i> yang ada di lantai paling atas mal itu.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">“Makan apa nih?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">“Mia ayam aja, yuk. Yang di pojok sana enak, tuh!” usul
Argi, “Tempatnya juga asyik buat ngobrol. Gak terlalu bising.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">Mereka pun mengambil tempat di salah satu meja kedai yang
ada di pojok lokasi <i>food corner</i>.
Seorang pelayan menyerahkan daftar menu kepada mereka. Argi memesan mie ayam
dan segelas jus melon. Dava memesan sepiring nasi goreng dan secangkir <i>cappucinno</i> hangat.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">“Eh, Gi…” Dava membuka percakapan, “Elo jadi sodara kandung
Arga sejak kapan?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">“Hah?” Argi melongo ditanya begitu. Dava cekikikan., “Sejak
di dalam kandungan Bunda!”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">“Eh, kalian kembar, ya?!”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">“Maunya sih nggak. Tapi gimana lagi? Yah terpaksa deh gue
harus menerima takdir jadi sodara kembar makhluk paling hancur sedunia seperti
Arga…” keluh Argi. Lagi-lagi Dava tertawa.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">“Tapi, Gi… kalian kok nggak mirip ya?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">“Yee! Jelas aja gak sama. Jenis kelamin kita aja beda!”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> Pelayan datang membawakan pesanan
mereka.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Silakan dinikmati!” kata pelayan
itu ramah, “kalo ada yang kurang apa-apa tinggal panggil saya aja, ya.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> Baru saja pelayan itu hendak
membalikan badan, Argi memanggilnya, “Mas!”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> Pelayan yang usianya beda-beda tipis
sama mereka itu menoleh. “Ada apa? Ada yang kurang?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Iya nih,” jawab Argi, “Saya kurang
kaya, nih! Gimana ya caranya biar cepet kaya? Bisa bantu nggak? Tadi kan
katanya kalo ada yang kurang suruh bilang…”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> Pelayan itu hanya garuk-garuk
kepala.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Elo tuh paling bisa, ya! Jail abis!
Cocok banget deh jadi kembarannya Arga!”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> Argi tersenyum meringis.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Dav, kata Arga elo suka nulis
cerpen <i>or</i> puisi gitu ya?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Yah… masih amatiran sih. Gak kayak
elo yang karya-karyanya sering dimuat di majalah remaja.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Biasa aja lagi.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Si Arga ngomong apa lagi?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Katanya elo mau ngirimin
naskah-naskah cerpen <i>or</i> puisi lo ke
majalah SUKA? Kok belom ngirim-ngirim sih?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Oh, iya sih… gue emang pernah nanya
alamat <i>e-mail</i>nya sama Arga. Tapi
belom pernah ngirimin naskah. Redakturnya siapa, sih? Arga, ya?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Gue.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Kalo Arga?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Dia sih, gak bakat nulis fiksi. Dia
tuh bagiannya jadi reporter. Ngeliput berita, sama buat artikel.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Kapan dia balik dari Gunung
Slamet?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Wah… kayaknya dia gak bakalan balik
dari Gunung Slamet, deh…”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Lho, emangnya kenapa?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Semalem di SMS, katanya ketemu
jodoh di sana, dan selekasnya mau melangsungkan pernikahan.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Yang bener lo, Gi?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Bener!” Argi ngibul.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Ceweknya orang mana?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Orang Utan!”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Maksudnya kayak tarzan gitu?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Bukan, bukan,” kata Argi, “Tapi orang
utan yang ada di ragunan!”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Huahahaha…” tawa Dava meledak,
sampai-samapai membuat pengunjung kedai itu menoleh ke arah mereka. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> Argi sih cuek saja. Dia memanggil
pelayan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Ada apa, Mbak?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Pesen seporsi lagi dong!”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> Dava hanya geleng-geleng kepala
melihat napsu makan Argi yang mirip sama kuli.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Eh, Gi…” tanya Dava sebelum pesanan
mie Argi yang kedua datang, “Si Arga itu yang naksir banyak, ya?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Ah, gak juga. Dia aja yang sering
kegeeran. Ada kucing gelosot-gelosot di kaki dia aja, dia bilang tuh kucing
naksir sama dia!”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Bisa aja lo.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> Pesanan mie Argi datang. “Elo gak
nambah, Dav?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Nggak ah, lagi diet.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Elo diet?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Iya. Emang cowok gak boleh diet?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Ya, boleh aja, sih…”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Elo sendiri, makan mie dua mangkok
gitu gak takut gemuk?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Gue mah sama Arga dari kecil emang
udah bakat cacingan. Jadi makan sebanyak apa pun gak bakalan gemuk! Menurut lo,
gue gemuk ga?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Kalo gue gak ngeliat sendiri, gue
pasti gak bakal percaya kalo makan lo banyak! Abis badan lo cungkring gitu…”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Dav, cewek idola lo itu kayak apa,
sih?” tanya Argi, kali ini dengan nada serius.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Gue suka yang konyol-konyol gitu
deh. Kayak…”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Gue?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Hmm… hampir.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Kok cuma hampir.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Yah… selain konyol ada hal lain yang paling
penting.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Apaan tuh?” </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Rahasia dong!” ujar Dava bikin Argi
penasaran, “Kalo elo sendiri, cowok idola lo yang kayak apa, sih?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Kayak elo!”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Gue?!?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Iya,” jawab Argi, “Ganteng, tinggi,
putih, dan yang terpenting nih… lo mirip banget sama artis pujaan gue, Delon!”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Berarti kalo ada cowok yang
ganteng, tinggi, dan putih, tapi tampangnya gak kayak Delon, elo gak suka?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Tergantung…”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Tergantung apa?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Kalo mirip sama Del Pierro gue mau
banget!”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Tapi Del Pierro kan gak tinggi?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Yah… paling gak lebih tinggi dia
dari pada pohon toge… hehehe…”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> Hp Argi bergetar. Ada SMS yang masuk.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> </span><span lang="IN" style="font-family: "courier new";">Gmna Gi? Bnr Dava Lelaki Terindah <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN" style="font-family: "courier new";">yg slma ni krm puisi
cinta?<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN" style="font-family: "courier new";"> Sender: Dini 08568934810<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN" style="font-family: "courier new";"> Sent: 06 Jun 2005 15:03:61<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">Argi memilih menu <i>reply</i>
di Hp-nya. Menulis pesan balasan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN" style="font-family: "courier new";">Gw ragu. Tp… ga tau deh
:< <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN" style="font-family: "courier new";">Gmna cr nyari taunya
dunk?<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 36.0pt; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN" style="font-family: "courier new";">Sent
to: Dini 08568934810<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Dari siapa, Gi?” tanya Dava, “Arga
ya?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Bukan dari temen gue, nanyain PR,”
kibulnya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> Kembali Hp Argi begetar. Ada SMS
balasan dari Dini.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> </span><span lang="IN" style="font-family: "courier new";">Bego amt sih lo! Miscol aj ke Hpnya!<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="font-family: "courier new";"> Klo
nomernya sm brti dia orgnya!<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN" style="font-family: "courier new";"> Sender: Dini 08568934810<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN" style="font-family: "courier new";"> Sent: 06 Jun 2005 15:13:44<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> Argi menepuk jidatnya. <i>Ya, ampun… kenapa gak kepikiran ya?</i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Sebentar ya, Dav, gue mau ke toilet
dulu…” Argi meninggalkan mejanya. Tapi dia tidak ke toilet. Dia mencari tempat
yang aman untuk menelepon Lelaki Terindah. Tempat yang cukup tersembunyi untuk
melihat apakah Dava akan mengangkat Hp-nya saat dia menghubungi nomer Lelaki Terindah.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> Argi mencari nama Lelaki Terindah di
<i>phonebook</i> Hp-nya. Setelah ketemu, dia
langsung menghubungi nomer itu. Sesaat kemudian terdengar nada sambung. Tapi…
Sampai beberapa lama, tak juga ada yang menerima. Dava juga terlihat
tenang-tenang saja? Tidak nampak olehnya Dava menerima telepon. Anak itu malah
asyik menyeruput <i>cappucinno</i>nya!</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> Argi segera melaporkan hal itu pada
Dini.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> </span><span lang="IN" style="font-family: "courier new";">Kyknya bkn Dava orgnya. Tlp gw <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN" style="font-family: "courier new";">ttp ga diangkt! Gw sama
sX ga <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN" style="font-family: "courier new";">liat dia pgng2 Hpnya<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 36.0pt; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN" style="font-family: "courier new";">Sent
to: Dini 08568934810<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">Dini me<i>reply</i> SMS
Argi.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN" style="font-family: "courier new";">X aj Dava da tau stratgi
lo.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN" style="font-family: "courier new";">Cb aj lo tlp jgn pake no
lo.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-left: 36.0pt; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN" style="font-family: "courier new";">Sender:
Dini 08568934810<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN" style="font-family: "courier new";"> Sent: 06 Jun 2005 15:20:14<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">Mata Argi berkeliling. Itu dia! Ucapnya dalam hati manakala
dia melihat wartel yang berada tidak jauh dari toilet. Argi melangkahkan
kakinya tergesa menuju wartel itu. Menyusup di antara lalu-lalang orang yang
lalu-alang, berlindung dari penglihatan Dava. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">Begitu sampai di wartel Argi lakas memijit-mijit tombol
telepon, menghubungi nomer Lelaki Terindah. Hasilnya? Sama saja! Hanya
terdengar nada sambung, setiap kali dia menghubungi nomer itu. Tak ada yang
mengangkatnya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">Argi jadi semakin yakin kalo Dava bukan Lelaki Terindah
yang selama ini mengirimi dia puisi-puisi cinta.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">Argi kembali ke mejanya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">“Darimana aja, sih? Ke toilet kok lama amat?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">“Ada wanita hamil kepeleset di toilet!” sahut Argi asal.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">“Yang bener lo, Gi?” tanya Dava antusias, “Terus, terus?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">“Terus ada yang kena tipu!” jawab Argi makin asal.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">“Ketipu gimana?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">“Iya, percaya aja waktu gue bilang ada ibu-ibu hamil
kepeleset di toilet!”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">“Ah, sialan lo, Gi!” Kena Dava dikerjain Argi.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">“Udah yuk, Dav! Kita pulang.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">Dava memanggil pelayan, membayar semua pesanan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">“Dav, boleh tau nomer Hp lo ga?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">“Dava meraba-raba saku baju dan celananya. Dia baru
menyadari kalo ternyata Hp-nya tertinggal di rumah.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">“Aduh sori, Gi… Hp gue ketinggalan di rumah deh kayaknya…” </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">“Masak elo gak hapal sama nomer sendiri?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">“Nomer Hp gue baru. Jadi gue belom hapal betul,” Dava
beralasan, “Tar lo tanya aja sama Arga. Dia tau nomer Hp gue.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">“Emangnya Arga tau nomer Hp lo?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">“Pasti dia tau. Gue pernah kasih nomer Hp gue ke dia pas
acara pensi sekolah gue.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">“Ooo…”</span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: center;">
<b><span lang="IN">***<o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">“Gimana
hasil penyelidikan lo?” tanya Dini keesokan harinya di sekolah, 30 menit
menjelang bel tanda dimulainya proses belajar mengajar dibunyikan. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Tau deh, Din… gue malah makin
bingung aja.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Bingung gimana?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Kayaknya sih bukan Dava orangnya.
Waktu gue ikutin saran lo untuk nelepon Lelaki Terindah pake nomer telepon
lain, tetap aja gak ada yang mengangkat. Saat itu gue udah yakin kalo Dava
bukan orangnya. Karena gue gak liat dia memegang Hp sama sekali ketika gue
menghubungi nomer milik Lelaki Terindah. Tapi…”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Tapi kenapa, Gi?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Waktu gue tanya nomer Hp-nya,
ternyata dia baru nyadar kalo Hp-nya ketinggalan di rumah.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Maksud lo, masih ada kemungkinan
kalo dia itu Lelaki Terindah?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> Argi menganggukkan kepala.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Lalu gimana sama Bagas?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Hmmm…”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify;">
<span lang="IN"> “Elo jangan ngikutin gue terus
kenapa sih?!” semprot Fifi, melangkahkan kaki ke tempat di mana Argi dan Dini
sedang ngerumpi. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">Di belakangnya menguntit cowok berkaca mata tebal, berbibir
tebal, serta bermuka tebal. Bayu! Tangan cowok ajaib itu menggenggam sekuntum
mawar merah yang sudah layu.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">“Pokoknya Bayu tidak akan berhenti mengikuti sebelum Fifi
menerima bunga ini.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">“Udah terima aja., Fi” Argi mengompori.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">“Tau lo, kasian kan Bayu!” timpal Dini.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">“Idih, gak sudi!” tukas Fifi, “Kalo kalian kasian, kalian
aja yang terima!”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">“Tapi Bayu khusus memetikan bunga ini untuk Fifi,” kata
Bayu, membuat Fifi merarasa mual-mual.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">“Aduh… tolongin gue, dong!” mohon Fifi. Argi sama Dini
malah cengar-cengir.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">Tiba-tiba… Arga nongol dan langsung merebut mawar merah
yang telah layu dari tangan Bayu.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">“Eh, itu buat…”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">Arga mendekatkan bunga layu itu ke lubang hidungnya, mengirupnya.
Dan… “Huek… huek…” Arga mengembalikan bunga itu kepada Bayu. “Lo metik bunga
itu di mana, sih? Baunye pesing banget!”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">“Ng… anu… tadi waktu di rumah diompolin sama keponakannya
Bayu.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">“Wah, keterlaluan lo! Masak ngasih bunga ke cewek baunya WC
umum gitu!”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">“Jangan dilihat baunya dong, tapi dilihat niatnya! Bayu
memberikan bunga ini tulus ikhlas dari sanubari Bayu yang paling dalam.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">“Laut kali dalam!” celetuk Argi.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">“Sungguh, bunga ini merupakan tanda cinta Bayu pada Fifi.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">“Elo seriaus cinta sama Fifi?” tanya Arga.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">“Pasti!” jawab Bayu mantap.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">Arga merangkul Bayu. “Ikut gue, Bay!” </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">“Mau ke mana?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">“Gue perlu ngomong berdua sama elo.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">“Soal?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">“Soal Fifi.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">Arga mengajak Bayu keluar kelas, untuk bicara enam mata dengannya.
Fifi, Argi dan Dini memperhatikan dari dalam kelas. Gak berapa lama, Arga
kembali bersama Bayu. Cowok berkaca mata tebal, berbibir tebal dan bermuka
tebal itu menangis terisak. Dalam isaknya dia berkata pada Fifi, “Akan kutunggu
jandamu!” </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">Fifi bengong. Nggak tau apa maksudnya. Fifi membuang
pandangnya ke arah Arga. Seperti mempertanyakan sikap Bayu tadi. Arga hanya
mengangkat bahunya. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">“Elo ngomong apaan sih sama Bayu, sampe tuh anak mewek
gitu?” tanya Argi, setelah Bayu melangkahkan kaki meninggalkan Fifi dalam
pedih.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">“<i>Yeah</i>, gue bilang
sama dia kalo Fifi mau nikah.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">“Hah?!” Fifi terperanjat keget, “Siapa yang mau nikah?!”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">“Lo tega ngebohongin orang seperti itu!” Dini menyalahkan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">“Dosa lo, Ga!” timpal Argi.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">“Lho, siapa yang ngebohongin?” kilah Arga, “Emangnya Fifi
gak mau nikah?” Arga balik bertanya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">Fifi menggelengkan kepala tegas.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">“Mau jadi perawan tua?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">“Siapa yang ngomong gitu? Maksudnya Fifi belum mau nikah.
Masih lama banget! Sekolah aja belom selesai. Fifi juga masih mau kuliah.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">“Tapi bakalan nikah, kan?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">“Iya. Tapi gak sekarang.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">“Gue juga gak bilang sama Bayu kalo Fifi mau nikah
sekarang. Gue cuma bilang kalo Fifi mau nikah sama calon suaminya. Kapan
waktunya dan siapa calonnya? <i>Wallahua’lam</i>,”
jelas Arga, “Yang penting, gue gak bohong, Bayu gak nguntutin Fifi lagi, dan
Fifi gak perlu ngumpet di kolong meja lagi. Masalah klir, kan.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">Fifi tersenyum lega setelah mendengar penjelasan Arga.
Akhirnya… dia terbebas dari perasaan tertekan.
“<i>Thank’s ya</i>, Ga!”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">“Sama-sama.” Arga mengempaskan tubuhnya di kursi. “Fi,
pulang sekolah nanti asyik kali ya kalo kita mampir ke <i>Es Teler 007</i>?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">“Iya deh… tar Arga Fifi traktor!”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">“Emangnya gue bangunan liar!” seloroh Arga. Mereka tertawa.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">“Kita juga kan, Fi?” todong Dini.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">Fifi mengangguk. Tampak bahagia. Namun sesaat kemudian.
“Tapi Fifi kok jadi ngerasa bersalah ya sama Bayu?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">“Wah, hati-hati tuh, Fi,” nasihat Argi “Cinta bisa bermula
dari perasaan bersalah!”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">“Ah, Argi… jangan nakut-nakutin, dong!”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="IN">“Huahahaha...” Mereka tertawa melihat perubahan di wajah
Fifi.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%;">
<span lang="IN">Suara bel menggenta. Mengakhiri episode dramatis mereka
pagi itu.</span><br />
<span lang="IN"><br /></span>
<br />
<div style="text-align: center;">
<b><a href="http://dennyprabowo.blogspot.sg/2017/02/love-messages-9.html" target="_blank"><<< Cerita Sebelumnya</a> - Cerita Selanjutnya >>></b></div>
</div>
Denny Prabowohttp://www.blogger.com/profile/09407160169211078259noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7053241723276774060.post-59452363731779309682017-02-03T06:48:00.000+07:002017-02-05T12:00:29.149+07:00Kisah Pohon Sagu: Miripu Kembali ke KipyaOleh Denny Prabowo<br />
Diterbitkan oleh Balai Pustaka, 2011<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjX_SV5ugxPNrdCYsMpenKNJ__D97bxbbwKBsr_sRCxgiMBN37bAG8mRh-WnvDQk2y56ul1tphuzFjZphQIYcU_V2_zQBXCePR91DkT3ncDj-iu6mRScW-3LdfD0NdFj0tC9gl3ePofoiZv/s1600/Untitled.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="640" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjX_SV5ugxPNrdCYsMpenKNJ__D97bxbbwKBsr_sRCxgiMBN37bAG8mRh-WnvDQk2y56ul1tphuzFjZphQIYcU_V2_zQBXCePR91DkT3ncDj-iu6mRScW-3LdfD0NdFj0tC9gl3ePofoiZv/s640/Untitled.png" width="598" /></a></div>
<br />
<br />
Pagi itu, Miripu dengan istrinya tengah duduk-duduk di depan honainya. Ada perasaan rindu yang tiba-tiba menyelinap di hati istrinya. Ia pun mengutarakan keinginannya pada Miripu.<br />
<br />
“Sejak menikah, kita belum pernah pulang ke Kipya,” kata istrinya, “anak kita telah besar. Aku rindu dengan keluargaku di Kipya.”<br />
<br />
“Baiklah,” jawab Miripu, “besok kita akan berkunjung ke Kipya.”<br />
<br />
Mata istrinya menjadi berbinar mendengar ucapan Miripu. Ah, seperti apakah dusun Kipya sekarang? Kedua insan itu tak sabar ingin bertemu dengan saudara-saudara mereka di Kipya.<br />
<br />
Keesokan harinya, Miripu bersama istri dan anaknya meninggalkan Nariki menuju Kipya. Mereka mengajak serta kakak Miripu dan beberapa orang Nariki yang masih terbilang keluarganya.<br />
<br />
Orang-orang Kipya yang sudah lama tak berjumpa dengan Miripu dan istrinya segera keluar rumah. Apalagi keluarga istrinya, mereka segera menjemput Miripu dan keluarganya di pantai.<br />
<br />
Miripu menyalami kedua orang tua istrinya. Ia memperkenalkan kepada mereka anak lelakinya.<br />
<br />
“Wah, sudah besar sekali cucuku!” kata mertua lelaki Meiripu melihat kepada anak lelaki Miripu.<br />
<br />
“Yang ini kakak saya, Tipa,” kata Miripu memperkenalkan kakaknya. “Tipa belum menikah. Barangkali ada gadis Kipya yang bersedia menjadi istrinya.” Miripu mengucapkan itu sambil melirik ke arah gadis bertubuh kurus sahabat istrinya. Gadis itu pun tersipu malu.<br />
<br />
“Bagaimana kabarmu, Miripu?” tanya Kepala Suku, menyambut kedatangan Miripu.<br />
<br />
“Kami sekeluarga baik, Bapak,” jawab Miripu, “ini anak laki-laki saya.”<br />
<br />
Anak laki-laki Miripu segera menyalami Kepala Suku. Orang tua itu menyambutnya sambil tersenyum. Lalu meluncurlah dari mulut Kepala Suku kisah Miripu yang telah memperkenalkan makanan sagu kepada orang Kipya. Mendengar cerita itu, anak laki-laki Miripu merasa bangga dengan ayahnya.<br />
<br />
<div style="text-align: center;">
<b><a href="http://dennyprabowo.blogspot.sg/2017/02/kisah-pohon-sagu-pernikahan-miripu.html" target="_blank"><<< Cerita Sebelumnya</a> - <a href="http://dennyprabowo.blogspot.sg/2017/02/kisah-pohon-sagu-mencari-cacing-di.html" target="_blank">Cerita Selanjutnya >>></a></b></div>
Denny Prabowohttp://www.blogger.com/profile/09407160169211078259noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7053241723276774060.post-11613829492707561412017-02-02T08:00:00.000+07:002017-02-04T07:38:01.401+07:00Love Messages #9Oleh De Zha Voe<br />
<div>
Diterbitkan oleh Aditera, 2007</div>
<div>
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi6lUEDI2fiqOS2CsDmxyPjuLT-3MZWWQAipORQDnwaGPgw95dH4hPSE2I4g7ohEarP457K1_-xUqUK84bsoplIxycgQy9eIJTrMgvUbxqhu1IgS3UWAhzpjz9prAJ69GL3MWLdvrRVO9X2/s1600/Love-Message-by-De-Zha-Voe.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="509" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi6lUEDI2fiqOS2CsDmxyPjuLT-3MZWWQAipORQDnwaGPgw95dH4hPSE2I4g7ohEarP457K1_-xUqUK84bsoplIxycgQy9eIJTrMgvUbxqhu1IgS3UWAhzpjz9prAJ69GL3MWLdvrRVO9X2/s640/Love-Message-by-De-Zha-Voe.jpg" width="640" /></a></div>
<div>
<br />
<br />
Partai pembuka turnamen basketball yang diadakan SMU Cakra di hall basket sekolahan, mempertemukan tim tuan rumah versus SMU Merah Jambu sekolahannya Argi. <br />
<br />
Jump ball antara Otoy Bongsor, centre dari SMU Merah Jambu melawan Dava, kapten SMU Cakra dimenangkan oleh Dava. Dengan cepat dia melakukan operan bola pada seorang kawannya yang telah berdiri di bawah keranjang. Dan… Hup! Masuk. Dua angka untuk tim tuan rumah.<br />
<br />
Dini sedari tadi sibuk menjepret-jepretkan kamera digitalnya, memindahkan laga para atlit di lapangan ke dalam kameranya. Sedang Argi dan Fifi memilih menikmati pertandingan dari pinggir lapangan.<br />
<br />
Fadil mendrible bola. Melewati beberapa pemain. Sebelum berhadapan dengan Dava yang berposisi sebagai power forward. Fadil melakukan pivot, bermaksud mengecoh Dava, lalu berbalik melakukan jump shoot. Dan… Plak! Bola berhasil diblock dengan sukses oleh Dava!<br />
<br />
“Hidup Dava! Hidup Dava!” teriak Argi dari pinggir lapangan.<br />
<br />
Fifi menyikut pinggang Argi. “Argi kok malah belain tim lawan, sih?!”<br />
<br />
“Biarin,” jawab Argi, “Abis gue ngefans sih sama Dava! Kereeeen banget!”<br />
<br />
“Dasar penghianat!”<br />
<br />
Fadil melakukan lay up. Barhasil mengecoh Dava yang berusaha memblocknya. Dan masuk! Dua angka buat SMU Merah Jambu.<br />
<br />
“Horeee!” pekik Fifi, “Hidup Fadil! Hidup SMU Merah Jambu!”<br />
<br />
Ganti tim SMU Cakra menyerang. Tim SMU Merah Jambu melakukan zone defend. Dava mengambil posisi di daerah tiga detik. Otoy Bongsor menjaganya dengan ketat. Play maker bernomor punggung 23 dari tim SMU Cakra agak kesulitan mendistribusikan bola ke Dava. Fadil menjaganya rapat. Nyaris tak ada celah. <br />
<br />
Play maker bernomor punggung 23 melakukan gerakan mundur ke belakang satu langkah, sebelum melakukan lompatan, dan melempar bola ke keranjang. Bola bergulir di bibir ring. Otoy Bongsor berusaha merebond bola. Tapi Dava lebih dahulu melakukan lompatan. Bola yang hampir keluar bibir ring, berhasil ditepisnya. Dan bergulir masuk ke dalam ring.<br />
<br />
“Masuk!” jarit Argi menambah semarak sorak-sorai tim tuan rumah. Teman-temannya yang kebetulan menonton pertandingan itu jadi keki, dengan Argi. Tak terkecuali dengan Fifi.<br />
<br />
“Argi jangan gitu, dong!”<br />
<br />
“Kenapa?” <br />
<br />
“Dukung tim sekolah kita dong! Jangan dukung tim lawan!”<br />
<br />
“Siapa yang dukung tim lawan? Gue kan ngedukung Dava!”<br />
<br />
“Sama aja!”<br />
<br />
“Suka-suka gue dong mau dukung yang mana!”<br />
<br />
Fadil berputar-putar di luar garis tree point, mencari celah untuk melakukan lemparan tiga angka. Tapi pengawalan yang dilakukan point guard lawan sangat ketat. Fadil melakukan tik-tak dengan Otoy Bongsor. Berhasil mengecoh point guard bernomor punggung 23 dari SMU Cakra. Mengoper bola ke Otoy bongsor. Pemain bertubuh tinggi besar dari SMU Merah Jambu itu menahan bola sesaat. Fadi berlari ke pojok lapangan. Otoy Bongsor mengoper bola ke arahnya. Fadil menerima bola, langsung malakukan lompatan. Shoot! Dan… lagi-lagi Dava berhasil memblocknya! Merebut bola dari tangan Fadil.<br />
<br />
“Hidup Dava! Hidup Dava!” Argi berteriak, meompat-lompat kegirangan. Sebelum sebuah bola yang dilemparkan Dava ke point guard nomer 23 tak berhasil ditangkap, dan meluncur deras ke arah Argi.<br />
<br />
“Awaaaassss!”<br />
<br />
Buk! Bola kulit itu tepat mengenai kepala Argi! Argi berdiri seloyongan. Pandangannya mengabur, sebelum menggelap, dan tubuhnya meluncur deras ke lantai lapangan. Argi pingsan!<br />
<br />
“Argiiii…!!!”<br />
<br />
<div style="text-align: center;">
***</div>
<br />
Argi membuka mata. Berusaha mengangkat kepalanya. Uh… pening! Rasanya seperti ada puluhan bintang menari-nari di atas kepalanya. Argi mengedar pandang ke seliling ruang serba putih nan bersih itu. Dini dan Fifi nampak cemas melihat keadaan dirinya.<br />
<br />
“Gue di mana nih?” tanya Argi seraya memegangi kepalanya yang terasa pening.<br />
<br />
“Elo lagi di surga!” ucap Dini asal. <br />
<br />
“Surga?”<br />
<br />
“Iya,” jawab Fifi, “Lihatlah dua bidadari di hadapan Argi ini…”<br />
<br />
“Bidadari?”<br />
<br />
“Terus gue apa, dong?” celetuk cowok jangkung berkulit putih, yang masih menggunakan seragam basket itu.<br />
<br />
“Elu…” Dini sok mikir.<br />
<br />
“Sopir pribadinya Bidadari!” sambar Fifi.<br />
<br />
“Huahahahaha…” mereka berempat tertawa.<br />
<br />
“Maafin gue ya, Gi?” mohon Dava setelah tawa mereka mereda.<br />
<br />
“Elo gak salah kok, Dav!” hibur Dini.<br />
<br />
“Iya,” dukung Fifi, “Arginya aja yang salah, naro kepala sembarangan!”<br />
<br />
“Huahahahaha…!”<br />
<br />
“Aduh… orang lagi sakit kok malah diledekin, sih?!” protes Argi.<br />
<br />
“Dari pada dijitakin!” timpal Dini.<br />
<br />
“Eh, pertandingan basketnya gimana? Siapa yang menang?”<br />
<br />
“Dengan berat hati, terpaksa tim SMU Merah Jambu harus takluk sama tim tuan rumah!” ucap Dava bangga.<br />
<br />
“Hidup Dava! Hidup Dava!” sorak Argi.<br />
<br />
“Yee!” ucap Dini dan Fifi bersamaan, “Penghianat!”<br />
<br />
Dava tertawa melihat tingkah ketiga cewek centil itu.<br />
<br />
“Ngomong-ngomong… si Arga ke mana? Kok bukan dia yang ngeliput?” tanya Dava.<br />
<br />
“Dia lagi buat liputan pendakian di Gunung Slamet,” jawab Dini.<br />
<br />
“Kemarin sore dia berangkat,” terang Argi.<br />
<br />
“Sama siapa?”<br />
<br />
“Sama Bagas. Tetangga baru gue. Anak SMU Hitam Putih.”<br />
<br />
“Ganteng lho orangnya!” promosi Dini.<br />
<br />
“Si Arga ganteng???”<br />
<br />
“Uh, Fifi!” Dini mencubit pipi Fifi, Fifi menepis tangan Dini, “Bukan Arga. Tapi Bagas!”<br />
<br />
“Tapi Arga juga ganteng kok…” bela Dava.<br />
<br />
“Siapa dulu dong kembarannya!” ujar Argi membanggakan dirinya.<br />
<br />
“Gi, untuk menebus perasaan bersalah gue, mau gak kalo besok siang sepulang sekolah gue teraktir makan?”<br />
<br />
“Asyik!” Sahut Fifi dan Dini berbarengan.<br />
<br />
“Ehm…” Dava melirik ke arah Dini dan Fifi, “yang kena bola kan Argi, jadi…”<br />
<br />
“Kita gak diajak, nih?”<br />
<br />
“Gimana ya… soalnya gue mau…”<br />
<br />
“Berduaan aja sama Argi kan?”<br />
<br />
“Hayo!”<br />
<br />
Dava tampak salah tingkah.<br />
<br />
Dini tersenyum penuh arti, melirik ke arah Argi. Bibirnya bergerak-gerak mengucap sebuah kalimat tanpa suara. Argi berusaha menangkap yang ingin dikatakan oleh Dini itu: R-A-M-A-L-A-N-B-I-N-T-A-N-G. <br />
<br />
Aha! Argi teringat dengan ramalan bintangnya yang dia baca di majalah Komo Girl, Jangan-jangan Dava… Lelaki Terindah? Lalu Bagas? Aduh, gue jadi bingung gini, ya?<br />
<br />
“Terus nasib kita gimana nih, Dav?” tanya Fifi.<br />
<br />
“Iya, masak cuma Argi aja yang ditraktir?” Dini mengedipkan mata ke arah Fifi.<br />
<br />
“Ya udah, kalian gue traktir makan di kantin sekolah aja, ya?”<br />
<br />
“Idih… masak kita diajak makan di kantin?”<br />
<br />
“Iya nih, Dava. Paling-paling tar kita dibeliin nasi uduk, lontong sayur, mie rebus, bakwan goreng, dan sebangsanya itu!”<br />
<br />
Mata Dava menyipit. Keningnya mengerut mendengar nama-nama makanan yang baru saja disebutkan oleh Dini.<br />
<br />
“Sori… tadi itu nama makanan, ya? Kok gue gak pernah dengar, ya?”<br />
<br />
“Huuuuu!” kor panjang Dini dan Fifi.<br />
<br />
“Soalnya, di kantin sekolah gue gak jual makanan begituan, tuh!”<br />
<br />
“Iya,” Argi menambahi, “Di kantin SMU Cakra adanya fried chicken, chicken nugget, kentang goreng, spageti, pizza, lasagna…”<br />
<br />
“Hah? Mau, mau!” seru Fifi dan Dini kompakan.<br />
<br />
<div style="text-align: center;">
***</div>
<br />
Malam itu Bunda kebingungan melihat tingkah anak perempuannya, Argi. Bunda khawatir, takut-takut kalo anaknya kesambet setan hore. Habis, sekembali dari menonton pertandingan basket sore tadi, Argi jadi senyum-senyum always! Sampai-sampai, menonton sinetron horor pun tersenyum-senyum! <br />
<br />
“Kamu kenapa sih, Gi?” Bunda membelai kepala anaknya. <br />
<br />
Di layar tipi nampak sebuah tayangan sinetron religi yang lebih mirip sinetron horor misteri. Seorang suami yang kerjanya menyiksa istri dan suka menghabiskan waktu di meja judi, mati tersambar petir, ketika hendak dikubur, jasadnya mengeluarkan bau busuk yang sangat menyengat. Bik Sumi yang ikutan nonton tayangan itu, harus berulang kali menutup mata, karena adegan-adegan yang menyeramkan sekaligus menjijikan di layar tipi itu! <br />
<br />
Tapi Argi… dia malah senyum-senyum sendiri!<br />
<br />
Mulut Bunda komat-kamit, melafalkan doa, seraya memijit-mijit jempol kaki Argi. “Pergi! Kembali ke alammu! Jangan ganggu anak saya!” <br />
<br />
Bik Sumi cekikikan melihat gaya Bunda yang sudah mirip ustadzah di acara rukiyah. <br />
<br />
“Bunda apa-apaan, sih?” <br />
<br />
“Perlu Sumi ambilin kemenyan nggak, Bu?”<br />
<br />
“Enak aja!” ucap Argi, “Emangnya Argi kesambet setan, apa?”<br />
<br />
“Habis… kamu bikin Bunda khawatir, sih! Dari sore tadi senyum-senyum sendiri! Apa sih yang lucu?”<br />
<br />
“Ehm…” Argi tersenyum, melirik ke arah Bunda, “Ada deh!”<br />
<br />
“Pasti kesambet setan cowok tuh, Bu!” tuding Bik Sumi.<br />
<br />
“Eh, awas ya kalo pacar-pacaran!”<br />
<br />
“Ih, Bunda… Argi kan udah gede!”<br />
<br />
“Gede apaan? Gayanya aja masih kaya anak TK nol kecil gitu!”<br />
<br />
“Bunda…” rajuk Argi.<br />
<br />
“Pokoknya, no pacaran! Pikirin dulu tuh sekolah. Tar kalo udah lulus, baru kuliah.”<br />
<br />
“Terus pacarannya kapan, Bunda?”<br />
<br />
“Ya, nanti aja. Kalo udah ada yang melamar kamu.”<br />
<br />
“Yah, gak seru dong Bunda!” protes Argi, “Masak pacaran kalo udah dilamar?”<br />
<br />
“Ya, iya. Pacar itu kan berasal dari bahasa kawi yang artinya ‘Calon Pengantin’. Jadi kalo belum resmi dilamar, ya belum boleh pacaran.”<br />
<br />
“Ih, bunda kuno ah!”<br />
<br />
“Dulu Bunda sama almarhum Ayah kamu juga begitu.”<br />
<br />
“Yah itu kan jadul, Bunda!”<br />
<br />
“Jadul? Apaan tuh? Sejenis makanan ringan ya?”<br />
<br />
“Bunda jayus!”<br />
<br />
“Nah, kalo Reni Jayusman Bunda tau! Roker perempuan yang suka pakai kalung segambreng itu kan?”<br />
<br />
“Yee… makin jayus! Jayus itu artinya garing alias gak lucu!”<br />
<br />
“Memangnya Bunda pelawak, disuruh lucu-lucuan?”<br />
<br />
Bik Sumi cekikikan menyaksikan dua orang perempuan dari dua generasi yang berbeda saling berdebat hebat. <br />
<br />
Sedang seru-serunya perdebatan mereka, tiba-tiba ringtone Hp Argi mengudara, tanda ada SMS yang terkirim ke inboxnya.</div>
<blockquote class="tr_bq">
<br />
Gi, tlg krmin paru2 cadngan sama<br />
betis cadngan dunk! Huaaa tobat! :-(<br />
Sender: Arga 081802901679<br />
Sent: 05 Jun 2005 21:55:22</blockquote>
<div>
<br />
Argi cekikikan, “Rasain lo!”<br />
<br />
“Dari siapa, Gi?” tanya Bunda.<br />
<br />
“Si Arga, Bunda…”<br />
<br />
“Arga SMS? Bukannya dia lagi naek gunung?” Bunda heran, “emangnya di gunung ada signal ya?”<br />
<br />
“Gak tau deh, Bunda.”<br />
<br />
“Memangnya Arga ngomong apa?”<br />
<br />
“Dia minta dikirimin paru-paru sama betis cadangan!”<br />
<br />
Bukannya prihatin, Bunda malah ikutan tertawa. “Bilang sama dia, rasain gitu! Siapa suruh naek-naek gunung…”</div>
<div>
<br /></div>
<blockquote class="tr_bq">
Rasain! Siapa srh naek-naek gng!<br />
Naek pohon jmbu aj ga mampu :p<br />
Sent to: Arga 081802901679</blockquote>
<div>
<br />
Gak berapa lama datang SMS balasan dari Arga.<br />
<br />
<blockquote class="tr_bq">
Plis deh:-(<br />
Sender: Arga 081802901679<br />
Sent: 05 Jun 2005 22:07:22</blockquote>
<br />
<div style="text-align: center;">
<b><a href="http://dennyprabowo.blogspot.co.id/2017/01/love-messages-8.html" target="_blank"><<< Cerita Sebelumnya</a> - <a href="http://dennyprabowo.blogspot.sg/2017/02/love-messages-10.html" target="_blank">Cerita Selanjutnya >>></a></b></div>
</div>
Denny Prabowohttp://www.blogger.com/profile/09407160169211078259noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7053241723276774060.post-37931370118217169212017-02-01T16:50:00.000+07:002017-02-05T11:57:01.326+07:00Kisah Pohon Sagu: Pernikahan MiripuOleh Denny Prabowo<br />
<div>
Diterbitkan oleh Balai Pustaka, 2011<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiQPHOH0YGG5WCULFsatXhbsTJ6By5Wj85DewIDZdK8YoPW9XmZ-8P3g3SChpKYNExuFR_FGfHuxhQK284Zr6tkYqkT0yZ_ISblgc9Z8sX2U_CO0ee4Qttai4vfySPnjQCG5i_pd6M4OymE/s1600/Untitled.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="580" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiQPHOH0YGG5WCULFsatXhbsTJ6By5Wj85DewIDZdK8YoPW9XmZ-8P3g3SChpKYNExuFR_FGfHuxhQK284Zr6tkYqkT0yZ_ISblgc9Z8sX2U_CO0ee4Qttai4vfySPnjQCG5i_pd6M4OymE/s640/Untitled.png" width="640" /></a></div>
<br />
<br />
“Mereka sudah kembali!” seorang anak kecil berlari-lari sambil menunjuk ke arah datangnya rombongan.<br />
<br />
Kepala dusun segera keluar dari honainya, menyambut kedatangan rombongan itu. Matanya berbinar, seolah melihat warganya yang baru menemukan harta karun. <br />
<br />
“Selamat datang, Miripu!” sambut Kepala Suku begitu Miripu sampai di dusun Kipya.<br />
<br />
“Lihat ini!” kata gadis bertubuh gemuk menunjukan keranjang-keranjang berisi makanan sagu. “Kita tak perlu lagi makan getah pohon!”<br />
<br />
Kepala suku memerintahkan warganya membangun kopa-kame. Bagunan itu digunakan untuk makan bersama. Ia dan warganya merasa berhutang budi kepada Miripu. Sebab itu, ia bermaksud menikahkan Miripu dengan salah seorang gadis Kipya. Miripu tak keberatan dengan maksud kepala suku itu. <br />
<br />
“Kau boleh memilih gadis dari dusun kami untuk jadi istrimu,” kata Kepala Dusun.<br />
<br />
“Aku ingin menikah dengan dia!” kata Miripu menunjuk gadis bertubuh gemuk yang dia jumpai di tepi danau.<br />
<br />
Gadis yang dipilih Miripu itu tersipu malu. Ia tak menyangka Miripu akan memilih dirinya. Maka pernikahan pun segera dilangsungkan. Seluruh warga Kipya keluar rumah. Mereka ingin turut menjadi saksi pernikahan yang orang yang meraka anggap sebagai pahlawan, yaitu Miripu.<br />
<br />
Seluruh warga berkumpul di kopa-kame untuk makan bersama. Sagu-sagu dihidangkan bersama ikan bakar. Mereka semua bergembira.<br />
<br />
Miripu telah berjasa memperkenalkan mereka pada makanan sagu. Dan sekarang ia akan menikah dengan gadis Kipya. Itu berarti, keluarga Kipya menjadi bersaudara dengan orang Nariki.<br />
<br />
Setelah pernikahan itu, Miripu membawa istrinya kembali ke Nariki. Mereka hidup bahagia di sana. Meski Miripu telah kembali ke Nariki, orang-orang Kipya tak pernah melupakan jasa-jasanya.<br />
<br />
Setahun setelah kembali ke Nariki, istri Miripu mengadung anak pertama mereka. Kebagagiaan Miripun menjadi kian sempurna.</div>
<div>
<br /></div>
<div style="text-align: center;">
<b><a href="http://dennyprabowo.blogspot.co.id/2017/01/kisah-pohon-sagu-orang-kipya-belajar.html" target="_blank"><<< Cerita Sebelumnya</a> - <a href="http://dennyprabowo.blogspot.sg/2017/02/kisah-pohon-sagu-miripu-kembali-ke-kipya.html" target="_blank">Cerita Selanjutnya >>></a></b></div>
Denny Prabowohttp://www.blogger.com/profile/09407160169211078259noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7053241723276774060.post-1471482990111364152017-01-31T14:26:00.003+07:002017-02-05T11:57:29.465+07:00Kisah Pohon Sagu: Orang Kipya Belajar Membuat SaguOleh Denny Prabowo<br />
Diterbitkan oleh Balai Pustaka, 2011<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgyAEvhvgDQZKgQloLm45roHPoRI6jC4UMC_zWeL3H_TodWP4h1qqA5oC0lF7zBeu6l_eJvhCkAPLfUWPc-ty6Ix7x_niAFYAIVVcH3z9H9_KHSkARfFvjL12YcGDvwLbSWLd7dxZu6q58f/s1600/Untitled.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="640" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgyAEvhvgDQZKgQloLm45roHPoRI6jC4UMC_zWeL3H_TodWP4h1qqA5oC0lF7zBeu6l_eJvhCkAPLfUWPc-ty6Ix7x_niAFYAIVVcH3z9H9_KHSkARfFvjL12YcGDvwLbSWLd7dxZu6q58f/s640/Untitled.png" width="596" /></a></div>
<br />
Pagi-pagi sekali orang Kipya sudah terbagun. Mereka tak sabar ingin segera belajar membuat sagu. Mereka membangunkan Miripu yang masih asik tertidur di dalam honai, rumah khas masyarakat Papua.<br />
<br />
“Miripu, bangunlah,” teriak salah seorang dari mereka, “cepat ajari kami cara membuat sagu!”<br />
<br />
Miripu keluar dari dalam honai. Matanya masih terlihat mengantuk. Berkali-kali ia menguap sambil mengucek-ngucek matanya.<br />
<br />
“Ada apa?” Tanya Miripu sambil menguap.<br />
<br />
“Kenapa kau tidur saja?” tanya gadis bertubuh gemuk, “Kapan mau ajari kami membuat sagu?”<br />
<br />
Miripu masuk kedalam honainya. Tak berapa lama ia keluar lagi membawa beberapa potong sagu. “Ini makan dulu. Setelah itu baru kita mulai bekerja,” kata Miripu.<br />
<br />
Orang-orang Kipya segera membagi-bagi potongan sagu itu. Mereka menyantap sagu itu dengan lahap. Setelah habis sagu dimakan, barulah Miripu mengajak mereka ke hutan sagu.<br />
<br />
“Lihat pohon sagu yang sudah tua itu,” kata Miripu menunjuk pada sebatang pohon sagu, “coba kalian tebang pohon itu.”<br />
<br />
Segera orang-orang Kipya menebang pohon sagu yang ditunjuk oleh Miripu. Tak butuh waktu lama, pohon itu sudah rebah di tanah. Miripu kemudian meminta mereka memotong-motong batang itu dan memisahkan dari kulitnya.<br />
<br />
Kepada perempuan muda, Miripu memberi ipere atau pucuk pohon. Kepada perempuan setengah tua, Miripu memberi bagian batang yang tengah atau wangoca. Sedangkan perempuan tua memperoleh bagian yang paling besar dari pohon, yaitu bagian bawah atau mapare.<br />
<br />
Miripu meminta laki-laki dan perempuan untuk bersama-sama memukul potongan sagu itu dengan pangkur. Pangkur yang mirip cangkul dengan ujung seperti tombak digunakan untuk membuat batang sagu itu menjadi serat-serat kecil.<br />
<br />
Setelah itu mereka bersama-sama memeras batang pohon sagu yang telah dihaluskan itu. Mereka mengambil patinya. Selanjutnya, pati itu dijemur di tempat yang terkena sinar matahari sampai mengental dan mengeras.<br />
<br />
Setelah mengeras, sagu itu dimasukkan ke dalam kerenjang-keranjang yang telah disiapkan. Sedangkan sisa-sisa sagu mereka simpan dalam karung. Begitulah cara membuat makanan sagu secara tradisi sejak dahulu.<br />
<br />
Beberapa hari orang Kipya belajar membuat makanan sagu. Mereka mulai mahir melakukannya. Setelah sagu-sagu yang mereka kumpulkan cukup banyak, mereka memohon diri kepada Omaoma. <br />
<br />
“Terima kasih atas kebaikan Omaoma kepada kami,” ujar salah seorang dari mereka.<br />
<br />
“Kita sesamA orang Papua harus bantu, bukan,” kata Omaoma. “Miripu, kau antar orang-orang Kipya ini kembali ke desanya.”<br />
<br />
“Baik, Oma,” ucap Miripu. <br />
<br />
Bersamaan dengan itu, Miripu mengajak orang Kipya kembali ke kampung mereka. Orang-orang Kipya yang turut belajar membuat sagu senang sekali dengan pengetahuan baru mereka. Mereka tak sabar ingin segera menunjukkannya pada kepala dusun Kipya.<br />
<div>
<br /></div>
<div style="text-align: center;">
<b><a href="http://dennyprabowo.blogspot.co.id/2017/01/kisah-pohon-sagu-sagu-untuk-suku-kipya.html" target="_blank"><<< Cerita Sebelumnya</a> - <a href="http://dennyprabowo.blogspot.com/2017/02/kisah-pohon-sagu-pernikahan-miripu.html" target="_blank">Cerita Selanjutnya >>></a></b></div>
Denny Prabowohttp://www.blogger.com/profile/09407160169211078259noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7053241723276774060.post-79411583064873774462017-01-31T06:21:00.000+07:002017-02-04T07:38:17.400+07:00Love Messages #8Oleh De Zha Voe<br />
Diterbitkan oleh Aditera, 2007<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi6lUEDI2fiqOS2CsDmxyPjuLT-3MZWWQAipORQDnwaGPgw95dH4hPSE2I4g7ohEarP457K1_-xUqUK84bsoplIxycgQy9eIJTrMgvUbxqhu1IgS3UWAhzpjz9prAJ69GL3MWLdvrRVO9X2/s1600/Love-Message-by-De-Zha-Voe.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="509" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi6lUEDI2fiqOS2CsDmxyPjuLT-3MZWWQAipORQDnwaGPgw95dH4hPSE2I4g7ohEarP457K1_-xUqUK84bsoplIxycgQy9eIJTrMgvUbxqhu1IgS3UWAhzpjz9prAJ69GL3MWLdvrRVO9X2/s640/Love-Message-by-De-Zha-Voe.jpg" width="640" /></a></div>
<br />
<blockquote class="tr_bq">
<b>GEMINI 22 Mei – 21 Jun</b><br />
<b>Cinta :</b> Kabut itu mulai tersingkap, kamu akan segera mengetahui siapa yang diam-diam telah menaruh hati padamu.<br />
<b>Kehidupan :</b> Jangan ragu kalo mau melakukan perubahan.Cepat ambil keputusan.<br />
<b>Surprise :</b> Nggak usah kaget kalo tiba-tiba aja ada ajakan makan malam bareng dari seorang cowok.<br />
<b>Angka keberuntungan</b> : 13.<br />
<b>Warna keberuntungan</b> : Pink.</blockquote>
<br />
Argi meletakkan majalah Komo Girl Yang sedang dibacanya. Dia mengambil Hp-nya. Mencari nama Dini di phonebook-nya. Ini dia! Baru saja Argi mau menekan keypad Hp untuk menghubungi Dini, Hp digenggamannya berderak-derak, bergetar, disusul suara ringtone mengudara. Nama Dini terpampang di monitor Hp-nya.<br />
<br />
Baru mau gue telepon nih anak… <br />
<br />
“Halo,” sapa Argi, “baru mau gue telepon lo! Ada apa?”<br />
<br />
“Udah baca majalah Komo Girl Belom?”<br />
<br />
“Lagi baca, nih.”<br />
<br />
“Udah liat ramalan bintang lo bulan ini, belom?”<br />
<br />
“Udah.”<br />
<br />
“Elo banget gitu lho!”<br />
<br />
“Iya. Kok bisa persis gini, ya?”<br />
<br />
“Eh, elo udah punya bocoran gak, kira-kira siapa cowok bernama Lelaki Terindah itu?”<br />
<br />
“Seperti yang gue omongin sama elo waktu itu.”<br />
<br />
“Si Bagas?”<br />
<br />
“Kayaknya begitu.”<br />
<br />
“Alasannya?”<br />
<br />
“Ceritanya panjang, deh! Tar pulsa lo abis lagi.”<br />
<br />
“Gue telepon ke nomer rumah lo aja, ya?”<br />
<br />
“Oke deh.”<br />
<br />
Dini memutuskan sambungan teleponnya. Tak lama berselang, terdengar suara telepon di ruang tengah rumahnya berdering. Argi segera berlari meninggalkan kamarnya, mengangkat gagang telepon. <br />
<br />
“Ceritanya gini, Din... waktu itu kan gue janjian mau chating gitu sama Lelaki Terindah. Tapi sampe jam sembilan malem dia gak SMS-SMS gue! Ya, udah gue SMS aja dia,” cerocos Argi mirip kereta api, “Dua kali SMS gue gak dibales-bales. Nggak lama setelah SMS gue yang ketiga terkirim, gue denger suara motor berhenti di depan rumah. Lo tau gak siapa? Si Bagas sama Arga! Terus, gak lama setelah Bagas masuk rumahnya, gue dapet SMS dari nomernya Lelaki Terindah. Dia minta maaf gak bisa chating sama gue malam itu, karena dia baru pulang dan capek banget. Waktu gue tanya Arga dia sama Bagas dari mana, Arga bilang mereka baru aja latihan climbing sama teman-temannya Bagas, karena mau naek gunung Slamet! Menurut lo gimana, Din? Eh, elo kok diem aje, sih?”<br />
<br />
“Maaf, Dik…” ucap suara wanita di seberang sana, “Ibunya ada?”<br />
<br />
“Lho… oh, eh, i-ini…”<br />
<br />
“Saya Bu Yuli,” jawab wanita di seberang telepon, “Tetangga depan rumah.”<br />
<br />
“Bu Yuli... ibunya Bagas?”<br />
<br />
“iya. Anak saya masih Bagas, belum ganti.”<br />
<br />
“Hehehe... ibu bisa aja.” Wajahnya berubah merah dadu. Malu. “Sebentar Argi panggilin Bunda ya...”<br />
<br />
<div style="text-align: center;">
***</div>
<br />
“Elo gimana sih, Gi?” Dini misuh-misuh, tangannya sibuk menyuap somai made in Bu kantin, “Gue telponin ke rumah lo kok sibuk terus?!”<br />
<br />
“Sori, Din?” mohon Argi, sambil gerecokin somainya si Dini, “Semalam gue tengsin sama nyokapnya Bagas!”<br />
<br />
“Tengsin gimana?”<br />
<br />
“Gue pikir telepon dari elo. Ya udah gue cerita banyak di telepon soal Bagas. Dan elo tau siapa yang telepon?”<br />
<br />
“Mana gue tau, yang terima telepon kan elo, bukan gue!”<br />
<br />
“Yee! Maksud gue tebak, gitu!”<br />
<br />
“Nyerah ah.”<br />
<br />
“Belom mikir udah bilang nyerah.”<br />
<br />
“Udah deh, elo cerita aja!”<br />
<br />
“Yang terima telepon itu…” Argi menggantung ucapannya.<br />
<br />
“Jreng… jreng… jreng…” sambar Dini kesal.<br />
<br />
“Hehehe…”<br />
<br />
“Buruan dong! Udah penasaran, nih! Siapa, sih?”<br />
<br />
“Yang telepon itu nyokapnya Bagas!”<br />
<br />
“Hah?!?” mata Dini mencelat, nyaris keluar dari ceruk matanya, “Sumpe lo?!”<br />
<br />
“Suer!”<br />
<br />
“Terus?”<br />
<br />
“Terus ya… gue malu!”<br />
<br />
“Hihihihi…”<br />
<br />
“Lo kok malah ketawa?!” Argi misuh-misuh, tangannya menyendok semua somai yang tersisa di piringnya Dini. “Hap! Nyam, nyam, nyam…”<br />
<br />
“Yah, kok somai gue lo habisin!”<br />
<br />
“Hehehehe…”<br />
<br />
<div style="text-align: center;">
***</div>
<br />
Bel tanda usai jam sekolah mengudara. Gemuruh lega menggema dari tiap-tiap kelas. Langkah-langkah tergesa. Menghambur keluar dari kelas masing-masing. Ingin selekas mungkin meninggalkan halaman sekolah. Tapi tidak dengan pengurus majalah SUKA. Mereka berkumpul di ruang redaksi. Argi, Dini, Fifi, Fadil, juga Arga, tekun mendengarkan pengarahan dari Ela. Mereka sedang membicarakan materi yang akan mereka suguhkan pada edisi mendatang.<br />
<br />
“Kapan elo mau jalan ke Gunung Slamet, Ga?” tanya Ela, setelah mendengarkan keterangan dari Arga, soal rencananya membuat artikel pendakian ke Gunung Slamet.<br />
<br />
“Insya Allah minggu depan,” terang Arga, “kenapa? Mau diongkosin, ya?”<br />
<br />
“Berapa butuhnya?”<br />
<br />
“Gak banyak, sih. Paling cuma 200 ribuan.”<br />
<br />
“Gue kasih setengahnya aja, ya? Setengahnya lagi pake uang sendiri.”<br />
<br />
Arga mengangguk setuju.<br />
<br />
“Nanti minta uangnya sama Fifi,” pesan Ela.<br />
<br />
“Sip!”<br />
<br />
“Elo Din, udah ada rencana mau bikin liputan di mana?”<br />
<br />
“Belom tau, Mbak…”<br />
<br />
“Eh, SMU Cakra mau ngadain turnamen basket tuh!” ujar Fadil, lay outer dan penanggung jawab distribusi yang juga anggota tim basket SMU Merah Jambu.<br />
<br />
“Wah, bisa jadi bahan berita yang bagus, tuh!” seru Ela. “Kapan?”<br />
<br />
“Mulai minggu depan,” terang Fadil, “selama seminggu penuh.”<br />
<br />
“Untuk profil minggu depan siapa Mbak?” tanya Dini. Dia memang kebagian mengasuh rubrik Profil.<br />
<br />
“Ehm… siapa, ya?”<br />
<br />
“Karena bulan depan tema kita sport, gimana kalo gue wawancarain bintang basket yang paling bersinar di turnamen itu?” usul Dini.<br />
<br />
“Ide bagus!”<br />
<br />
“Elo gimana, Gi?” tanya Ela, “ada usul?”<br />
<br />
“Gimana kalo mulai edisi depan kita adain rubrik zodiak?”<br />
<br />
“Usul bagus tuh!” dukung Dini.<br />
<br />
“Gue gak setuju!” timpal Arga.<br />
<br />
“Kenapa?”<br />
<br />
“Kita kan nggak perlu ikut-ikutan majalah yang udah ada. Kayak udah nggak ada yang bisa ditulis aja! Lagian, emangnya elo pada bisa ngeramal apa?” tanya Arga.<br />
<br />
“Kita kan cuma iseng-iseng aja, Ga,” bantah Argi.<br />
<br />
“Apalagi sekedar iseng-iseng. Coba elo bayangin, kalo keisengan lo itu, dianggap serius sama pembaca, terus dia percaya betul sama ramalan bintang yang lo tulis, dan dia mengikuti semua nasihat yang elo tulis di rubrik itu, padahal, yang lo tulis asal-asalan?”<br />
<br />
“Yah, kita bisa minta bantuan sama pakarnya,” ujar Dini.<br />
<br />
“Pokoknya gue gak setuju!” tegas Arga, “yang kreatif dikit dong!.”<br />
<br />
“Tapi rubrik zodiak sangat digemari sama pembaca-pembaca, terutama anak-anak remaja!”<br />
<br />
“Jangan cuma sekedar mentingin pasar dong! Kita juga harus punya misi yang jelas, yang bisa ngasih dampak positif buat pembaca!”<br />
<br />
“Cukup! Cukup!” Ela memotong perdebatan. “Gue rasa, persoalan ini bisa kita omongin kapan-kapan. Mungkin, kita perlu minta penjelasan sama yang lebih paham lagi soal perkara ini. Mending sekarang elo jelasin soal cerpen-cerpen sama puisi-puisi buat edisi depan, Gi.”<br />
<br />
“Belum banyak yang ngirim. Baru ada beberapa judul. Kayaknya sih kurang oke semua. Mudah-mudahan ada yang sesuai sama tema yang mau kita usung buat edisi depan.”<br />
<br />
“Eh, iya, Gi…” sambung Arga, “Si Dava udah ngirimin naskah belom ke elo?”<br />
<br />
“Dava? Yang ketua OSIS SMU Cakra itu, ya?”<br />
<br />
“Iya. Waktu gue ngeliput pensi, dia nanya alamat e-mail kalo mau ngirimin naskah. Yah, gue kasih e-mail majalah, sama e-mail punya lo.”<br />
<br />
“Belom ada tuh cerpennya Dava.”<br />
<br />
“Kiriman puisi juga belum ada?”<br />
<br />
“Kayaknya belum juga… emang si Dava bisa bikin puisi, ya?”<br />
<br />
“Nggak tau juga deh. Katanya sih, puisinya suka dimuat di majalah remaja ibukota gitu deh…” terang Arga, “Waktu pensi lalu dia kan bacain puisi karyanya.”<br />
<br />
“Gue kok gak liat ya?”<br />
<br />
“Emang elo bisa?”<br />
<br />
“Bisa apa?”<br />
<br />
“Ngeliat!”<br />
<br />
“Lo pikir gue si buta dari majalah SUKA!”<br />
<br />
“Hehehehe…”<br />
<br />
Dan rapat siang itu pun ditutup dengan laporan keuangan dari Fifi. Evaluasi distribusi dari Fadil.<br />
<br />
<div style="text-align: center;">
<b><a href="http://dennyprabowo.blogspot.co.id/2017/01/love-messages-7.html" target="_blank"><<< Cerita Sebelumnya</a> - Cerita Selanjutnya >>></b></div>
Denny Prabowohttp://www.blogger.com/profile/09407160169211078259noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7053241723276774060.post-61778404853368493772017-01-30T12:40:00.002+07:002017-02-05T11:58:00.958+07:00Kisah Pohon Sagu: Sagu untuk Suku KipyaOleh Denny Prabowo<br />
<div>
Diterbitkan oleh Balai Pustaka, 2011</div>
<div>
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEig78roPtTENRdQzxS22kO7BMkPRE5ZtFR24jiNjKIdXbb30L_4KTrsZJox8i3yz9IzQdjjZ0UgOSw2LB2lqNSnCXDHdj98XmmC7jSjw9DyaOrXPF6q5Vd7SrcctCYjJUQragMEVfDDGtaD/s1600/Untitled.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="640" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEig78roPtTENRdQzxS22kO7BMkPRE5ZtFR24jiNjKIdXbb30L_4KTrsZJox8i3yz9IzQdjjZ0UgOSw2LB2lqNSnCXDHdj98XmmC7jSjw9DyaOrXPF6q5Vd7SrcctCYjJUQragMEVfDDGtaD/s640/Untitled.png" width="446" /></a></div>
<div>
<br /></div>
<div>
<br />
Kedua gadis Kipya itu membawa Miripu ke kampung mereka. Mereka mengajaknya ke Tamu Upya, pusat kediaman orang Kipya. Maka berceritalah kedua gadis itu tentang makanan yang baru saja mereka santap.<br />
<br />
Orang-orang Kipya tertarik mendengar cerita kedua gadis itu. Rupanya mereka memang sudah bosan memakan lem dari getak pohon itu. <br />
<br />
“Cobalah ini!” kata gadis bertubuh kurus kepada salah seorang temannya. Ia memberikan sepotong sagu yang diberikan Miripu. Temannya langsung menyantap sagu itu.<br />
<br />
“Enak sekali! Aku suka makanan ini!” seru temannya itu. Maka orang-orang makin penasaran dengan makanan baru itu.<br />
<br />
Kepala suku yang mendengar keramaian di Tamu Upya, keluar dari kediamannya. Ia menghampiri kerumunan itu. Orang-orang yang melihat kedatangan kepala suku mereka segera member jalan. <br />
<br />
“Ada apa kalian berkumpul ramai-ramai?” Tanya kepala suku.<br />
<br />
“Ada sagu, Bapak,” terang gadis bertubuh gemuk, “orang Nariki ini yang membawanya.”<br />
<br />
“Rasanya enak sekali, Bapak!” seru gadis bertubuh kurus.<br />
<br />
Miripu mengambil sisa sagu di tasnya untuk diberikan kepada kepala suku. Kepala suku itu memakan sagu yang diberikan Miripu. Ia mengunyahnya perlahan.<br />
<br />
“Hmm… jauh lebih nikmat dari lem!” ujar kepala suku. Orang-orang pun bersorak. Mereka membopong Miripu seolah pemuda itu pahlawan yang baru menang perang.<br />
<br />
“Kalau kalian mau, saya bisa mengajari kalian membuat sagu itu,” kata Miripu, setelah orang-orang menurunkannya kembali ke tanah.<br />
<br />
“Bagus jika kau mau mengajari,” kata Kepala Suku, “bawa beberapa orang suku kami. Ajari mereka cara membuat sagu itu.”<br />
<br />
“Baik, Bapak!” sahut Miripu memberi hormat pada kepala suku.<br />
<br />
Miripu mengajak beberapa orang suku Kipya berkunjung ke keluarga Napuku. Mereka berjalan beriringan ke hulu sungai. Miripu membawa mereka menemui Omaoma dan adik perempuannya yang bernama Pasay. <br />
<br />
Mereka berdua merupakan tapemaroko atau penghuni pertama di daerah itu. Meski seorang wanita, tetapi karena dianggap memiliki kemampuan, Omaoma diangkat sebagai pemimpin kampong.<br />
<br />
“Ada apa Miripu dating beramai-ramai menemui Oma?” Tanya permpuan itu dengan ramah.<br />
<br />
“Mereka orang Kipya,” jelas Miripu, “mau belajar membuat sagu, Oma.”<br />
<br />
“Bagus sekali, Miripu,” ujar Omaoma, “kudengar, selama ini mereka hanya makan lem dari getah pohon.”<br />
<br />
“Betul, Oma,” kata gadis bertubuh gemuk yang turut pula dalam rombongan itu, “tapi setelah kami mencicipi sagu itu, kami ingin sekali bisa membuatnya, Omaoma. Bolehkah kami berdian di daerah sini untuk belajar pada Miripu?”<br />
<br />
“Tentu saja,” kata Omaoma, “Pasay, coba kau perintahkan beberapa orang membantu Miripu. Buatkan tempat tinggal sementara bagi orang-orang Kipya.”<br />
<br />
“Baik, Omaoma,” jawab adiknya itu. Kemudian ia memanggil beberapa orang untuk membantu Miripu.<br />
<br />
Orang-orang Kipya itu dibangunkan tempat tinggal sementara di tepi hutan sagu. Mereka saling bahu membahu membangun tempat tinggal itu. Tak berapa lama, tempat tinggal itupun berdiri. Orang Kipya menyampaikan rasa terima kasih kepada Omaoma yang telah menerima mereka dengan baik.</div>
<div>
<br /></div>
<div style="text-align: center;">
<b><br /></b></div>
<div style="text-align: center;">
<b><a href="http://dennyprabowo.blogspot.co.id/2017/01/kisah-pohon-sagu-miripu-dan-gadis-kipya.html" target="_blank"><<< Cerita Sebelumnya</a> - <a href="http://dennyprabowo.blogspot.com/2017/01/kisah-pohon-sagu-orang-kipya-belajar.html" target="_blank">Cerita Selanjutnya >>></a></b></div>
Denny Prabowohttp://www.blogger.com/profile/09407160169211078259noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7053241723276774060.post-34368040391638169872017-01-30T04:24:00.001+07:002017-02-04T07:39:48.383+07:00Love Messages #7Oleh De Zha Voe<br />
<div>
Diterbitkan oleh Aditera, 2011</div>
<div>
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgGBOFYq637LLM8-_wvFSKkjpFu0KqFNL65XkivEoIsmiz5Pp42aBWnpVxMBpBEXc-VgmGVkQ0b-eywJl-5t7UohG68tE6f9QSqd_R-a1UGqp7puTtoo9-VQUFJh5FfVPWejdUgK1_QpLnf/s1600/Love-Message-by-De-Zha-Voe.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="509" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgGBOFYq637LLM8-_wvFSKkjpFu0KqFNL65XkivEoIsmiz5Pp42aBWnpVxMBpBEXc-VgmGVkQ0b-eywJl-5t7UohG68tE6f9QSqd_R-a1UGqp7puTtoo9-VQUFJh5FfVPWejdUgK1_QpLnf/s640/Love-Message-by-De-Zha-Voe.jpg" width="640" /></a></div>
<div>
<br />
<br />
<blockquote class="tr_bq">
Sewangi kuntum mawar<br />
di taman hati seindh cinta<br />
yg kumiliki kuprsmbhkan<br />
untkmu pg ini<br />
Sender: Lelaki Terindah +62815693142<br />
Sent: 27 May 2005 06:00:02 </blockquote>
</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Brrrrmmmmm… Brrrrmmmmmm… <br />
<br />
Argi membuka tirai jendela kamarnya. Bersamaan dengan itu, Bagas menoleh ke arahnya. Cowok tetangga depan rumahnya itu melengkungkan senyum di wajah machonya. Argi membalas senyumnya semanis mungkin, sebelum Bagas berlalu bersama Kawasaki Tinja-nya. <br />
<br />
Hei… pandang Argi menyerobok pada sekuntum mawar merah yang terkapar di lantai teras depan rumahnya. Dia lalu teringat dengan SMS yang baru dia terima dari Lelaki Terindah, sesaat sebelum telinganya menangkap derum knalpot motor Bagas. <br />
<br />
Argi segera beranjak ke beranda depan rumahnya, memungut sekuntum mawar merah yang terkapar di lantai depan rumahnya. <br />
<br />
“Hmm… kok bisa kebetulan gini yah? Jangan-jangan Lelaki Terindah itu tinggal di deket-deket sini?” gumam Argi. “Atau jangan-jangan…” Argi teringat dengan Bagas. <br />
<br />
<div style="text-align: center;">
*** </div>
<br />
“Serius lo, Gi?” Dini masih nggak percaya cerita Argi tentang mawar merah yang, diduga Argi diletakkan oleh Bagas di lantai beranda depan rumahnya. <br />
<br />
Argi mengacungkan jari telunjuk dan jari tengahnya, membentuk huruf V. Dia juga menunjukkan SMS yang dia terima dari Lelaki Terindah, sesaat sebelum dia melihat tetangga barunya melemparkan senyum ke arahnya, dan matanya menemukan sekuntum mawar terkapar di lantai. <br />
<br />
“Wah… elo beruntung banget, Gi!” seru Dini. <br />
<br />
“Tapi… belum pasti juga, sih,” Argi jadi ragu, “Gue gak liat sendiri dia meletakkan mawar itu.” <br />
<br />
“Bagas yang mana sih, Gi?” tanya Fifi, “Fifi kenal gak?” <br />
<br />
“Tetangga depan rumah gue.” <br />
<br />
“Yang tampangnya kayak Alessandro Del Pierro itu!” timpal Dini. <br />
<br />
“Oh, yang…” <br />
<br />
“Yang waktu kita makan mie ayam sore-sore di depan rumah gue,” Argi menambahi. <br />
<br />
“Wah… kalo itu sih Fifi gak bakalan lupa!” Pikiran Fifi menerawang, membayangkan dua mangkok mie ayam made in Mas Gino yang bias bikin lidah ketagihan, “Mana mungkin Fifi melupakan saat-saat indah itu…” <br />
<br />
“Hah? Indah? Jangan-jangan elo suka juga ya?” Argi waswas. <br />
<br />
“Bukan sekedar suka,” jawab Fifi, “Tapi udah ketagihan! Ehm… tar sore ke rumah Argi lagi, ya?” <br />
<br />
“Mau ngapain lo?” Argi penasaran. <br />
<br />
“Elo serius suka sama tetangganya Argi yang namanya Bagas?” <br />
<br />
Mata Fifi menyipit, keningnya membentuk lipatan. “Bagas?” Fifi balik bertanya, “Makhluk apaan, tuh?” <br />
<br />
Argi dan Dini saling bertukar pandang, lantas sepakat menginvasi jidat Fifi dengan rudal jitakan. Tapi belum sempat serangan mereka lancarkan, cewek mungil yang menyadari gelagat tidak baik dari sorot mata kedua sohibnya itu sudah lebih dulu angkat kaki, melarikan diri. <br />
<br />
“Kabuuuurrrr!!!” <br />
<br />
Tapi ketika langkah Fifi belum lagi melintasi ambang pintu kelas, tiba-tiba muncul Ela di hadapannya dan… Bruk! Tabrakan pun tak dapat dihindari. Keduanya terjerembab ke lantai. Argi dan Dini menghentikan pengejaran. <br />
<br />
“Aduh…” Ela meringis kesakitan. Fifi mengerut ketakutan. <br />
<br />
“Sakit ya, Mbak?” <br />
<br />
“Elo kalo jalan liat-liat dong, Fi!” Ela meraba-raba lantai, mencari-cari kaca matanya yang terlempar saat mereka bertabrakan. <br />
<br />
“Cari apa, Mbak?” tanya Argi. <br />
<br />
“Kaca mata.” <br />
<br />
Fifi segera menggeser tubuhnya. Tanpa sadar kakinya menginjak sesuatu. Krek! <br />
<br />
“Apaan tuh?” tanya Ela dengan nada khawatir. <br />
<br />
Fifi mengangkat kakinya, dan menemukan sebuah benda sama. Seperti… “Kaca mata…?” <br />
<br />
“Fifiiiiii!!!” suara Ela mengguntur. <br />
<br />
Ups… <br />
<br />
Bel tanda berakhirnya jam istirahat mengudara. <br />
<br />
<div style="text-align: center;">
*** </div>
<br />
Rapat redaksi yang sedianya akan diadakan selepas jam sekolah berakhir, terpaksa harus ditunda. Fifi harus mengantar Ela ke optic, untuk mengganti kaca mata yang dia hancurkan. Tanpa kaca mata, Ela seperti pengemis buta yang harus dituntun ke mana-mana. Gawat banget kan? <br />
<br />
Walhasil, personil SUKA yang lainnya memilih untuk pulang ke rumah. Hanya Argi saja yang tinggal di ruang redaksi, memeriksa e-mailnya. Siapa tahu saja sudah banyak yang mengirimkan naskah kepadanya. Semua naskah kiriman dari luar Argi yang mengelolanya. <br />
<br />
Argi membuka inbox e-mailnya. Belum banyak yang mengirimkan naskah. Hanya ada lima new messages yang terkirim ke inbox e-mailnya. Dan salah satunya dari… Lelaki Terindah! Argi segera membuka e-mail bersubject Love Message itu <br />
<br />
<blockquote class="tr_bq">
To : ad_maniez@suka.co.id<br />
From : lelaki_terindah@tahoo.com<br />
Date : Sat.24 May 2005 14:321:04 -0000<br />
Subject : Love Massage<br />
<br />
_________________________________________________________<br />
<br />
Dear AD<br />
<br />
Mengapa tak pernah kau balas pesan-pesan cinta yang kukirimkan kepadamu? Adakah kau merasa terganggu? Atau kau telah mengetahui siapa sesungguhnya aku? Seperti yang kutakutkan selama ini, kau akan pergi menjauh. Tapi takkan kubiarkan bayangmu memudar dalam ruang ingatan. Akan kusimpan cinta, sampai dia menemukan jalannya.<br />
<br />
With Love<br />
Lelaki Terindah<br />
<br />
Reply<br />
<br />
Date : Sat 28 May 2005 14:21:04 -0000<br />
From : ad_maniez@suka.co.id<br />
To : Re:Love Massage<br />
Subject : lelaki_terindah@tahoo.com<br />
_________________________________________________________<br />
<br />
Dear Lelaki Terindah<br />
<br />
Maaf jika aku membuatmu bertanya-tanya. Pesan-pesan cintamu sudah aku terima. Dan aku menyukainya. Telah kusediakan ruang bagimu di dalam hatiku. Bilamana kita kan bertemu?<br />
<br />
------- <lelaki_terindah tahoo.com=""> wrote:<br /> <br />> Dear AD<br /> > Mengapa tak pernah kau balas pesan-pesan cinta > yang kukirimkan kepadamu? Adakah kau merasa<br /> > terganggu? Atau kau telah mengetahui siapa<br /> > sesungguhnya aku? Seperti yang kutakut selama<br /> > ini, kau akan pergi menjauh. Tapi takkan<br /> > kubiarkan bayangmu memudar dalam ruang ingatan.<br /> > Akan kusimpan cinta, sampai dia menemukan<br /> > jalannya.<br /> <br />> With Love<br /> > Lelaki Terindah<br /> <br />Send<br /> Your Message has been Sent </lelaki_terindah></blockquote>
<br />
Argi tersenyum. Dia mengambil Hp dari saku bajunya. Mencari nomer Lelaki Terindah di phonebook Hp-nya. Lalu menghubunginya. Terdengar nada sambung. Beberapa waktu lamanya dia menunggu, tak juga diterima panggilannya. <br />
<br />
Aneh… kenapa dia gak pernah mau terima telepon gue ya? <br />
<br />
Argi mendownload semua naskah attachmen, menyimpan dikomputernya. Baru saja dia memutuskan koneksi internetnya, saat Hp-nya bergetar. Ada pesan masuk. <br />
<br />
<blockquote class="tr_bq">
Lagi OL ya? Qt chat yu?<br />
Sender:Lelaki Terindah +62815693142<br />
Sent:28 May 2005 14:57:33 </blockquote>
<br />
Argi mereply SMS Lelaki Terindah. <br />
<br />
<blockquote class="tr_bq">
Br aj mo out of conect. Msh di skul.<br />
tar mlm aj ya? Ga enk pake kompi skul :-)<br />
Sent to:Lelaki Terindah +62815693142 </blockquote>
<br />
Gak berapa lama datang SMS balasan dari Lelaki Terindah <br />
<br />
<blockquote class="tr_bq">
OK dech.tar mlm aq SMS km<br />
See U ;-)<br />
Sender:Lelaki Terindah +62815693142<br />
Sent:28 May 2005 15:04:30 </blockquote>
<br />
Argi mengirim pesan balasan. <br />
<br />
<blockquote class="tr_bq">
Aq tunggu ya ;-)<br />
Sent to: Lelaki Terindah </blockquote>
<br />
<div style="text-align: center;">
*** </div>
<br />
Argi melirik ke arah jam dinding yang melekat di tembok ruang tamu. Jarum pendek menunjuk angka 9, sedang jarum panjangnya menunjuk angka 2. Bolak-balik dia melirik ponselnya, berharap datang SMS balasan dari Lelaki Terindah. Sudah dua pesan yang dia kirimkan. <br />
<br />
“Kok gak balas-balas SMS gue, sih?” Argi berjalan mondar-mandir, mirip setrikaan. “Udah jam sembilan lagi... jadi gak, sih?” <br />
<br />
Argi kembali menulis pesan di Hp-nya. Ini yang ketiga kalinya. <br />
<br />
<blockquote class="tr_bq">
Jd mo chat ga sih? Kok ga sms2 gw?<br />
Sent to:Lelaki Terindah +62815693142 </blockquote>
<br />
Brrrrmmmmm... Brrrrrmmmm... <br />
<br />
Terdengar suara knalpot motor berhenti di depan rumahnya. Argi merapat ke jendela, menyingkap tirai, melihat keluar. Arga turun dari boncengan motornya Bagas. <br />
<br />
“Ngapain si Arga sama Bagas?” <br />
<br />
Pintu rumah dibuka, Arga muncul dengan tampang lelah. <br />
<br />
“Dari mana lo sama si Bagas?” <br />
<br />
“Aduh, Gi... badan gue rasanya mau rontok nih.” <br />
<br />
“Abis ngapain, sih?” <br />
<br />
“Latihan sama teman-teman dari High Camp.” <br />
<br />
“Apaan tuh? Sejenis makanan ya?” <br />
<br />
“Sembarangan lo! High Camp itu nama komunitas pendaki. Teman-temannya si Bagas!” <br />
<br />
“Elo ngapain latihan sama mereka?” <br />
<br />
“Gue kan mau ikutan naek gunung sama mereka. Yeah... sekalian cari bahan artikel buat majalah kita. <br />
<br />
“Wah, bagus juga, tuh! Tapi, emang elo sanggup?” <br />
<br />
“Yeah... masak bikin artikel pendakian aja gue gak sanggup.” <br />
<br />
“Ehm... Jaka sembung bawa golok neh! Maksud gue, emangnya elo sanggup naek gunung? Jalan kaki muterin lapangan bola aja muntah-muntah.” <br />
<br />
“Yeah, liat ntar aja, deh. Emang berat banget sih, Gi. Tapi udah lama gue pengen nulis pendakian gunung. Semacam catatan perjalanan gitu, deh.” <br />
<br />
Hp Argi bergetar, tanda ada SMS masuk. <br />
<br />
<blockquote class="tr_bq">
Maaf br bls smsnya.Br smpt.Aq br<br />
smpe rmh. br plg lthn.Cape bgt!<br />
Kyknya chatnya ditunda aj ya.sX lg<br />
aq mnta maaf. Plis jgn mrh ya;-)<br />
Sender: Lelaki Terindah +62815693142<br />
Sent: 28 May 2005 23:15:20 </blockquote>
<br />
Baru pulang? Si Bagas juga baru sampe rumah... Ah, jangan-jangan dia... <br />
<br />
“Dari siapa sih, Gi?” <br />
<br />
“Dari Lelaki Terindah.” <br />
<br />
“Yang suka ngirimin elo puisi itu?” <br />
<br />
“Iya.” <br />
<br />
“Siapa sih dia? Elo udah tau?” <br />
<br />
“Belom. Tapi, Ga...” <br />
<br />
“Kenapa?” <br />
<br />
“Elo ada nomer Hp-nya Bagas gak?” <br />
<br />
“Ada. Tapi nomer yang satunya lagi gue gak tau.” <br />
<br />
“Ada berapa sih Hp-nya?” <br />
<br />
“Yang gue tau sih ada dua. Tapi kayaknya... berapa ya?” <br />
<br />
“Eh, Ga... mungkin nggak ya, kalo si Bagas itu...” Argi tak melanjutkan ucapannya. <br />
<br />
“Kenapa si Bagas?” <br />
<br />
“Ah, nggak jadi deh.” <br />
<br />
“Ya udah, gue masuk ke dalem dulu ya. Cape banget nih. Elo mau nggak mijitin gue?” <br />
<br />
“Ih, nggak sudi!” cibir Argi, “Minta tolong aja sama Bik Sumi.” <br />
<br />
“Yah, tega lo. Bik Sumi kan badannya kayak buldozer. Tar abis badan gue digiles sama dia!” <br />
<br />
“Derita lo!” []<br />
<br />
<div style="text-align: center;">
<b><a href="http://dennyprabowo.blogspot.co.id/2017/01/love-messages-6.html" target="_blank"><<< Cerita Sebelumnya</a> - <a href="http://dennyprabowo.blogspot.co.id/2017/01/love-messages-8.html" target="_blank">Cerita Selanjutnya >>></a></b></div>
</div>
</div>
Denny Prabowohttp://www.blogger.com/profile/09407160169211078259noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7053241723276774060.post-3511229687700938482017-01-29T07:56:00.002+07:002017-02-05T11:58:34.839+07:00Kisah Pohon Sagu: Miripu dan Gadis KipyaOleh Denny Prabowo<br />
<div>
Diterbitkan oleh Balai Pustaka, 2011</div>
<div>
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjfVVXw1gt_y8_cEmCzEjJJmlOxtDo0D1HuzMbqZSUUZZaC5MskSGhowl44QLahaRZlnizcDDKnDbDzgg1N47O-ppXeVxQk4ILZ8kbzaR4eWWc-PaX3UOYAm37viw-d6e0qxm-piO0_gpAz/s1600/sagu.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="640" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjfVVXw1gt_y8_cEmCzEjJJmlOxtDo0D1HuzMbqZSUUZZaC5MskSGhowl44QLahaRZlnizcDDKnDbDzgg1N47O-ppXeVxQk4ILZ8kbzaR4eWWc-PaX3UOYAm37viw-d6e0qxm-piO0_gpAz/s640/sagu.png" width="454" /></a></div>
<div>
<br />
Miripu mendengar suara dua orang gadis bercakap-cakap. Ia menoleh, memandangi kedua wanita itu. Sepertinya kedua gadis itu baru kembali dari mencari kayu bakar. <br />
<br />
Miripu yang baru pertama kali pergi ke daerah pantai, ingin berkenalan dengan gadis dari daerah itu. Ia mengambil buah jatiri yang banyak tumbuh di rawa-rawa. <br />
<br />
Dipetiknya sebuah jatiri, lalu digigitnya. “Hmm… enak juga buah ini!”<br />
<br />
Kemudian Miripu melempar buah yang telah digigitnya ke arah kedua gadis itu. <br />
<br />
“Eh, apa ini?” kata salah seorang dari mereka yang terkena buah itu, “Siapa yang melempari kita dengan buat jatiri?”<br />
<br />
Gadis yang lainnya memungut buah itu. Ia mengamati buah itu. Ada bekas gigitan baru pada buah itu. Ia kemudian memandangi sekitar. Dilihatnya Miripu yang tengah berdiri di tepi rawa.<br />
<br />
Miripu tersenyum ke arah dua gadis itu. Ia menghampiri kedua gadis Kipya itu. Kedua gadis itu rupanya tidak marah dengan kejahilan Miripu. Mereka pun berkenalan.<br />
<br />
“Bagaimana kalau kita rayakan perkenalan kita?” usul kedua gadis itu sambil menurunkan kayu bakarnya dari pundak mereka.<br />
<br />
“Wah, senang sekali!” jawan Miripu.<br />
<br />
“Ayo kita duduk di tepi rawa itu!” kata gadis yang tubuhnya gemuk. Ketiganya pun pergi ke tempat yang dimaksud.<br />
<br />
Gadis yang tubuhnya kurus mengeluarkan ti atau lem yang telah dikeringkan dari dalam tasnya. Ia kemudian membakar lem itu. Setelah itu, memberikannya kepada Miripu.<br />
<br />
Miripu tidak langsung menyantap makanan asing itu. Ia mengamat-amati makanan itu. Sesekali mengendus-endusnya.<br />
<br />
“Makan saja!” kata gadis bertubuh gemuk, “Rasanya lumayan.”<br />
<br />
“Sayang tidak ada ikan bakar,” kata gadis bertubuh kurus, “kalau ada, pasti akan bertambah enak.”<br />
<br />
Miripu mencicipi makanan itu. Ia menggigitnya, lalu mengunyahnya. Makanan itu cukup kenyal di lidahnya.<br />
<br />
“Bukankah ini getah pohon?” Tanya Miripu.<br />
<br />
“Ya, benar,” kata gadis bertubuh kurus, “itu memang dibuat dari getah pohon.”<br />
<br />
“Mengapa kalian makan getah pohon?” Tanya Miripu, “Tidak adakah makanan lain selain getah pohon ini?”<br />
<br />
“Orang-orang kami sudah biasa makan getah pohon itu,” terang gadis bertubuh gemuk, “hanya makanan inilah yang kami tahu. Kami biasa memakannya dengan ikan panggang.”<br />
<br />
“Wah, bagaimana kalau kuberi makanan yang lebih enak dari ini?” tawar Miripu, “Apakah kalian mau mencobanya?”<br />
<br />
Kedua gadis itu saling berpandangan. Kemudian keduanya mengangguk setuju.<br />
<br />
Miripu mengambil sepotong sagu dari dalam tasnya. Ia membagi sagu itu menjadi tiga bagian. “Ini untukmu,” kata Miripu menyerahkan potongan sagu pada gadis bertubuh gemuk. “Dan ini untukmu,” kata Miripu menyerahkan potongan sagu pada gadis bertubuh gemuk.<br />
<br />
Kedua gadis itu memandangi sagu di tangannya masing-masing. Baru pertama kali mereka melihat makanan jenis itu.<br />
<br />
“Potongan sagu itu berasal dari pohon sagu,” terang Miripu, melihat kedua kawan barunya kebingungan.<br />
<br />
“Bagaimana cara memakannya?” tanya gadis bertubuh gemuk.<br />
<br />
“Apakah harus dibakar dahulu?” tanya gadis bertubuh kurus.<br />
<br />
“Tidak perlu,” kata Miripu, “langsung makan saja.”<br />
<br />
Miripu memakan sagu yang ada di tangannya. Melihat hal itu, kedua gadis juga memakan sagu miliknya. Mereka mengunyahnya perlahan. Baru kali ini mereka merasakan ada makanan selezat itu. <br />
<br />
“Masih ada lagi?” tanya gadis bertubuh gemuk.<br />
<br />
“Tenang saja, masih ada satu potong lagi untuk kita bagi bertiga,” jawab Miripu, “Apakah kalian menyukainya?”<br />
<br />
“Yokooko! Yokooko!” seru kedua gadis itu, “Enak sekali! Enak sekali!”<br />
<br />
<div style="text-align: center;">
<b><a href="http://dennyprabowo.blogspot.co.id/2017/01/kisah-pohon-sagu-miripu-dan-gadis-kipya.html" target="_blank"><<< Cerita Sebelumnya</a> - <a href="http://dennyprabowo.blogspot.co.id/2017/01/kisah-pohon-sagu-sagu-untuk-suku-kipya.html" target="_blank">Cerita Selanjutnya >>></a></b></div>
</div>
</div>
Denny Prabowohttp://www.blogger.com/profile/09407160169211078259noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7053241723276774060.post-66721715168412015732017-01-28T13:37:00.000+07:002017-02-04T07:40:08.183+07:00Love Messages #6<i>Oleh De Zha Voe</i><br />
<div>
Diterbitkan Aditera, 2007</div>
<div>
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgzdZGi7BndM0PeAIwbyfZ5gAD2uAL2o8m4Pm0LXoKpWQOMmMremq1R8kfHlyroVzWd0OLuUV_9fCqHveXoqEJh7Ucs4JhJvtmykTnxDwRA9UiquhUk5gLUsU1iZl7t4oboXGqBDdWWyPhP/s1600/Love-Message-by-De-Zha-Voe.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="509" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgzdZGi7BndM0PeAIwbyfZ5gAD2uAL2o8m4Pm0LXoKpWQOMmMremq1R8kfHlyroVzWd0OLuUV_9fCqHveXoqEJh7Ucs4JhJvtmykTnxDwRA9UiquhUk5gLUsU1iZl7t4oboXGqBDdWWyPhP/s640/Love-Message-by-De-Zha-Voe.jpg" width="640" /></a></div>
<div>
<br /></div>
<blockquote class="tr_bq">
Tawamu adlh surga<br />
izinkan aq tinggal di dlmnya<br />
akn kubuat kau slalu<br />
tertawa<br />
Sender: +62815693142<br />
Sent: 26 May 2005 10:15:53</blockquote>
</div>
<div>
<div>
<br /></div>
Arga meneruskan pesan itu ke nomer Argi. Kebetulan dia lagi tidak berada di dekat Argi. Lagi browsing internet di ruang redaksi. Cari-cari bahan artikel yang seru buat majalah SUKA edisi bulan depan. Gak berapa lama Hp Arga bergetar. Ada SMS masuk.<br />
<br />
<blockquote class="tr_bq">
Thx y, Bro!<br />
Sender: Dini 08568934810<br />
Sent: 26 May 2005 10:17:05</blockquote>
<br />
Arga memilih menu reply pada Hp-nya. Menulis pesan balasan. Lalu mengirimkannya ke nomer Argi.<br />
<br />
<blockquote class="tr_bq">
Smsnya knpa msh dikrimin k no gw ya?<br />
Lo udh ksh tau no lo ke dia?<br />
Sent to: Argi 081802901697</blockquote>
</div>
<div>
<div>
<br />
Beberapa menit kemudian datang SMS balasan dari Argi.<br />
<br />
<blockquote class="tr_bq">
Gw blom ad plsa :-(<br />
Sender: Dini 08568934810<br />
Sent: 26 May 2005 10:20:35</blockquote>
</div>
<div>
<br />
Arga kembali membuka SMS dari Lelaki Terindah, lalu mereplynya.<br />
<br />
<blockquote class="tr_bq">
Gw udh trima puisinya. Bgs bgt.<br />
Gw sk. Thx y! Btw bsk2 klo mo<br />
sms gw k no ni aj: 081802901697<br />
Sent to: +62815693142</blockquote>
</div>
<div>
<br />
Kemudian Arga mengirimkan SMS ke nomer Argi.<br />
<br />
<blockquote class="tr_bq">
Gw udh balesin smsnya.<br />
Trz gw jg ksh tau no lo ke dia<br />
Sent to: Argi 081802901697</blockquote>
</div>
<div>
<br />
Beberapa saat kemudian datang SMS balasan dari Argi.<br />
<br />
<blockquote class="tr_bq">
Thx bgt y, Bro!<br />
Lu emg sdra gw yang plg OK!<br />
Sender: Dini 08568934810<br />
Sent: 26 May 2005 10:25:02</blockquote>
</div>
<div>
<br />
Arga me-reply SMS ke nomer Argi.</div>
<div>
<br /></div>
<blockquote class="tr_bq">
Sdra lo kan emg cm gw doang :p<br />
Sent to: Argi 081802901697</blockquote>
</div>
<div>
<div>
<br />
Gak berapa lama datang balasan dari nomernya Dini.<br />
<blockquote class="tr_bq">
<br />
Woi! Udh dunk smsannya!Tar plsa gw abis!!!!<br />
Sender: Dini 08568934810<br />
Sent: 26 May 2005 10:30:05</blockquote>
</div>
<div>
<br />
Bel tanda berakhirnya jam istirahat mengudara. Arga mengclose semua situs yang dibukanya, sebelum menturn off komputernya.<br />
<br />
<div style="text-align: center;">
***</div>
<br />
“Jadi, lo gak kenal sama Lelaki Terindah itu?” tanya Dini. Sesumpit mie ayam lesap ke dalam mulutnya.<br />
<br />
“Kagak,” jawab Argi, menyeruput kuah mie dari mangkoknya. Slurfffppp...<br />
<br />
“Argi jorok!” tukas Fifi.<br />
<br />
“Fifi norak!” balas Argi, “Orang Jepang kalo makan mie juga begini.”<br />
<br />
“Emangnya Argi orang Jepang?” gugat Fifi.<br />
<br />
“Ya... bukan sih. Tapi kita kan pernah dijajah Jepang,” kilah Argi. Dia memang paling jago ngeles. Fifi mati kutu, gak bisa nyerang anak itu lagi.<br />
<br />
Dini meletakkan mangkok mienya yang telah kosong di atas meja beranda depan rumah Argi yang teduh, tempat di mana mereka berada saat ini.<br />
<br />
“Elo pernah coba telepon ke dia?”<br />
<br />
“Sering. Tapi gak pernah diangkat.”<br />
<br />
“Kok gitu, sih?”<br />
<br />
“Mana gue tau,” Argi mengangkat bahu.<br />
<br />
“Mungkin dia nggak pengen elo tau siapa dia? Makanya dia gak mau terima telepon elo. Mungkin aja dia orang deket. Makanya takut kalo elo ngenalin dia dari suaranya.”<br />
<br />
Argi mengangguk-anggukkan kepalanya. “Bisa jadi...”<br />
<br />
“Tapi, Gi... masa lo gak punya petunjuk sama sekali sih, Gi?” Menuangkan air putih dari botol ke dalam gelas, sebelum mereguknya. Dini masih penasaran soal Lelaki Terindah yang sering mengirimkan pesan-pesan cinta ke ponsel Argi.<br />
<br />
“Peta maksud lo?”<br />
<br />
“Fifi punya bola dunia!” sambar cewek berkulit putih itu.<br />
<br />
“Yee... pada nggak nyambung!” Dini sewot, “emang kita mau traveling?! Maksud gue, petunjuk yang bisa mengantarkan elo pada kemungkinan-kemungkinan siapa sesungguhnya cowok yang mengaku dirinya Lelaki Terindah itu!” <br />
<br />
“Aha!” jerit Argi tiba-tiba, sambil ngelap mulutnya yang belepotan kuah mie ayam.<br />
<br />
“Ada petunjuk, Gi?”<br />
<br />
“Mie gue abis!”<br />
<br />
“Fifi juga finish!” timpal Fifi selepas menuntaskan suapan terakhir ke mulutnya.<br />
<br />
“Aduuuhhh! Serius dong lu pada!”<br />
<br />
“Gue serius,” Argi menunjukkan mangkoknya yang telah kosong pada Dini, “Gak ada sisa kan?”<br />
<br />
“Yee! Siapa yang nanyain mangkok mie lo?!”<br />
<br />
“Abis apa?” tanya Argi polos.<br />
<br />
“Petunjuk! Petunjuk!”<br />
<br />
“Petunjuk apa?”<br />
<br />
Dini menepuk jidatnya. “OMG!”<br />
<br />
“Hah?” Argi sama Fifi melongo.<br />
<br />
“Apa tuh maksudnya?”<br />
<br />
“Oh my God!”<br />
<br />
“Oooo...” seru Argi dan Fifi berbarengan.<br />
<br />
“Fifi nambah ya, Gi?”<br />
<br />
“Kecil-kecil uler kadut lo!” cela Dini. <br />
<br />
“Hehehe...” Fifi meringis.<br />
<br />
Sore itu memang Argi yang bertindak jadi cukong, setelah sepulang sekolah tadi Dini sama Fifi diseret-seret dengan paksa mengantarkanya ke kantor majalah Kawanmu untuk mengambil honor tulisannya yang dimuat di edisi lalu majalah khusus cewek itu.<br />
<br />
“Ya, udah,” kata Argi, “pesan aja lagi. Gue juga mau.”<br />
<br />
“Pesen dua, nih?”<br />
<br />
“Ehm... gue juga mau deh, Fi...” kata Dini malu-malu.<br />
<br />
“Huuu! Tadi aja sok ngatain Fifi uler kadut!” <br />
<br />
“Hehehe...”<br />
<br />
“Duitnya, Gi?”<br />
<br />
“Tar aja sekalian.”<br />
<br />
Fifi segera melesat ke ujung gang rumah Argi, tempat gerobak mie Mas Gino ditambatkan. Melihat kedatangan Fifi, wajah Mas Gino secerah cuaca sore itu.<br />
<br />
“Nambah, Neng?” tuding Mas Gino.<br />
<br />
“Emang nama saya Neneng?!” protes Fifi.<br />
<br />
Mas Gino nyengir.<br />
<br />
“Bikinin tiga porsi lagi ya, Mas!”<br />
<br />
“Sip!” Mas Gino segera mencemplungkan tiga gulung mie dan potongan sawi ke dalam panci rebusnya. Membariskan tiga mangkok, mengecrotkan minyak ayam, kecap asin, lada halus dan micin seujung gagang sendok ke dalamnya.<br />
<br />
“Wuuuiiihhh... siapa yang lagi ulang taon nih?” tegur Arga yang baru saja turun dari angkot.<br />
<br />
“Argi.”<br />
<br />
“Tumben amat...”<br />
<br />
“Dia baru terima honor cerpen dari majalah Kawanmu.”<br />
<br />
“Asyik!” Arga loncat-loncat kegirangan sambil megangin perutnya yang keroncongan.<br />
<br />
Mas Gino membuka tutup panci, mengangkat tiga gulung mie dan sawi yang telah matang, untuk kemudian dibagi rata ke dalam tiga mangkok yang telah diberi bumbu. <br />
<br />
“Bikinin saya semangkok ya, Mas!”<br />
<br />
“Sip!” Mas Gino mengacungkan ibu jarinya di depan muka Arga. Mengambil segulung mie, membuka tutup panci, siap melemparkan gulungan mie ke dalam panci. <br />
<br />
“Eit!” cegah Fifi, saat tangan Mas Gino telah berada di atas panci yang mengepulkan uap panas, “tunggu dulu!”<br />
<br />
“Kenapa?”<br />
<br />
“Mie pesenan Arga siapa yang bayar?”<br />
<br />
“Argi.”<br />
<br />
“Ih, Arga PD abis!”<br />
<br />
“Lho?”<br />
<br />
“Emangnya udah bilang?”<br />
<br />
“Emangnya harus bilang?”<br />
<br />
“Aduh... cepetan kasih keputusan dong!” sela Mas Gino, “Tangan saya panas, nih!”<br />
<br />
“Bilang dulu sana!”<br />
<br />
“Tar aja deh bilangnya kalo mienya udah jadi.”<br />
<br />
“Pokoknya Fifi gak mau nanggung ya?”<br />
<br />
“Masih lama nih?” sela Mas Gino lagi, “saya hitung sampai tiga ya. Satu...”<br />
<br />
“Gue malas bolak-baliknya, Fi.”<br />
<br />
“Dua...”<br />
<br />
“Yah, itu mah derita Arga. Dari pada udah mesen taunya Argi gak sudi bayarin, gimana?”<br />
<br />
“Ti...”<br />
<br />
“Yah udah deh Mas, saya tanya dulu sama Argi. Nanti saya balik lagi ke sini kalo udah di acc sama Argi.”<br />
<br />
“SMS aja, Ga. Saya menerima pesanan via SMS juga kok.”<br />
<br />
“Emangnya punya?” Arga ragu.<br />
<br />
“Hp?”<br />
<br />
“Iya.”<br />
<br />
Mas Gino membuka laci gerobaknya. “Mau pilih yang merek apa?”<br />
<br />
“Hah?!?”<br />
<br />
Mata Arga dan Fifi membulat menyaksikan berbagai merek dan seri Hp terkini ada di dalam laci gerobak Mas Gino. Dari merek Nukie, Sieman, Sonia Ericsono, Sumsang, sampe merek Alcetel ada!<br />
<br />
“Nggak usah pada kagum gitu, dong,” kata Mas Gino.<br />
<br />
“Banyak banget, Mas! Nyulik di mana Hp sebanyak itu?”<br />
<br />
“Sebarangan aja!” Mas Gino keki dituduh begitu sama Arga. “Usaha sampingan saya memang jual beli Hp bekas!”<br />
<br />
“Sori deh Mas... saya kan cuma becanda.”<br />
<br />
“Jual voucer pulsa juga nggak, Mas? Tanya Fifi.<br />
<br />
“Ada, ada!” mas Gino mengeluarkan bermacam-macam voucer pulsa dari tas pinggangnya. “Hp-nya pake apa?”<br />
<br />
Arga garuk-garuk kepala. “Mas Gino sebenernya jualan mie ayam apa jualan Hp bekas sama voucer sih?”<br />
<br />
“Yah, ini kan namanya sambil menyelam minum air.”<br />
<br />
“Gak takut kembung, Mas?” ledek Arga.<br />
<br />
“Yah, namanya juga usaha...”<br />
<br />
“Arga bawain yang semangkok, ya?” mohon Fifi, sebelum melangkahkan kaki kembali ke beranda depan rumah Argi dengan dua mangkok mie ayam di tangannya. Arga menyusul kemudian, selepas mencatat nomer Hp Mas Gino.<br />
<br />
“Gi, gue pesen juga ya?” mohon Arga, mengulurkan tangan menyerahkan mangkok mie yang dibawanya kepada Argi.<br />
<br />
“Elo mau juga?”<br />
<br />
“Yoi, perut gue keroncongan nih. Tadi pagi gak sarapan gara-gara jatah sarapan gue elo embat.”<br />
<br />
“Ya, udah,” kata Argi, “tapi tanya dulu apa ayamnya masih ada?”<br />
<br />
“Masih kok. Tadi gue liat masih sepanci,” terang Arga.<br />
<br />
“Siapa tau aja sekarang udah abis.”<br />
<br />
Arga mengeluarkan Hp-nya, mengetik pesan.<br />
<br />
<blockquote class="tr_bq">
<span style="font-family: "courier new" , "courier" , monospace;"> Mas Gino, aymnya msh ad ga?</span><span style="font-family: "courier new" , "courier" , monospace;">Sent to: Mas Gino 08158935003</span></blockquote>
<br />
<i>Message Sent</i>. Gak berapa lama Hp Arga kembali bergetar. Ada SMS masuk. Dari mas Gino.<br />
<br />
<blockquote class="tr_bq">
<span style="font-family: "courier new" , "courier" , monospace;"> Msh sepanci! Knpa? Jd psn ga?</span><span style="font-family: "courier new" , "courier" , monospace;">Sender: Mas Gino 08159835003</span><span style="font-family: "courier new" , "courier" , monospace;">Sent: 26 May 2005 15:34:33</span></blockquote>
<br />
“Masih banyak, Gi!” lapor Arga.<br />
<br />
Argi beranjak dari tempat duduknya, berjalan ke halaman belakang rumah untuk beberapa saat, sebelum kembali lagi sambil menggendong Delon, ayam piaraannya. Argi menyerahkan Delon kepada Arga.<br />
<br />
“Bawa ke Mas Gino, gih!”<br />
<br />
“Buat apa?” Arga heran.<br />
<br />
“Kata lo tadi ayamnya Mas Gino masih ada?”<br />
<br />
“Iya. Sepanci. Terus?”<br />
<br />
“Aduin gih sama si Delon.”<br />
<br />
“Hah?” Arga bengong, menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal.<br />
<br />
“Huahahaha...” Dini dan Fifi tertawa ngakak.<br />
<br />
Sebuah motor Kawasaki Tinja warna hijau metalik berhenti di muka pagar rumah yang berseberangan dengan kediaman keluarga Arga dan Argi. Si pengendara membuka helmnnya. Argi, Dini dan Fifi membeku, seperti tersihir oleh wajah tampan penunggang motor berCC besar itu. <br />
<br />
Pengendara Kawasaki Tinja itu menoleh ke arah mereka. Melengkungkan senyum melambaikan tangannya ke udara. Ujung rambut cowok bertampang Alessandro Del Pierro yang panjang sebahu itu tergerai ke udara di permainkan angin sore. Arga membalas lambaiannya.<br />
<br />
“Baru pulang sekolah?”<br />
<br />
“Biasa... latihan dulu.”<br />
<br />
“<i>Climbing</i>?”<br />
<br />
“Iya. Minggu depan mau naek gunung!”<br />
<br />
“Ke mana?”<br />
<br />
“Ke Slamet. Kenapa? Lo mau ikut?” <br />
<br />
“Wah, boleh juga tuh, sekalian cari bahan tulisan buat majalah.”<br />
<br />
“Oke, tar lo kasih tau gue aja kalo jadi mau ikut ya!” <br />
<br />
“Oke deh,” jawab Arga. Cowok penunggang Kawasaki Tinja itu menuntun motornya masuk ke halaman rumahnya yang besar. <br />
<br />
“Keren banget!” ujar Fifi.<br />
<br />
“Macho!” timpal Dini.<br />
<br />
“Siapa, Ga?” tanya Argi, setelah sosok cowok itu menghilang di balik pintu rumahnya.<br />
<br />
“<i>Want to know</i> aja!” ucap Arga cuek, melempar Delon yang sejak tadi ada di gendongannya ke pangkuan Argi.<br />
<br />
“Arga gila!” jerit Argi, berusaha menyelamatkan mangkok mienya biar gak tumpah.<br />
<br />
“Elo mau tau?”<br />
<br />
“Mau dong!” sambar Dini.<br />
<br />
“Eh, elo buat apa tau?” gugat Argi.<br />
<br />
“Fifi juga mau tau.”<br />
<br />
“Ini lagi,” sungut Argi, “pake ikut-ikutan. Emangnya mau tau apa?”<br />
<br />
“Fifi mau tau, masih boleh nambah semangkok lagi nggak?”<br />
<br />
“Hah?!?” seru Argi dan Dini bersamaan.<br />
<br />
“Kalian kok malah buka forum sendiri?” Arga keki dicuekin, “jadi mau tau nama tuh cowok gak?”<br />
<br />
“Mauuuu...!!!” kor ketiga cewek itu.<br />
<br />
“Tapi ada syaratnya?”<br />
<br />
“Apa?”<br />
<br />
“Kalian harus traktir gue di kantin tiap hari, selama satu bulan penuh!”<br />
<br />
“Ogah banget!” jawab Dini.<br />
<br />
“Apalagi Fifi!” tambah Fifi.<br />
<br />
Hanya Argi saja yang belum memberikan keputusan.<br />
<br />
“Elo gimana, Gi?”<br />
<br />
“Seminggu, gimana?” tawar Argi.<br />
<br />
“Deal!” Argi dan Arga saling berjabatan tangan tanda perjanjian telah disetujui.<br />
<br />
“Namanya Kembara Bagaskara.”<br />
<br />
“Sekolah di mana?”<br />
<br />
“Di SMU Hitam Putih.”<br />
<br />
“Kelas?”<br />
<br />
“Di atas kita setaon.”<br />
<br />
“Sejak kapan kalian kenal?”<br />
<br />
“Udah dua mingguan lebih. Dia sama orangtuanya pernah bertamu ke rumah kita, waktu baru pindah.”<br />
<br />
“Masak sih? Kok elo gak pernah cerita?”<br />
<br />
“Buat apa?”<br />
<br />
“Terus gue di mana waktu mereka ke sini?”<br />
<br />
“Yeah, mana gue tau. Tanya aja sama diri lo sendiri. Tapi kalo gak salah, elo lagi nginep di rumahnya Dini deh.”<br />
<br />
“Oh, yang waktu itu...” Argi menoleh ke arah Dini, “Gara-gara elo ngajak-ngajak gue nginep sih, Din!”<br />
<br />
“Yee... kok jadi nyalahin gue?”<br />
<br />
“Satu lagi,” kata Argi, “minta nomer Hp-nya dong!”<br />
<br />
“Gak punya,” jawab Arga, “Gue pesen mie Mas Gino ya?”<br />
<br />
“Fifi juga ya, nambah lagi?”<br />
<br />
“Elo gak sekalian nambah, Din?” tanya Argi ketus.<br />
<br />
“Makasih deh. Gue lagi diet!”<br />
<br />
“Diet mah dua mangkok mie diembat!”</div>
<div>
<br /></div>
<div style="text-align: center;">
<b><a href="http://dennyprabowo.blogspot.co.id/2017/01/love-messages-5.html" target="_blank"><<< Cerita Sebelumnya</a> - <a href="http://dennyprabowo.blogspot.co.id/2017/01/love-messages-7.html" target="_blank">Cerita Selanjutnya >></a></b></div>
</div>
Denny Prabowohttp://www.blogger.com/profile/09407160169211078259noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7053241723276774060.post-72054528443709567212017-01-28T07:01:00.001+07:002017-02-05T11:59:04.397+07:00Kisah Pohon Sagu: Miripu dan Ikan Parako<i>Oleh Denny Prabowo </i><br />
Diterbitkan Balai Pustaka, 2011<br />
<div>
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjDGnh-VpaQtlctdy963gVdz3140FtnRebMIVAhJGXvfehR8ywtLHZSneydk1Hrxytnxrt_5ILGxuO_Gf19m1QQp3CMlT2djxwKuIGfSS5rs4CYdv-hrWnuzlay0TSgnEQX_8QhR3zgdBZe/s1600/kisah+pohon+sagu.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="458" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjDGnh-VpaQtlctdy963gVdz3140FtnRebMIVAhJGXvfehR8ywtLHZSneydk1Hrxytnxrt_5ILGxuO_Gf19m1QQp3CMlT2djxwKuIGfSS5rs4CYdv-hrWnuzlay0TSgnEQX_8QhR3zgdBZe/s640/kisah+pohon+sagu.jpg" width="640" /></a></div>
<br /></div>
<div>
<br />
Dahulu, penduduk Kipya yang hidup di tepi pantai suka memakan ti atau lem dari getah pohon. Mereka biasa menjemur lem itu di bawah terik matahari hingga menjadi kering. <br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgcPzb6tvTWZlhY8Xxa7OvqzMe2se5cjQvwBBnQB8b57luUj1ll61EmRmJhn4xtN2RUb96DyytSopaU4urCYaUNJLJKbQzXMGKu57IvI-DfTEPtt2H79Fxn8UyxuEU4U7MECtr4Nv4Cgcq0/s1600/sagu+1.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgcPzb6tvTWZlhY8Xxa7OvqzMe2se5cjQvwBBnQB8b57luUj1ll61EmRmJhn4xtN2RUb96DyytSopaU4urCYaUNJLJKbQzXMGKu57IvI-DfTEPtt2H79Fxn8UyxuEU4U7MECtr4Nv4Cgcq0/s200/sagu+1.jpg" width="138" /></a></div>
Setelah mengering, mereka akan memanggangnya dengan api. Orang Kipya biasa memakannya bersama ikan hasil tangkapan mereka. Begitulah kebiasaan makan orang-orang kipya. <br />
<br />
Sampai suatu hari, datang dua orang kakak beradik yang berasal dari Nariki. Suatu daerah yang terletak di kaki pegunungan Charles Louis. Letaknya dekat dengan pantai. <br />
<br />
Orang Nariki mendiami tempat yang membatasi dunia .atas dan dunia bawah. Maksudnya antara daerah pegunungan dan daerah pantai. Di sanalah bagian bawah dari pegunungan Charles Louis masuk ke dalam laut. <br />
<br />
Mereka sudah lama mengenal sagu. Mereka menjadikan sagu sebagai makanan pokok mereka. <br />
<br />
“Kakak, aku akan pergi ke arah timur,” kata Miripu kepada kakaknya. <br />
<br />
“Baiklah, adikku,” jawab Tipa, kakaknya, “aku akan melanjutkan perjalanan ke arah barat.” <br />
<br />
“Hati-hati, Kakak,” ucap Miripu. <br />
<br />
“Begitu juga dengan kamu, Miripu,” sahut Kakaknya. Kemudian keduanya saling berpelukan. <br />
<br />
Miripu dan Tipa berasal dari keluarga Amota-we atau orang sagu. Keluarga mereka dikenal sebagai orang-orang pertama yang mengenal sagu sebagai makanan. <br />
<br />
Miripu berjalan sendirian ke arah timur. Setelah berjalan cukup lama, Miripu merasa lelah. Apalagi matahari pada waktu itu memancarkan sinar teriknya. <br />
<br />
“Sebaiknya aku beristirahat di sini,” kata Miripu ketika melihat batang kayu yang menjuntai ke sungai. “Sepertinya tempat ini cukup teduh….” <br />
<br />
Miripu merebahkan tubuhnya di batang kayu yang rindang itu. Angin yang menerpa wajahnya, membuat matanya terasa berat. Kakinya ia masukkan ke dalam air yang jernih. <br />
<br />
“Oh, sejuknya…,” ucap Miripu menikmati aliran sungai dan angin yang berhembus. Tanpa disadari olehnya, ia pun tertidur lelap. <br />
<br />
Tempat ia berhenti itu kini terletak di sebelah Barat Potaway, sebelah Timur Tanjung Napuku. <br />
<br />
Seekor ikan parako berenang-renang mengikuti air pasang. Ikan itu masuk ke dalam muara. Ia melihat melihat sebuah benda terjurai di atas air. <br />
<br />
“Hai, ikan mona,” panggil ikan Parako kepada temannya yang tengah asik mencari makan “Lihat itu!” ikan Parako menunjuk pada sebuah benda yang menjuntai ke dalam air sungai. <br />
<br />
“Hmm… apakah benda itu bisa dimakan?” Tanya ikan Mona sambil mendekati benda menjuntai itu. <br />
<br />
“Bagaimana kalau kita coba saja?” usul ikan Parako. <br />
<br />
Ikan Parako dan ikan Mona mulai menyantap benda yang menjuntai ke dalam air itu. <br />
<br />
“Rasanya cukup aneh,” kata ikan Parako. <br />
<br />
“Tapi lumayan enak,” jawab ikan Mona. <br />
<br />
“Hmm… nyam… nyam… nyam, kamu betul, Kawan!” kata ikan parako sambil mengunyah benda yang tak lain rambut Miripu itu. <br />
<br />
Mereka terus menyantap rambut Miripu itu. Rupanya Miripu mulai tersadar. Ia merasa ada yang menarik-narik kepalanya. <br />
<br />
“Aduh!” teriak Miripu ketika ikan Mona dan ikan Parako menggigit rambutnya, “Ada apa ini?” <br />
<br />
Miripu berdiri. Betapa terkejutnya ia mendapati rambutnya tinggal sedikit. Ia meraba-raba rambutnya yang tinggal sedikit itu. <br />
<br />
Kalau saja ia tak segera terbangun, barangkali sudah habis rambutnya disantap ikan Parako dan ikan Mona. Konon, karena peristiwa inilah, maka orang-orang setempat saat ini tak ada yang berambut panjang. <br />
<br />
“Kurang ajar kalian!” kata Miripu kepada kedua ikan yang mulai menyadari bahaya. <br />
<br />
“Kita lari!” seru ikan Parako. Ikan Mona segera berenang secepatnya, meninggalkan ikan parako di belakang. <br />
<br />
Miripu mengambil anak panahnya. Ia membidik ikan Parako yang belum berenang jauh. <br />
<br />
Melihat hal itu, ikan Parako berusaha untuk berenang lebih cepat. Ia meliuk-liukkan tubuhnya agar sulit dipanah. Sementara Miripu mulai mendapatkan posisi tembak yang bagus. Lalu… suuuiiiiinnng! Anak panah melesat dengan cepat. <br />
<br />
“Auw!” jerit ikan Parako, ketika anak panah itu mengenai sisi kiri tubuhnya. Beruntung bagi dirinya, anak panah itu tidak menancap di tubuhnya. <br />
<br />
Ikan Parako makin mempercepat renangnya. Apalagi saat dilihatnya, Miripu telah mengambil anak panah lainnya. “Aku harus segera lari!”<br />
<div>
<br /></div>
<div>
Suuuuuuiiiing! Anak panah kembali melesat ke arah ikan Parako. Lagi-lagi ikan itu mampu menghidar. Namun, anak panah itu sempat mengenai sisi kanan tubuhnya. Konon, sejak peristiwa itu, ikan-ikan Parako memiliki kedua titik hitam di kedua belah tubuhnya.<br />
<br />
<div style="text-align: center;">
<b><a href="http://dennyprabowo.blogspot.co.id/2017/01/kisah-pohon-sagu-miripu-dan-gadis-kipya.html" target="_blank">Cerita Selanjutnya >>></a></b></div>
</div>
</div>
Denny Prabowohttp://www.blogger.com/profile/09407160169211078259noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7053241723276774060.post-63249500198896755252017-01-27T10:32:00.002+07:002017-02-04T07:40:26.471+07:00Love Messages #5<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
<i>Oleh De Zha Voe</i></div>
<div>
<br /></div>
<img border="0" height="509" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgzdZGi7BndM0PeAIwbyfZ5gAD2uAL2o8m4Pm0LXoKpWQOMmMremq1R8kfHlyroVzWd0OLuUV_9fCqHveXoqEJh7Ucs4JhJvtmykTnxDwRA9UiquhUk5gLUsU1iZl7t4oboXGqBDdWWyPhP/s640/Love-Message-by-De-Zha-Voe.jpg" width="640" /><br />
<br />
<div>
Arga kelimpungan gak karuan. Tidak puas mengobrak-abrik isi tasnya, tas Argi jadi sasaran berikut. Dia menarik tas punggung Argi dari dalam laci meja. Namun, belum sempat Arga menjamah isi tas itu, si pemilik tas sudah keburu datang.<br />
<br />
“Jangan coba-coba kalo jidat lo gak mau gue bombardir sama jitakan!” ancam Argi yang baru kembali bersama Dini dari kantin sekolah.<br />
<br />
Arga tidak menggubris ancaman Argi. Dia nekat menumpahkan isi tas Argi ke atas meja.<br />
<br />
Pletak!<br />
<br />
“Adow!” Arga mengusap-usap keningnya yang baru aja jadi sasaran rudal jitak Argi.<br />
<br />
“Ngapain sih lo bongkar-bongkar tas orang?!” Argi sewot. Dia memunguti buku-buku dan peralatan menulisnya yang berceceran di atas meja, sebagian ada yang jatuh ke lantai kelas.<br />
<br />
“Hp gue,” Arga panik, “ada sama elo kan, Gi?”<br />
<br />
“Nggak.”<br />
<br />
“Alaa... biasanya juga elo suka diem-diem ngembat Hp gue!”<br />
<br />
“Hari ini lagi gak biasa.”<br />
<br />
“Elo kali, Din!” tuding Arga. <br />
<br />
“Bagusan juga Hp gue!” ujar dini sambil memerkan Hp barunya.<br />
<br />
“Bagus juga sering gak ada pulsanya,” seloroh Arga.<br />
<br />
“Enak aja!”<br />
<br />
“Aduh... serius dong lo pada!”<br />
<br />
“Suer, Ga!” jawab Argi dan Dini nyaris berbarengan.<br />
<br />
“Lo biasanya suka nyimpen Hp di meja redaksi,” ujar Dini.<br />
<br />
“Aha!” Arga segera melesat meninggalkan kelasnya. Tapi baru beberapa langkah dari ambang pintu kelas, dia menghentikan langkahnya. Kembali ke kelas dengan wajah lesu.<br />
<br />
“Kenapa, Ga? Udah ketemu?” tanya Dini.<br />
<br />
“Ketemu apanya? Dari gue nyampe di sekolah ini, sampai detik gue ngomong sekarang ini, gue belom menginjakkan kaki ke ruang redaksi. Jadi gimana mungkin Hp gue bisa ada di sana.”<br />
<br />
“Udah coba dimiscall?”<br />
<br />
“Aha!” harapan kembali terbit di dada Arga, “kenapa gue gak kepikiran ya?”<br />
<br />
“Emangnya elo punya?”<br />
<br />
“Punya apa?”<br />
<br />
“Pikiran.”<br />
<br />
Arga menggelengkan kepala. “Kalo gue punya pikiran, pasti gue gak bakal sudi kembaran sama elo!”<br />
<br />
“Siapa juga yang sudi kembar sama elo!” balas Argi.<br />
<br />
Dini cuma bisa geleng-geleng kepala menyaksikan makhluk kembar di hadapannya, yang mirip anjing sama kucing, berantem terus kerjaannya. Tapi mending mereka bertengkar. Soalnya, kalo lagi akrab, ada saja yang jadi korban kejailan kedua makhluk kembar itu!<br />
<br />
“Din, gue liat Hp baru lo, dong?” <br />
<br />
“Ala... basi lo!” kata dini, “Bilang aja mau minta pulsa!”<br />
<br />
“Ada kan?”<br />
<br />
“Gak ada!” cibir Dini, “Tadi kan elo sendiri yang bilang Hp gue baru juga gak ada pulsanya!”<br />
<br />
“Yah, itu kan tadi. Beberapa menit yang lalu. Sekarang beda lagi.”<br />
<br />
“Pokoknya... gak ada!”<br />
<br />
Tiba-tiba Fifi nyelonong masuk ke dalam kelas mereka. Wajahnya cemas. Ketakutan. Seperti seorang yang sedang dikejar-kejar penagih hutang.<br />
<br />
“Umpetin Fifi, Dong! Umpetin Fifi, Dong!” kata gadis Minang itu seraya membenamkan dirinya ke bawah meja belajar Argi.<br />
<br />
“Kenapa lo?” tanya Argi, “Dikejar-kejar Mbak Ela ya?”<br />
<br />
“Bukan, bukan,” jawab Fifi dengan napas tersengal, “bukan nenek sihir itu.”<br />
<br />
“Terus nenek yang mana lagi?”<br />
<br />
Belum sempat Fifi menjawab pertanyaan yang dilontarkan Dini, sudut mata Arga menangkap sosok pemuda culun berkaca mata tebal, berbibir tebal, dan bermuka tebal keluar dari dalam kelas Fifi yang ada di seberang kelasnya, celingukan. Di tangan cowok itu tergenggam setangkai mawar merah yang sudah mau layu.<br />
<br />
“Bay, Bayu!” panggil Arga dari jendela kelasnya.<br />
<br />
“Arga jangan gila, deh!” Fifi keluar dari kolong meja bermaksud menjitak Arga, atau setidaknya melemparkan bangku ke arah kembaran Argi itu. Tapi belum sempat dia melaksanakan hajatnya, dilihatnya Bayu melangkah menghampiri Arga. Fifi kembali membenamkan dirinya ke kolong meja Argi.<br />
<br />
“Ada apa, Ga?” tanya Bayu. Berdiri di depan jendela kelas Arga.<br />
<br />
“Elo nyari siapa?”<br />
<br />
“Cari Fifi. Arga lihat Fifi nggak?”<br />
<br />
“Oh, si Fifi?”<br />
<br />
“Iya. Bayu mau memberikan bunga ini untuknya.”<br />
<br />
“Liat.”<br />
<br />
Buk!<br />
<br />
“Aduh!” Fifi meringis kesakitan. Tendangan yang Fifi arahkan ke kaki Arga salah alamat. Dia malah mengadu tulang keringnya dengan kaki kursi.<br />
<br />
“Seperti suaranya Fifi?” Bayu melongok dari jendela.<br />
<br />
“Ah, gak mungkin, Bay!” kata Arga, “Elo salah denger kali.”<br />
<br />
“Bayu hapal betul dengan suara Fifi. Suara Fifi selalu terngiang-ngiang di dalam telinga Bayu. Setiap saat.”<br />
<br />
“Lagi tidur juga?” <br />
<br />
Bayu mengangguk.<br />
<br />
“Ah, jangan-jangan sekarang lo lagi tidur?” ujar Arga.<br />
<br />
“Bayu sendiri nggak tahu, Ga, apakah saat ini Bayu sedang tertidur atau terjaga. Yang Bayu tahu, dalam keadaan apa pun selalu Fifi yang ada di dalam pikiran Bayu.”<br />
<br />
“Eh, elo mau tau gak Fifi lagi ada di mana?”<br />
<br />
“Tentu saja Bayu mau!”<br />
<br />
“Ada syaratnya.”<br />
<br />
“Apa?”<br />
<br />
“Pinjemin gue Hp dulu.”<br />
<br />
“Buat apa?”<br />
<br />
“Buat nelepon dong. Masak buat ngejitak palanya Argi?”<br />
<br />
“Coba aja kalo lo berani!” tantang Argi.<br />
<br />
“Maksud Bayu Arga mau nelepon siapa?”<br />
<br />
“Gue mau telepon ke Hp gue.”<br />
<br />
Bayu garuk-garuk kepala. “Masak nelepon ke Hp sendiri?”<br />
<br />
“Udah deh, gak usah kebanyakan mikir! Tar kaca mata lo makin tebel aja lagi!”<br />
<br />
Bayu mengeluarkan Hp-nya memberikannya kepada Arga. Arga segera menghubungi nomer Hp-nya. Terdengar nada sambung. Tapi setelah itu terdengar suara operator: “Maaf pulsa anda tidak cukup untuk melakukan panggilan keluar, harap...” <br />
<br />
“Ah, Hp kagak ada pulsanya lo kasih gue!” ujar Arga kesal, seraya mengembalikan Hp milik Bayu.<br />
<br />
“Lho, tadi kan Arga bilang mau pinjem Hp, bukan minta pulsa,” kata Bayu. <br />
<br />
Giliran Arga yang garuk-garuk kepala. Bener juga ya...<br />
<br />
“Terus, Fifinya gimana?”<br />
<br />
“No pulsa, no Fifi!”<br />
<br />
“Yah, Arga kok gitu, sih?”<br />
<br />
“Lo mau tahu ke mana si Fifi?” celetuk Argi.<br />
<br />
Di kolong meja Fifi ketar-ketir. Argi kalo sudah jail memang suka nggak liat-liat teman. Dia mencubit kaki Argi. Tapi Argi berhasil berkelit, menjulurkan lidah, meledek Fifi.<br />
<br />
“Memangnya Argi tahu di mana Fifi?”<br />
<br />
“Meong...” seekor kucing melintas di dekat kaki Bayu.<br />
<br />
“Nah,” tuding Argi ke arah kucing belang itu, “itu dia si Fifi!”<br />
<br />
Bayu mengerutkan kening. “Fifi? Kucing belang itu?”<br />
<br />
“Iya!” kata Argi meyakinkan, “Fifi kan siluman kucing. Pada saat-saat tertentu dia bisa berubah jadi kucing!”<br />
<br />
Mendengar kata-kata Argi, Arga, Dini, bahkan Fifi yang lagi sembunyi di kolong meja tersenyum-senyum menahan tawa.<br />
<br />
“Bay, Bay,” Dini menuding kucing belang yang mulai melangkah menjauh dari kaki Bayu, “Si Fifi pergi, tuh!”<br />
<br />
“Oh, Fifi!” Bayu mengejar kucing belang. Kucing itu langsung ambil jurus langkah se-milyar begitu melihat Bayu datang mengejarnya. “Fifi... jangan tinggalkan Bayu!”<br />
<br />
Semua siswa yang menyaksikan adegan kejar-kejaran antara Bayu dan kucing belang gak mampu menahan tawa, sampai terpingkal-pingkal. Semua anak yang lagi ada di dalam kelas segera merapat ke jendela, ingin menyaksikan adegan langka yang baru pertama kali terjadi di sekolah mereka. Fifi keluar dari persembunyiannya di kolong meja Argi masih sambil tertawa-tawa.<br />
<br />
“Fi, gue liat Hp lo dong?” rayu Arga.<br />
<br />
“Huh.” Rengus Fifi, “Sok basa-basi deh. Bilang aja langsung ‘Fi, gue minta pulsa dong?’ gitu!”<br />
<br />
“Hehehe...” Arga nyengir-nyengir badak (emang badak suka nyengir?), “Kalo Hp gue ketemu entar lo gue traktor deh! Lagian gue kan udah nolongin elo dari Bayu.”<br />
<br />
“Enak aja! Emang Fifi bangunan liar, mau lo traktor!”<br />
<br />
“Traktir, traktir! Masa gitu aja gak tau, sih?”<br />
<br />
“Beneran nih, mau traktir Fifi?”<br />
<br />
“Iya.”<br />
<br />
“Ehm... Argi sama Dini juga?”<br />
<br />
Solider juga nih anak... pikir Dini danArgi.<br />
<br />
“Yah, mereka mah gak usah!”<br />
<br />
Fifi melirik ke arah Dini dan Argi. Kemudian tersenyum. <br />
<br />
“Iya, deh, Fifi mau.” Fifi memberikan Hp-nya pada Arga.<br />
<br />
“Huuu!” teriak Dini dan Argi berbarengan, “Kita kira mah elo solider sama teman!”<br />
<br />
Arga mencari namanya di phonebook Hp Fifi. Lalu menghubunginya. Terdengar nada sambung. Bersamaan dengan itu, terdengar suara ringtone ponsel mengudara, mengisi ruang udara di kelasnya. Arga melihat Toing yang lagi duduk di bangkunya mengeluarkan Hp dari saku bajunya, menerima telepon. Merek dan serinya persis banget sama punya Arga. Tanpa usaha diplomasi sama sekali, Arga berteriak: “Hp gue, tuh!”<br />
<br />
Arga merebut Hp dari tangan Toing.<br />
<br />
“Elo apa-apa sih!”<br />
<br />
Terjadi adegan tarik menarik antara Arga dengan Toing. Arga gak menyadari kalo sejak tadi seseorang yang menemukan Hp-nya menjawab panggilannya. Sampai Hp yang mereka perebutkan terjatuh ke lantai. Kembali terdengar ringtone Hp yang tadi diperebutkan Toing dan Arga mengudara.<br />
<br />
Secepat kilat Arga menyambar Hp itu. lalu menerima panggilan.<br />
<br />
“Halo, Toing!” ucap seseorang di seberang, “minggu depan kita jadi touring ke Anyer...”<br />
<br />
Kening Arga berkerut. Touring? Dia menyerahkan Hp di tangannya kepada Toing, sambil tersenyum-senyum penuh dosa. “Hehehe... Buat lo nih, Ing...” katanya.<br />
<br />
<div style="text-align: center;">
***</div>
<br />
Argi baru saja hendak meninggalkan halaman sekolahnya bersama Dini, ketika sebuah Honda Crivic warna merah muda berhenti persis di depan gerbang sekolah. Seorang cowok jangkung bertubuh atletis, berkulit putih bersih keluar dari dalamnya.<br />
<br />
Dini menyikut pinggang Argi. “Cowok keren banget, noh!”<br />
<br />
Argi menoleh ke cowok pemilik Honda Crivic itu. “Wooooww...!” matanya melotot. “Adow!” <br />
<br />
“Awas Gi, tiang telepon!” Dini memperingati.<br />
<br />
“Udah kena tau!” Argi meringis memegangi jidatnya yang baru saja dicium sama tiang telepon, yang berada persis di seberang Honda Crivic itu di parkirkan. <br />
<br />
Dini tertawa terkekeh menyaksikan sebuah bukit berwarna merah muncul di jidat Argi.<br />
<br />
Argi menyepak tiang telepon itu. Geram. “Siapa sih yang naro tiang telepon di sini?”<br />
<br />
“Kamu gak pa-pa?” tegur cowok keren yang wajahnya mirip ayamnya Argi, Delon. Hihihi... bukan ding, maksudnya mirip si Delon yang menang Indonesian Idol itu!<br />
<br />
“Nggak, nggak apa-apa kok. Cuma...”<br />
<br />
“Benjol doang!” serobot Dini, “Hihihi... Adow!”<br />
<br />
Argi menginjak kaki Dini.<br />
<br />
Cowok keren itu tersenyum melihat tingkah Argi dan Dini.<br />
<br />
Argi mengerutkan keningnya. “Eh, kayaknya kita pernah ketemu deh?”<br />
<br />
“Sok kenal lo, Gi!” bisik Dini di telinga Argi.<br />
<br />
Cowok berparas tampan itu tersenyum.<br />
<br />
Argi garuk-garuk kepala. Berusaha mengingat-ingat. “Duh, di mana ya...”.<br />
<br />
“Pensi,” tebak cowok itu.<br />
<br />
“Oh... ya, ampun!” Argi menepuk jidatnya, “Elo ketua OSIS SMU Cakra kan? Da... Da...”<br />
<br />
“Dava!” sambar Dava.<br />
<br />
“Ya, Dava,” Argi menepuk jidatnya. “Kok gue bisa lupa ya?”<br />
<br />
“Elo kan emang pelupa, Gi.”<br />
<br />
“Hehehe...”<br />
<br />
“Elo yang waktu itu ngeliput acara barengan Arga, kan?"<br />
<br />
“Iya. Yang nabrak elo,” Argi teringat dengan kejadian saat pertama berjumpa dengan Dava..<br />
<br />
“Terus nyiram baju gue pake air mineral.”<br />
<br />
“Elo tega banget, Gi!” timpal Dini.<br />
<br />
“Yah, gue kan nggak sengaja...”<br />
<br />
“Makanya, kalo minum jangan sambil jalan,” kata Dava sambil memamerkan senyum manisnya.<br />
<br />
“Ngomong-ngomong ada keperluan apa nih, ke sini?” tanya Argi.<br />
<br />
“Arga.”<br />
<br />
“Mau ketemu Arga?”<br />
<br />
“Iya. Ada perlu sedikit sama dia.”<br />
<br />
“Wah, si Arga udah pulang duluan sama Fifi,” terang Argi. “Katanya sih mau mampir dulu ke Es Teler 007.”<br />
<br />
“Fifi?”<br />
<br />
“Iya.”<br />
<br />
“Pacarnya?”<br />
<br />
“Wah, si Arga mana mau pacaran sama cewek.”<br />
<br />
“Maksudnya?”<br />
<br />
“Yah, dia itu emang agak-agak alergi sama yang namanya pacaran. Padahal yang naksir dia bejibun lho! Gak tau deh apa yang cewek-cewek liat dari makhluk gokil itu...”<br />
<br />
“Gokil? Hahaha...” tawa Dava meledak.<br />
<br />
“Elo ada perlu apa sama dia?”<br />
<br />
Dava mengambil sesuatu dari saku bajunya. Sebuah handphone.<br />
<br />
“Eh, itu kan handphonenya si Arga!”<br />
<br />
“Iya. Gue mau ngembaliin ini. Tadi pagi handphonenya jatoh di mobil gue.”<br />
<br />
“Wah, seharian tadi dia belingsatan gak karuan nyariin handphone-nya! Ternyata elo yang nemuin.Udah titip aja sama gue.”<br />
<br />
“Titipin di elo?” kata Dava, “Emang elo mau ke rumahnya Arga?”<br />
<br />
Argi dan Dini saling berpandangan. Kemudian tawa keduanya pun meledah. “Huahahahaha...”<br />
<br />
“Kenapa?” Dava bingung.<br />
<br />
“Emangnya elo belom tau, ya?” tanya Dini.<br />
<br />
Dava geleng-geleng kepala. <br />
<br />
“Arga itu tinggal serumah sama dia!” jelas Dini, menuding ke arah Argi.<br />
<br />
“Serumah? Emangnya kalian... udah nikah???”<br />
<br />
Kembali Argi dan Dini tertawa terpingkal-pingkal.<br />
<br />
“Gue sodaraan sama Arga.”<br />
<br />
“Sodara kandung!” tambah Dini.<br />
<br />
“Ooo...” bibir Dava membulat. Lalu tersenyum malu.<br />
<br />
“Eh, kok bisa sih handphonenya Arga jatuh di mobil lo? Emangnya tadi pagi dia nebeng sama elo?”<br />
<br />
“Cuma sampe pertigaan lampu merah doang. Terus dia ikut temannya naek vespa.”<br />
<br />
“Berarti kita bisa juga dong pulang bareng mobil lo?” todong Dini.<br />
<br />
Argi menyikut pinggang Dini. “Gak tau malu lo!”<br />
<br />
Dava tersenyum menahan tawa. “Gak apa-apa, lagi. Yuk!” <br />
<br />
“Asyik!” seru Argi melompat kegirangan.<br />
<br />
“Huh!” Dini mencubit lengan Argi.<br />
<br />
“Auch!” Dini meringis, “Apaan sih lo!”<br />
<br />
“Tadi aja sok ngatain gue nggak tau malu!”<br />
<br />
“Hehehe...” []<br />
<br />
<b></b><br />
<div style="text-align: center;">
<b><b><a href="http://dennyprabowo.blogspot.co.id/2017/01/love-messages-4.html" target="_blank"><<< Cerita Sebelumnya</a> - <a href="https://dennyprabowo.blogspot.co.id/2017/01/love-messages-6.html" target="_blank">Cerita Selanjutnya >></a></b></b></div>
<b>
</b><br />
<div style="text-align: center;">
<b style="background-color: white; border: 0px; color: #585858; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 16px; font-stretch: inherit; line-height: 28px; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><br /></b></div>
</div>
Denny Prabowohttp://www.blogger.com/profile/09407160169211078259noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7053241723276774060.post-25731097657692476042017-01-26T03:54:00.002+07:002017-02-04T07:41:14.211+07:00Love Messages #4<div class="MsoNormal" style="line-height: 24px;">
<div style="line-height: 24px;">
<i>Oleh De Zha Voe</i></div>
<div class="separator" style="background-color: white; clear: both; line-height: 24px; text-align: left;">
<br /></div>
<div class="separator" style="background-color: white; clear: both; line-height: 24px; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgzdZGi7BndM0PeAIwbyfZ5gAD2uAL2o8m4Pm0LXoKpWQOMmMremq1R8kfHlyroVzWd0OLuUV_9fCqHveXoqEJh7Ucs4JhJvtmykTnxDwRA9UiquhUk5gLUsU1iZl7t4oboXGqBDdWWyPhP/s1600/Love-Message-by-De-Zha-Voe.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="509" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgzdZGi7BndM0PeAIwbyfZ5gAD2uAL2o8m4Pm0LXoKpWQOMmMremq1R8kfHlyroVzWd0OLuUV_9fCqHveXoqEJh7Ucs4JhJvtmykTnxDwRA9UiquhUk5gLUsU1iZl7t4oboXGqBDdWWyPhP/s640/Love-Message-by-De-Zha-Voe.jpg" width="640" /></a></div>
<div style="background-color: white; line-height: 24px; margin: 0px;">
<span lang="IN" style="font-family: "candara" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="line-height: 24px; margin: 0px;">
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">“Kerrr... ck,ck,ck...
kerrr... ck,ck,ck...”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
Suiiiinnngggg...</div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">Pruk!<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">“Adow!” Argi melonjak kaget.
Sebuah majalah mendarat tepat di kepalanya. “Woi! Kalo ngelempar liat-liat
dong!”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">“Sori, Neng!” jawab tukang
majalah sambil lalu.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">Delon, Ayam jago piaraan
Argi jadi shock. Gara-garanya, setelah majalah itu mengenai kepala Argi,
majalah itu mampir juga di kepala Delon, yang sedang asyik matok-matokin
makanan di telapak tangan Argi. Delon kocar-kacir muter-muter pekarangan.
Terbang-terbangan, sebelum nemplok di pagar rumah dan ngacir keluar.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">Argi segera memburunya.
“Delon tunggu! Jangan tinggalkan aku!”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">Arga keluar dari dalam rumah
dengan secangkir kopi hangat di tangannya. Dia meletakkan cangkir kopinya di
atas meja. Nguap sebentar. Matanya menubruk majalah Komo Girl Yang jadi biang
keladi pelarian Delon terkapar di atas permadani rumput gajah halaman depan
rumahnya. Arga memungutnya. Nangkring di atas kursi bambu, menyeruput kopi
hangat, sambil baca majalah.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">Tak berapa lama Argi kembali
bersama Delon di gendongannya. Setelah putar-putar gang rumahnya, Delon
berhasil juga ditangkap Argi dengan sukarela. Itu pun setelah Argi
teriak-teriak membujuk mau ngenalin Delon sama Joy, ayam betina milik tetangga
sebelah rumahnya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">“Sopan dong!” tegur Argi
waktu melihat majalah Komo Girl miliknya dibaca Arga. “Yang punya aja belom
baca!”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">“Ada telepon, noh!” kata
Arga, matanya gak lepas dari lembar majalah.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">“Buat gue?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">“Buat siapa, kek,” jawab
Arga seenaknya, “Buruan, udah dari tadi tuh!”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">“Dari?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">“Dari tadi!”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">“Yee! Gue tau,” Argi gak
kalah sewot, “Maksud gue dari siapa?!”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">Arga hanya mengangkat bahu.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">“Huh!” Argi merengus.
Sebelum masuk ke dalam rumah dia menyempatkan untuk melabuhkan jitakan di jidat
Arga.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">“Awas lo ye!” Arga
misuh-misuh.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">Sampai di ruang tengah
tempat telepon dipajang, Argi melihat Bunda sedang menerima telepon.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">“Sini, Bunda.” Argi merebut
gagang telepon dari tangan Bunda, Bunda berusaha mempertahankannya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">“Kamu apaan sih?!”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">“Idih Bunda, teleponnya kan
buat Argi!”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">“Sembarangan kamu!” Akhirnya
Bunda berhasil merebut gagang telepon dari tangan Argi, “Maaf ya, Jeng Kok...
anak saya emang suka jail!”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">Argi mengerutkan kening.
“Bukannya telepon buat Argi?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">“Bukan!” jelas Bunda
setengah berbisik, “Udah sana jangan ganggu!”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">Kurang ajar si Arga!<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">Argi kembali ke teras depan
menemui Arga dengan kedua tangan terkepal, siap melakukan gempuran udara ke
kening Arga yang mirip lapangan bola.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">“Elo iseng banget sih,
ngerjain orang!” semprot Argi, “Hampir aja gue dipecat jadi anak sama Bunda!”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">“Iseng gimana?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">“Kata lo ada telepon?!”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">“Emang ada.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">“Mana?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">Arga berdiri dari kursinya,
menyeret tangan Argi kembali ke ruang tengah. Bunda sudah selesai menerima
telepon.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">“Ini apa?” Arga menunjuk
telepon yang berbaring manis di atas meja kayu kecil.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">“Telepon.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">“Mata lo ditaro di mana sih?
Telepon segede gini gak ngeliat!”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">Argi garuk-garuk kepala.
Bingung dengan maksud perkataan Arga.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">“Duh... yang bego gue apa
elo sih? Gue jadi bingung gini...”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">“Tadi gue bilang apa?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">“Ada telepon, noh!” Argi
mengulangi ucapan Arga, di teras depan rumah, selepas dia berhasil membujuk
Delon untuk kembali.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">“Nah, ini apa?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">“Telepon.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">“Gue gak bohong kan?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">Argi makin gak mengerti.
Arga ketawa-ketawa dalam hati, lalu ngeloyor pergi ninggalin Argi yang
rambutnya makin acak-acakan digaruk-garukin karena bingung.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">“Selamat mikir deh!”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">“Arga!”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; text-align: center;">
<span lang="EN">***<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">Ringtone ponsel Arga
mengudara, saat ia baru saja menggelar tikar sajadah. Ada SMS masuk. Lelaki
Terindah? Dia beranjak meninggalkan kamarnya, pergi ke kamar Argi di sebelah.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">Dug! Dug! Dug!<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">“Argi!” panggil Arga.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">Dug! Dug! Dug!<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">“Argi!” volume suaranya
bertambah keras.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">Argi membuka pintu kamarnya.
Matanya setengah terpejam. Maklum saja, sudah tengah malam. Waktunya
orang-orang tenggelam dalam selimut mimpi. Menerjemahkan yang tak terjemahkan
dalam kehidupan sehari-hari dalam dunia mimpi. Dan Arga baru saja sukses
mengobrak-abrik alur cerita dalam mimpi Argi.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">“Jam di kamar lo mati ya?!”
sungut Argi, “Tengah malam gedor-gedor kamar orang!”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">Arga hanya tersenyum melihat
sepetak liur yang mengerak di pipi Argi, menyerahkan ponselnya kepada Argi.
“Ada SMS!”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">“Elo bangunin gue
malem-malem cuma buat bacain SMS doang?!”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">“Jangan sewot dulu,” Arga
menenangkan, “Baca dulu SMS-nya.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">Argi membuang matanya ke
layar ponsel milik Arga. Membaca kalimat yang ada di sana. Matanya berbinar
waktu melihat nama pengirimnya.</span><br />
<span style="background-color: transparent;"><br /></span>
<br />
<blockquote class="tr_bq">
<span style="background-color: transparent;"><span style="font-family: "courier new" , "courier" , monospace;">kau bgai darah yg</span></span><span style="background-color: transparent;"><span style="font-family: "courier new" , "courier" , monospace;">meriak di sungai venaku</span></span><span style="background-color: transparent;"><span style="font-family: "courier new" , "courier" , monospace;">membuat jntungku berdtak</span></span><span style="background-color: transparent;"><span style="font-family: "courier new" , "courier" , monospace;">tiap kali mengingat wjhmu</span></span><span style="background-color: transparent;"><span style="font-family: "courier new" , "courier" , monospace;"><br /></span></span><span style="background-color: transparent;"><span style="font-family: "courier new" , "courier" , monospace;">Sender: +62815693142</span></span><span style="background-color: transparent;"><span style="font-family: "courier new" , "courier" , monospace;">Sent: 26 May 2005 02:35:14</span></span></blockquote>
<br />
“Duh... romantis banget
sih!” gumam Argi girang.</div>
</div>
<div style="line-height: 24px; margin: 0px;">
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">Arga berbalik, bermaksud
kembali ke kamarnya. Argi menghentikan langkah Argi tepat di saat dia berada di
ambang pintu.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">“Thanks ya, Ga!”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">Arga tersenyum, “Tadi aja,
marah-marah.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">“Sori deh,” mohon Argi, “elo
belom tidur, Ga?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">“Baru aja bangun.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">“Mau ngapain bangun tengah
malam gini?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">“Mau ngobrol.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">“Ngobrol sama siapa? Sama
kuntilanak?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">“Sembarangan lo!” ujar Arga,
“Udah ah, gue mau tahajud dulu!”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">Ooo... ngobrol sama Tuhan.
Diam-diam dia menyimpan kekaguman pada saudara kembarnya itu. Biarpun
penampilan luarnya ancur-ancuran, bahkan lebih mirip anak berandalan dari pada
anak sekolahan, tapi tidak pernah Argi melihat Arga ninggalin shalat. Argi
meringis. Malu. Jangankan tahajud, yang lima waktu aja mirip saringan ikan,
alias bolong-bolong!<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">Argi beranjak ke kamar, naik
kembali ke atas ranjang tidurnya, melanjutkan mimpi indah yang terpenggal sebab
Arga mengedor-gedor pintu kamarnya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">Oh, Lelaki Terindah... Argi
senyum-senyum sendiri, sebelum matanya kembali memejam dan bermimpi bertemu
dengan lelaki yang selalu mengiriminya kata-kata cinta: Lelaki Terindah.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; text-align: center;">
<span lang="EN">***<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">“Gawat Nih!”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">Sudah setengah jam lebih
Arga berdiri di tepi jalan, mengacungkan tangannya, menyetop angkot-angkot
jurusan terminal. Tapi gak satu pun dari angkot-angkot itu yang sudi berhenti,
dan membiar kan Arga naik ke dalamnya. Bukan karena merasa alergi sama Arga.
Tapi angkot-angkot itu malas membawa penumpang ke terminal. Saban Senin, trayek
yang menuju terminal luar biasa padat!<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">Tigapuluh menit lagi bel
tanda dimulainya kegiatan belajar mengajar SMU Merah Jambu dibunyikan. Arga gak
mau usaha belajarnya semalaman jadi berantakan, gara-gara dia terlambat dan
harus mengerjakan soal di depan kelas, seperti tempo hari, waktu jam
pelajarannya Pak Saragih.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">Memang sih, Bu Nita, guru
matematika gak segalak Pak Saragih. Baik hati malah.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">“Yah, asal jangan terlambat
pas dia lagi datang bulan aja!” jelas Tami, keponakan Bu Nita, teman satu
sekolah Arga, cuma lain kelas aja, waktu dia muji-muji kebaikan tante dari adik
ibunya itu.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">“Emangnya kalo lagi datang
bulan kenapa?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">“Wah, itu jadwalnya dia
berubah jadi srigala!”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">“Hah? Emang tante lo manusia
srigala ya?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">“Hahaha... sadis ya gue?”
ujar Tami, “Nggak sih. Gak segalak itu. Cuma gak sebaik kalo dia lagi gak
datang bulan aja.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">“Oh...”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">Arga mengambil Ponselnya.
Mengetik pesan.</span><br />
<blockquote class="tr_bq">
<span style="background-color: transparent;"><span style="font-family: "courier new" , "courier" , monospace;"><br /></span></span><span style="background-color: transparent;"><span style="font-family: "courier new" , "courier" , monospace;">Tante lo lagi dtg bln ga, Tam?</span></span><span style="font-family: "courier new" , "courier" , monospace;">Sent to: Tami 08567823958</span></blockquote>
</div>
</div>
<div style="line-height: 24px; margin: 0px;">
<span style="background-color: white;"><br /></span></div>
<div style="margin: 0px;">
<div style="line-height: 24px;">
<span style="background-color: white;">Tampak tulisan di layar
ponsel Arga: Message Sent</span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; line-height: 24px;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<div style="background-color: white; line-height: 24px;">
<span lang="EN">Gak berapa lama ponsel Arga
kembali bergetar. Ada SMS masuk.</span></div>
<blockquote class="tr_bq" style="background-color: white; line-height: 24px;">
<span style="background-color: transparent;"><br /></span>Knpa? Lo terlambat y? Ha100x<br />
kyaknya sih jdwlnya dia dtg bln<br />
coz kmaren gw k rmhnya<br />
doi lg mrh2 ma suaminya<br />
ati2 aj dicakar!<br />
Sender: Tami 08567823958<br />
Sent: 26 May 2005 07:00:14</blockquote>
<div style="background-color: white; line-height: 24px;">
</div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<div style="background-color: white; line-height: 24px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; line-height: 24px;">
“Huh!” runtuk Arga,
“Gara-gara Argi, nih!”</div>
</div>
</div>
<div style="line-height: 24px; margin: 0px;">
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">Selepas Subuh tadi,
sebenarnya Arga nggak bermaksud tidur lagi. Dia mau berangkat ke sekolah lebih
pagi. Melanjutkan belajarnya di sekolah, sebelum ulangan matematika
diselenggara pada jam pertama. Arga memang lemah benget di pelajaran
hitung-hitungan. Sebenarnya agak-agak alergi. </span>Habis... gue kan orangnya gak
peritungan! Begitu dia beralasan. Agak gak nyambung memang.</div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">Tapi waktu Arga mau masuk ke
kamar mandi, keburu keduluan Argi. Terpaksa deh harus ngantri. Tahu sendiri si
Argi, kalo sudah di kamar mandi bisa betah berjam-jam. Karena terlalu lama
nunggu Argi nggak keluar-keluar, Arga ketiduran di depan kamar mandi. Dia baru
bangun, waktu Bunda yang mau berangkat ke tempat kerja teriak-teriak di
telinganya. Sedang jarum jam telah menunjuk angka 6.45 WIBRTRA (Waktu Indonesia
Bagian Ruang Tengah Rumah Arga).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
Sebuah sedan berhenti tepat
di depan Arga. Pengendara Honda Crivic warna pink metalik itu membuka kaca
mobilnya. Melempar senyum ke arah Arga. Arga balas tersenyum.</div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">“Elo...”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">“Ketua OSIS SMU Cakra!” kata
pengendara itu, seperti tau kalimat yang mau Arga ucapkan, “masih ingat?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">“Oh...” Arga
mengangguk-anggukan kepala, “Yang namanya...”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">Cowok tampan berkulit putih
bersih itu mengulum senyum, “Dava,” katanya menyebutkan namanya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">“Ya, ya... Dava. Gue inget
sekarang.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">“Inget apa?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">“Inget kalo...” Arga melirik
arloji di tangannya, “Dikit lagi gue terlambat!” Arga panik.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">Cowok bernama Dava itu
membukakan pintu mobilnya dari dalam. “Bareng aja, yuk!”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">“Serius nih?” Arga ragu,
“Ongkosnya berapa?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">Dava tertawa mendengar
kelekar Arga. “Udah yuk, naik! Tar elo makin terlambat aja!”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">Tanpa malu-malu, Arga
langsung masuk ke dalam sedan merah yang ruang dalamnya beraroma lemon itu.
“Berangkat!”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">Lagi lagi cowok itu tertawa
melihat tingkah Arga.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">Sedan itu bergerak menyusur
aspal jalanan. Tapi sampai di pertigaan lampu merah apotik, jalan macet total.
Mobil-mobil hanya bisa bergerak tiga putaran roda. Arga kembali gelisah.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">“Mobil lo bisa terbang gak?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">“Hah? Terbang gimana?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">“Ya, terbang kaya di
film-film. Bisa keluar baling-baling dari atasnya.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">“Hahaha... elo bisa aja, Ga!
Emangnya mobil gue Doraemon?” Dava ngakak.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">“Jam pertama ada ulangan
matematika nih!”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">“Udah lo tenang aja.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">Dalam kecemasan, tiba-tiba
Arga menangkap suara knalpot yang begitu akrab di telinganya. Dia mencari-cari
asal suara. Hah, itu dia!<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">“Toing!”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">Toing menghentikan laju
vespa merahnya. Celingukan mencari-cari pemilik suara yang memanggilnya. Arga
melambai-lambaikan tangan ke arah Toing.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">“Tengkyu ya, Dav,” ucap
Arga, membuka pintu mobil, “Selanjutnya biar temen gue si Toing yang
menyelamatkan gue.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">“Eh, Ga...” panggil Dava.
Terlambat. Arga tidak mendengar. Dia udah keburu menutup pintu mobilnya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">Arga berlari menghampiri
vespa Toing, melompat ke boncengan, menepuk pundak Toing, sebelum mengucapkan:
“Cabut, Bro!”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">Vespa antik itu melaju
membelah celah-celah kendaraan yang harus puas merayap tiga putaran roda saja,
karena kemacetan yang rupanya telah menjadi bagian dari pemandangan di kota
tempat Arga menetap.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">Tapi usaha Arga dan Toing
itu gak terlalu mendatangkan hasil, sebab mereka baru tiba di sekolah lima
menit setelah bel mengudara, dan pintu pagar telah dirapatkan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">Untungnya, Pak Chirex,
mantan preman terminal yang sekarang jadi satpam sekolah mereka mengijinkan
mereka berdua masuk, setelah Toing berjanji nyomblangin dia sama mpok-nya yang
jaga kantin.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">Waktu Arga dan Toing sampai
di kelas, Bu Nita belum ada di sana. Maka selamatlah mereka berdua dari murka
Bu Nita. Dan perjuangan Arga bangun tengah malam buat belajar gak jadi sia-sia.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">Hanya saja... mereka harus
rela mengikuti proses belajar tanpa mengenakan alas kaki, alias nyeker! Peraturan
sekolah mereka memang begitu. Siapa pun yang datang terlambat, walau hanya satu
menit sebelum pintu pagar dirapatkan, harus menitipkan sepatunya di kantor
satpam!<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">“Brengsek tuh satpam,
padahal udah gue janjiin mau nyomblangin dia sama Mpok gue!” runtuk Toing.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">“Ho’oh,” timpal Arga.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">“Liat aja,” kata Toing lagi,
“gak bakalan deh gue comblangin.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">“Siapa?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">“Satpam itu.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">“Sama?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">“Duh... elo blo’on banget
sih! Ya sama mpok gue lah!” Toing keki. Arga ketawa-ketiwi.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">Argi ketawa cekikikan
melihat Arga dan Toing masuk ke kelas tanpa alas kaki. Arga mengempas tasnya ke
atas meja, sebelum melabuhkan tubuhnya di kursi di sebelah Argi.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">“Nyeker ni, ye!” ejek Argi.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">“Gara-gara lo mandi kelamaan
nih!”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">“Yee... nyalahin gue, lagi!”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">“Bu Nita mana?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">“Gak masuk.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<br />
Arga mengeryitkan dahinya.
“Terus ulangannya?”</div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">“Gak jadi. Diundur sampe dia
sembuh,” jelas Argi.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">“Sumpe lo?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">“Susu tumpe di muke lo!”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">“Ye, serius nih!”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">“Tadi guru piket yang ngasih
pengumumannya. Bu Nita cuma nitip catatan aja.”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<span lang="EN">Arga menepuk jidatnya.
Perjuangannya untuk bisa mengikuti ulangan matematika seperti jadi sia-sia.[]</span></div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white;">
<br /></div>
</div>
</div>
<div style="background-color: white; line-height: normal; margin: 0px;">
<div style="text-align: center;">
<b style="border: 0px; color: #585858; font-family: Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 16px; font-stretch: inherit; line-height: 28px; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><a href="http://dennyprabowo.blogspot.co.id/2017/01/love-messages-3.html" target="_blank"><<< Cerita Sebelumnya</a> - <a href="http://dennyprabowo.blogspot.co.id/2017/01/love-messages-5.html" target="_blank">Cerita Selanjutnya >></a></b></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="background-color: white; line-height: 24px; text-align: right;">
<div style="margin: 0px; text-align: center;">
<br /></div>
</div>
Denny Prabowohttp://www.blogger.com/profile/09407160169211078259noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7053241723276774060.post-35193840496108387122017-01-23T08:45:00.001+07:002017-01-23T08:50:55.290+07:00Sayur AsemOleh Denny Prabowo<br />
<div>
Dimuat di Majalah <i>Sabili</i></div>
<div>
<i><br /></i></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgYBYy_0uNaQ5t3uMBVLE5yENv2T1aDH82KACPD0eVwSSKd1NLnXLSRbRCYLhcSc4hcXi5Ha1yDimj5psj3Oyh3gTK876ky7lBvNgZT2HDX-w3ShcYDbYZ8MvIbXoxkmMcdB4-gNS0PWNdj/s1600/Untitled.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="490" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgYBYy_0uNaQ5t3uMBVLE5yENv2T1aDH82KACPD0eVwSSKd1NLnXLSRbRCYLhcSc4hcXi5Ha1yDimj5psj3Oyh3gTK876ky7lBvNgZT2HDX-w3ShcYDbYZ8MvIbXoxkmMcdB4-gNS0PWNdj/s640/Untitled.png" width="640" /></a></div>
<div>
<br />
<br />
Ctak!<br />
<br />
Hafi menyalakan kompor gas. Api biru menjilati udara. Ia menaikan panci berdiameter 30 centi berisi air dan irisan daging sapi ke atas kompor. Api biru menijlati pantat panci. <br />
<br />
“Hari ini aku akan masak untuk Ibu.”<br />
<br />
Subuh baru saja beranjak, jingga belum memudar dari cakrawala, ketika Hafi meninggalkan rumah pagi tadi. Ia pergi ke pasar untuk membeli sayuran. Rencananya Hafi ingin masak sayur asem. Dahulu Ibu sering sekali membuatkannya sayur asem. Hafi gemar sekali makan sayur asem dengan sambel terasi. Apalagi kalau ada ikan asinnya. Terbayang olehnya wajah Ibu yang berleleran keringat, karena panas uap sayur, waktu ia menyendok kuah sayur dengan centong, dan mencicip kuah sayur dengan ujung bibirnya. Biasanya hafi tak mau ketinggalan ikut mencicip sayur asem yang tengah dimasak ibunya.<br />
<br />
“Enak?” tanya Ibu. Hafi tak segera menjawab. Dia malah mengerutkan kening, berlaga seperti kepala chef restoran saat mencicip masakan anak buahnya. Ibu tersenyum. Menunggu dengan sabar komentar dari anak semata wayangnya.<br />
<br />
“Ehm…” Hafi melirik Ibu dengan ekor matanya.<br />
<br />
“Ada yang kurang?”<br />
<br />
“Kurang…”<br />
<br />
“Kurang apa?” Ibu mulai tidak sabar.<br />
<br />
“Kurang banyak nyicipnya!” Hafi tertawa lebar. Ibu tersenyum mencium keningnya. Hafi merasa Ibu terlihat sangat cantik jika sedang memasak di dapur.<br />
<br />
Hari ini hari ulang tahun ibunya. Hafi ingin memberi kejutan. Dia ingin membuat sayur asem untuk Ibu. Lengkap dengan sambal terasi dan ikan asin. Selama satu bulan sebelum hari ini, Hafi rajin berlatih. Dia ingin menghidangankan sayur asem ternikmat untuk ibunya. <br />
<br />
Sambil menunggu air dalam panci setengah mendidih, Hafi menyiangi sayuran asem. Pertama-tama ia mengupas kulit papaya muda, labu siyam, dan nangka muda. Ia terlihat cukup piawai menggunakan pisau. Dahulu, kalau Ibu sedang masak sayur asem, Hafi yang bantu menyiangi sayurannya. Setelah papaya muda, labu siyam, dan nangka muda bersih dari kulit, Hafi memotongnya seperti dadu. Baru mengambil kacang panjang untuk dipetiki seukuran 3 centian. Setelah selesai giliran kangkungnya dipotesi, lalu memotong jagung jadi tiga bagian. <br />
<br />
Hafi mencuci semua sayuran yang telah disiangi. Air dalam panci mulai terlihat berbintik-bintik. Ia segera memasukkan jagung, melinjo, serta nangka muda. Lalu menutup panci. Sambil menunggu air mendidih sepenuhnya, Hafi menyiapkan bumbu-bumbu yang akan dihaluskan. <br />
<br />
***<br />
<br />
“Kenapa sih Ibu suka sekali masak sayur asem?” tanya Hafi suatu ketika, saat dia tengah membantu ibunya menyiangi sayuran asem yang khusus dimasak ibunya untuk ayahnya.<br />
<br />
“Dulu nenekmu selalu memasak sayur asem untuk kakek. Kakek memang suka sekali makan sayur asem dengan sambal terasi dan ikan asin. Ibu suka membantu nenekmu kalau sedang masak sayur asem. Dan nenekmu selalu meminta Ibu mencicipi masakannya. Sebenarnya Ibu tidak terlalu suka makan sayur asem. Tapi karena sering dimintai tolong mencicipi sayur asem masakan nenek, lama kelamaan jadi ketagihan. Ternyata makan sayur asem dengan sambal terasi dan ikan asin memang nikmat sekali.”<br />
<br />
“Sejak kapan Ibu mulai memasak sayur asem?”<br />
<br />
“Sejak nenekmu tiada.” Saat mengucapkan itu, kabut berpendar di bola matanya. “Setiap kali Ibu rindu dengan nenekmu, Ibu masak sayur asem. Alhamdulillah, Ibu dipertemukan dengan lelaki yang suka sekali makan sayur asem seperti kakekmu.”<br />
<br />
“Ayah?”<br />
<br />
“Iya.”<br />
<br />
Hari itu merupakan hari ulang tahun pernikahan orang tua Hafi. Hari yang sangat spesial. Dan di hari yang special itu, ibunya bermaksud membuat sayur asem spesial untuk suaminya. Setelah satu bulan lamanya meliput berita di daerah konflik, Aceh, hari itu ayah hafi akan pulang ke rumah merayakan hari jadi pernikahannya. <br />
<br />
Tapi belum lagi sayur asem itu matang sepenuhnya, mereka dikejutkan oleh suara telepon di ruang keluarga. Ibu beranjak mengangkatnya. Tak berapa lama, ia kembali ke dapur. Wajahnya awan hitam pertanda datang hujan. Benar saja. Tak berapa lama kemudian, tubuh Ibu bergetar. Matanya yang sebening telaga mengeluarkan air mata terderasnya. Ia mendekap tubuh Hafi, erat. <br />
<br />
Ketika itu Hafi tidak mengerti. Baru setelah televisi ramai menayangkan berita tentang seorang wartawan yang ditawan anggota GAM, Hafi mengerti arti air mata ibunya. Berbulan-bulan mereka tidak mendapat kepastian nasib Ayah. Dan hampir setiap hari selama berbulan-bulan itu, Ibu memasak sayur asem kesukaan Ayah.<br />
<br />
***<br />
<br />
Air di dalam panci mendidih sepenuhnya. Hafi membuka tutup panci. Uap panas membumbung ke udara. Hafi segera mencemplungkan papaya muda, labu siyam, bersamaan dengan kacang panjang, daun melinjo, dan sayuran kangkung. Dia juga tidak lupa memasukkan beberapa buah belimbing wuluh ke dalam air yang bergejolak. Sayur asem resep ibunya memang tidak menggunakan asam jawa untuk memberikan rasa asamnya. Tapi menggunakan belimbing wuluh. Inilah yang membuat sayur asem Ibu jadi terasa lebih nikmat.<br />
<br />
Sambil menunggu seluruh bahan yang dimasukan barusan melunak, Hafi menghaluskan cabai, bawang merah, ketumbar, dan sedikit terasi medan dengan ulegkan. Sambil menguleg, Hafi membayangkan wajah ibunya ketika mencicip sayur asem spesial buatannya. Pasti Ibu akan senang sekali. <br />
<br />
Hafi sudah lupa kapan terakhir kali Ibu memasak sayur asem untuk dirinya. Sejak ayahnya dinyatakan meninggal dunia dalam tawanan pasukan GAM, ketika TNI melakukan penyergapan, Ibu harus bekerja. Uang santunan dari stasiun televisi tempat suaminya bekerja ditabung untuk biaya sekolah anaknya. <br />
<br />
Ibu bekerja di sebuah tabloid wanita terkemuka. Kebetulan pemrednya adik kelasnya waktu kuliah jurnalistik dulu. Sejak itu Ibu tak lagi punya waktu untuk masak sayur asem. Kalau Hafi ingin sekali makan sayur asem, dia harus beli di warteg atau rumah makan khas sunda. Tapi tidak ada yang rasanya senikmat sayur asem buatan Ibu. Mendekati pun, tidak!<br />
<br />
“Hafi kangen sayur asem buatan Ibu,” keluh Hafi suatu ketika, saat ibunya pulang dari kantor, membawa nasi Padang untuk makan malam Hafi.<br />
<br />
“Ibu ingin sekali. Tapi Hafi kan tahu, setiap hari Ibu dikejar-kejar deadline. Sabtu dan minggu pun kadang harus digunakan untuk liputan ke luar kota. Kalau Ibu tidak bekerja, siapa yang nanti membiayai kita? Hafi kan sudah besar. Sudah duduk di bangku SMA. Ibu mohon pengertiannya ya?”<br />
<br />
Hafi memperhatikan wajah ibunya. Tampak letih. Ia mencoba untuk mengerti. Terbayang olehnya wajah Ibu yang berleleran keringat, karena panas uap sayur, waktu ia menyendok kuah sayur dengan centong, dan mencicip kuah sayur dengan ujung bibirnya. Hafi merindukan wajah itu. <br />
<br />
***<br />
<br />
Hafi membuka tutup panci. Memasukan bumbu-bumbu yang telah dihaluskan. Menambahkan sedikit garam. Serta gula merah. Hafi tidak suka menggunakan penyedap rasa. Perpaduan garam dengan gula merah sudah cukup membuat masakannya menjadi gurih. Hafi menutup panci. Lalu mencuci cobek yang tadi digunakan untuk menguleg bumbu.<br />
<br />
Ctak!<br />
<br />
Hafi menghidupkan tungku kompor gas yang satunya lagi. Sebuah wajan berukuran sedang ditangkringkan di atasnya. Hafi menuang minyak ke dalam wajan. Sambil menunggu minyak panas, ia meniriskan ikan asin yang sudah direndamnya dalam air sejak tadi. Ibu yang mengajarkan Hafi. Biar ikan asinnya tidak terlalu asin ketika disantap.<br />
<br />
Sreng!<br />
<br />
Hafi memasukkan ikan asin ke dalam wajan berisi minyak yang telah panas. Menunggu beberapa saat. Minyak di dalam wajan membuih, merendam ikan asin hingga perlahan menjadi mekar. Ia mengangkat ikan asin yang telah mekar dengan saringan. Kemudian mencemplungkan kembali ikan asin yang belum digoreng ke dalam wajan. Setelah selesai seluruh ikan asin digoreng, Hafi menempatklan ikan-ikan asin itu dalam piring lebar. Ia lalu membuka tutup panci, melihat sayur asemnya. Seluruh sayuran di dalam panci tampak sudah melunak. Hafi mengambil centong. Menyendok kuah sayur asem. Mencicipnya. Hmm… gadis yang mewarisi mata telaga ibunya itu tersenyum. <br />
<br />
“Senikmat sayur asem buatan Ibu!” Hafi jadi tidak sabar menunggu Ibu kembali dari tempat kerjanya.<br />
<br />
Sebelum Hafi menata meja makan, ia lebih dulu menguleg sambal terasi. Tak akan lengkap menyantap sayur asem dengan ikan asin tanpa sambal terasi! <br />
<br />
***<br />
<br />
Sejak lepas pukul lima sore tadi, Hafi sudah duduk manis di depan meja makan. Semua hidangan telah disiapkan. Ibu pasti akan terkejut. Ah, Hafi tak sabar melihat binar bahagia terpendar dari mata telaga milik ibunya. Ia merindu bisa berenang-renang di dalam telaga mata Ibu. Menikmati tiap kasih yang tercurah dari tatapan matanya.<br />
<br />
Waktu bergulir seperti roda pedati. Matahari telah menenggelamkan seluruh tubuhnya ke balik tebing cakrawala. Hafi masih duduk di depan meja makan. Ia mulai merasa mengantuk. Karena seharian menyiapkan kejutan untuk ibunya. Hari ini ulang tahun ibunya. Hafi ingin sekali mengulang saat-saat ketika ia dan ibunya duduk di meja makan, menikmati sayur asem dengan ikan asin serta sambal terasi. Momentum yang kini serupa barang antik.<br />
<br />
Jarum jam telah menunjuk angka sepuluh. Dua jam lagi hari berganti. Hafi terjaga dari tidurnya. Rupanya ia ketiduran hingga beberapa jam lamanya karena letih menanti. Ibu belum juga kembali dari tempat kerja. Hafi memeriksa inbox Hp-nya. Takut kalau-kalau ibu mengirimkan pesan untuknya. Tapi tak ada pesan baru. <br />
<br />
Hafi baru saja akan mengirimkan SMS ke nomer ponsel ibunya, ketika medengar suara pintu rumahnya diketuk tiga kali. Wajahnya berbinar seketika. Ia tak sabar ingin segera menyambut Ibu dengan senyuman. Ia nampak begitu bahagia, ketika tangannya meraih gagang pintu. Ia belum sampai membuka pintu, dan menemukan dua orang petugas polantas berdiri di depan pintu rumah, membawa kabar tentang ibunya.[]<br />
<br />
<br />
<br />
Rumah Cahaya Depok, 30.09.2006<br />
<br />
<br />
<br /></div>
Denny Prabowohttp://www.blogger.com/profile/09407160169211078259noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7053241723276774060.post-7609100896172087972017-01-23T08:33:00.001+07:002017-02-04T07:41:31.933+07:00Love Messages #3<i>Oleh De Zha Voe</i><br />
<div>
<br /></div>
<div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgzdZGi7BndM0PeAIwbyfZ5gAD2uAL2o8m4Pm0LXoKpWQOMmMremq1R8kfHlyroVzWd0OLuUV_9fCqHveXoqEJh7Ucs4JhJvtmykTnxDwRA9UiquhUk5gLUsU1iZl7t4oboXGqBDdWWyPhP/s1600/Love-Message-by-De-Zha-Voe.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="509" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgzdZGi7BndM0PeAIwbyfZ5gAD2uAL2o8m4Pm0LXoKpWQOMmMremq1R8kfHlyroVzWd0OLuUV_9fCqHveXoqEJh7Ucs4JhJvtmykTnxDwRA9UiquhUk5gLUsU1iZl7t4oboXGqBDdWWyPhP/s640/Love-Message-by-De-Zha-Voe.jpg" width="640" /></a></div>
<br /></div>
<div>
<br /></div>
<div>
Sejak lepas jam sekolah tadi, ruang redaksi majalah sekolah SUKA (Suara anaK sekolAh) punyanya SMU Merah Jambu nampak hiruk-pikuk. Ela, Pemred majalah itu seperti kebakaran jenggot. Padahal dia gak punya jenggot! Kerjaannya ngomel-ngomel melulu sejak tadi.<br />
<div>
<br />
Maklum saja, seharusnya siang itu mereka sudah merapatkan materi yang siap diturunkan untuk edisi bulan ini. Besok sudah harus naik cetak. Tiras majalah mereka terbilang cukup bagus untuk ukuran majalah sekolah, sebab mereka mendistribusikannya ke sekolah-sekolah tetangga. Dan yang paling membuat anak-anak sekolah lain berminat, redaksinya menerima kiriman naskah dari siapa saja, yang penting masih berseragam sekolah, tidak harus dari SMU Merah Jambu.</div>
<div>
<br />
“Gi! Artikel pensi SMU Cakra minggu lalu kenapa belom ada di meja gue?!” todong Ela.</div>
<div>
<br />
“Noh!” jawab Argi santai, sambil matanya nggak lepas dari layar komputer. Hanya bibirnya saja yang maju beberapa senti, membentuk garis lurus ke meja Arga.</div>
<div>
<br />
Ela berkerut kening. “Arga?”</div>
<div>
<br />
“Iya,” kata Argi, “dia yang ngeliput acara itu. Gue jadi penonton doang.”</div>
<div>
<br />
Kening Ela kembali berkerut persis kelapa yang baru diparut, melihat Arga asyik goyang-goyang kepala di mejanya. Bukan kenapa-kenapa, dari semua makhluk yang tengah menghuni ruang redaksi, cuma Arga aja yang kelihatan paling santai, padahal mereka tengah dikejar-kejar deadline.<br />
Ela menghampiri meja Arga.</div>
<div>
<br />
“Ga!”</div>
<div>
<br />
Arga diam saja.</div>
<div>
<br />
“Arga!” tegur Ela, setengah membentak.</div>
<div>
<br />
Arga cuek saja. Dia gak mendengar, karena telinganya tersumbat headphone. Entah apa musik yang sedang menguasai ruang pendengarannya, yang pasti sukses membuat Ela kehilangan pesona kecantikannya, karena dua tanduk yang tiba-tiba muncul di kepalanya.</div>
<div>
<br />
Hilang sudah kesabaran siswi kelas tiga jurusan bahasa itu. Didekatkan mulutnya ke telinga Arga. Lalu dengan hati-hati dia regangkan headphone yang tengah menyumbat telinga Arga, sebelum berteriak lantang: “ARGAAAAA...!!!”</div>
<div>
<br />
Arga menghentikan aktifitasnya seketika.</div>
<div>
<br />
“Apaan sih, La?” kata Arga santai, seolah teriakan Ela barusan sama sekali gak ada arti bagi telinganya.</div>
<div>
<br />
Padahal, teriakan Ela yang lebih kenceng dari pedagang obat yang biasa mangkal di pinggir-pinggir jalan tadi, mampu membuat Dini yang lagi nulis hasil wawancaranya dengan Leyla Imtichanah, penulis terkenal yang sudah menghasilkan 8 judul buku itu, terlonjak ke udara, sampai walkman di genggaman tangannya terempas ke lantai. Untung kaset hasil wawancara dengan Leyla Imtichanah gak sampai rusak. Tapi walkman-nya... kayaknya Dini harus beli yang baru lagi, deh.</div>
<div>
<br />
Malah si Fifi, sekertaris redaksi merangkap bendahara, yang mulanya mau masuk ke ruang redaksi langsung angkat kaki, begitu mendengar teriakan Ela yang gak sehat buat telinga manusia yang masih normal, dari luar pintu.</div>
<div>
<br />
Fifi memang trauma kalo dengar Ela lagi marah-marah. Dia pernah dimarahin Ela gara-gara lupa membayar honor penulis yang cerpennya dimuat di majalah SUKA, sampai gak napsu makan satu bulan.</div>
<div>
<br />
Apalagi si Ela kalo lagi marah suka merembet ke mana-mana. Jadi, demi keselamatan dirinya, Fifi lebih memilih menunda memberikan laporan hasil penjualan majalah bulan lalu sampai waktu yang belum direncanakannya.</div>
<div>
<br />
Tapi si Arga...</div>
<div>
<br />
“Artikel Pensi!” ulang Ela.</div>
<div>
<br />
“Pensil?” Arga mengambil pensil dari laci mejanya, dan memberikannya kepada Ela. “Tar kalo udah selesai kembaliin lagi ya.”</div>
<div>
<br />
“ARGAAAAA...!!!” kembali Ela berteriak.</div>
<div>
<br />
“Hehehehe...” Arga nyengir-nyengir gombal. Dia memang paling suka menggoda Pemrednya itu.</div>
<div>
<br />
Arga menyerahkan flashdisknya pada Ela.</div>
<div>
<br />
“Filenya ada di folder ARGA KEREN,” terang Arga.</div>
<div>
<br />
Ela segera kembali ke mejanya. Meng-copy file ARGA KEREN ke komputernya. Tapi waktu dia membuka folder itu, isinya hanya foto-foto Arga dalam berbagai pose, gak ada artikel pensinya.</div>
<div>
<br />
“Apaan nih, Ga?!”</div>
<div>
<br />
Kuping Arga yang sudah kembali tersumbat headphone nggak mendengar suara Ela. Akibatnya, sebuah pulpen mendarat manis di kepalanya yang asyik bergoyang seiring hentakan musik dari program winamp3 di komputernya.</div>
<div>
<br />
Arga celingukan, mencari-cari darimana pulpen yang mendarat di kepalanya itu berasal. Pandangannya berhenti di meja Ela. Arga mendapati Pemrednya itu tengah mengalami proses mimikri di wajahnya, seperti seekor bunglon yang berubah warna tubuh sesuai dengan emosi dan lingkungannya. Kulit Ela yang putih menjelma kayu bakar yang sudah jadi bara. Seperti lokomotif kereta api, dari kepalanya mengepul asap panas!</div>
<div>
<br />
“Kenapa?” tanya Arga tanpa rasa berdosa.</div>
<div>
<br />
Ela gak menjawab pertanyaan itu. Hanya tangan kanannya yang terangkat ke udara, sambil menggenggam gelas minuman yang siap dia lemparkan ke jidat Arga. Kalo sudah begitu, dia nggak berani lagi main-main sama Ela. </div>
<div>
<br />
Arga tersenyum kecut. “Hehehe... filenya ada di folder KERJAAN ARGA,” ujarnya memberi tahu.<br />
Tidak berapa lama, seluruh materi yang bakal diturunkan pada edisi majalah SUKA bulan ini terkumpul seluruhnya di meja Ela. Rapat pun segera digelar. Gak terlalu banyak yang dibicarakan, karena waktu sudah tidak memungkinkan. Mereka persis wakil rakyat tempo dulu yang jago nyanyiin lagu: Setuju!</div>
<div>
<br />
Setelah semuanya oke, mereka menyerahkan seluruh materi pada Fadil yang kebagian tugas sebagai layouter, sebelum diorder ke percetakan. Untuk kemudian didistribusikan.</div>
<div>
<br />
Ringtone Hp Arga mengudara, tanda ada SMS yang masuk ke inboxnya. Arga mengobrak-abrik tumpukan kertas di atas mejanya. Tapi tidak juga dia temukan Hp miliknya. Di tasnya juga nggak ada.</div>
<div>
<br />
“Aduh... di mana sih Hp gue?!”<br />
<br />
Tiba-tiba sebuah pesawat kertas mendarat mulus di atas mejanya yang berantakan. Arga memungutnya. Di badan pesawat itu tertulis:<br />
<br />
<blockquote class="tr_bq">
<span style="font-family: "courier new" , "courier" , monospace;">HP LO ADA DI MEJA GUE <argi manis=""></argi></span></blockquote>
<br />
Arga langsung menoleh ke meja Argi, yang sekarang lagi asyik main game buat menghilangkan penat di kepalanya, seusai kejar-kejaran dengan deadline. Arga menghampiri meja kembarannya itu.</div>
<div>
<br />
“Kalo pinjem Hp ngomong-ngomong, dong!” Arga merengus, “tinggal dikit tuh pulsanya.”</div>
<div>
<br />
“Siapa yang make pulsa elo?”</div>
<div>
<br />
“Jadi buat apa elo pinjem Hp gue?”</div>
<div>
<br />
“Buat...” Argi tampak ragu.</div>
<div>
<br />
“Mana siniin Hp gue!”</div>
<div>
<br />
“Tuh...” Argi menunjuk ke bawah mejanya. “gue pake buat ganjel meja.”</div>
<div>
<br />
“Hah?!?!”</div>
<div>
<br />
Argi buru-buru membentengi kepalanya dengan keyboard komputernya, bersiap menerima serangan rudal jitakan dari Arga. Tapi rupanya, Arga lagi gak berminat melakukan invasi ke jidat Argi. Dia lebih tertarik dengan isi SMS yang baru aja dikirim ke nomer Hp-nya, sampai keningnya berlipat lima.</div>
<div>
<br />
“Ah, ini mah puisinya Sapardi Djoko Damono yang judulnya Aku Ingin!” gumam Arga.</div>
<div>
<br />
“Apaan sih, Ga?” tanya Argi, “Dari siapa?”</div>
<div>
<br />
Arga melihat nama pengirim di bawah puisi itu. Lalu menyodorkan Hp-nya kepada Argi. “Buat lo!”</div>
<div>
<br />
“Buat gue?” Argi suprise banget, “kebetulan udah lama gue pengen embat Hp lo, eh... malah dikasih. Makasih ya, Ga!”</div>
<div>
<br />
“Enak aje lo!”</div>
<div>
<br />
“Kenapa?”</div>
<div>
<br />
“Bukan Hp-nya! Tapi SMS-nya!”</div>
<div>
<br />
“Gue kirain...”</div>
<div>
<br />
Argi membaca isi pesan yang dikirimkan oleh orang yang sama, yang mengirimkan e-mail berisi surat cinta kepadanya: Lelaki Terindah!<br />
<br />
<blockquote class="tr_bq">
<span style="font-family: "courier new" , "courier" , monospace;">Aq ingn mncintaimu dgn sdrhana</span><span style="font-family: "courier new" , "courier" , monospace;">dgn kata yg tak smpat diucpkan kayu</span><span style="font-family: "courier new" , "courier" , monospace;">kpd api yg mnjdkannya abu</span><span style="font-family: "courier new" , "courier" , monospace;">aq ingn mencintaimu dgn sdrhana</span><span style="font-family: "courier new" , "courier" , monospace;">dgn isyrat yg tak smpat disampaikan awn</span><span style="font-family: "courier new" , "courier" , monospace;">kpd hjn yg menjdikannya tiada</span><span style="font-family: "courier new" , "courier" , monospace;"><lelaki terindah=""><br /></lelaki></span><span style="font-family: "courier new" , "courier" , monospace;">Sender: +62815693142</span><span style="font-family: "courier new" , "courier" , monospace;">Sent: 21 May 2005 14:31:04</span></blockquote>
<br />
“Huaaaa... romantis banget!” jerit Argi setelah membaca SMS dari Lelaki Terindah.</div>
<div>
<br />
“Romantis apaan!” timpal Arga, “Plagiat gitu! Itu kan puisinya Sapardi Djoko Damono! Masa lo gak tau?!”</div>
<div>
<br />
“Biarin aja! Yang pentingkan ditujukan buat gue!”</div>
<div>
<br />
“Tapi... kenapa dikirimnya ke Hp gue ya?” Arga heran.</div>
<div>
<br />
“Iya juga ya...”</div>
<div>
<br />
“Mungkin...”</div>
<div>
<br />
“Ah, kali aja dia salah nomer... Nomer kita kan cuma beda belakangnya doang,” duga Argi. “Elo juga sih beliin nomer gue samaan.”</div>
<div>
<br />
“Yeah, biar dibilang kompak, Gi,” jawab Arga, “kita kan kembaran.”</div>
<div>
<br />
“Ih, gak sudi kompak sama elo!”<br />
<br />
<br />
<div style="text-align: center;">
<b><a href="http://dennyprabowo.blogspot.co.id/2017/01/love-massages-2.html" target="_blank"><<Cerita Sebelumnya</a><cerita a="" sebelumnya=""> - <a href="http://dennyprabowo.blogspot.co.id/2017/01/love-messages-4.html" target="_blank">Cerita Selanjutnya >>></a></cerita></b></div>
</div>
</div>
Denny Prabowohttp://www.blogger.com/profile/09407160169211078259noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7053241723276774060.post-40920272499226184042017-01-21T06:56:00.005+07:002017-02-04T07:43:12.594+07:00Love Messages #2<i>Oleh De Zha Voe</i><br />
<div>
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgzdZGi7BndM0PeAIwbyfZ5gAD2uAL2o8m4Pm0LXoKpWQOMmMremq1R8kfHlyroVzWd0OLuUV_9fCqHveXoqEJh7Ucs4JhJvtmykTnxDwRA9UiquhUk5gLUsU1iZl7t4oboXGqBDdWWyPhP/s1600/Love-Message-by-De-Zha-Voe.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="509" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgzdZGi7BndM0PeAIwbyfZ5gAD2uAL2o8m4Pm0LXoKpWQOMmMremq1R8kfHlyroVzWd0OLuUV_9fCqHveXoqEJh7Ucs4JhJvtmykTnxDwRA9UiquhUk5gLUsU1iZl7t4oboXGqBDdWWyPhP/s640/Love-Message-by-De-Zha-Voe.jpg" width="640" /></a></div>
<div>
<br /></div>
<div>
<br /></div>
<div>
<br />
<br />
Argi memandangi kertas print outnya, sekali lagi membaca tuliasan yang tertera di sana. Tadi pagi sebelum dia mesuk ke kelas, dia sempat membuka e-mailnya di ruang redaksi majalah sekolah yang dikelola olehnya. Banyak e-mail yang masuk ke inboxnya. Selain dari anak-anak di sekolahnya, majalah sekolah yang ia kelola juga menerima kiriman naskan dari sekolah-sekolah lain. Dan salah satunya dari seseorang yang mengaku Lelaki Terindah.<br />
<blockquote class="tr_bq">
<span style="font-family: "courier new" , "courier" , monospace;"><br />To : ad_maniez@suka.co.idFrom : lelaki_terindah@tahoo.com<br /> Date : Fri, 20 May 2005 14:31:04 -0000Subject : LOVE MESSAGE<br /><br />Dear ADPersuaan pertama denganmu, meninggalkan jejak-jejak cinta di hatiku. Coba kususuri jalan itu, untuk sampai kepadamu. Masihkah tersisa ruang di hatimu bagi diriku? Aku ingin sekali menempatinya. Menghiasnya dengan bunga-bunga kasih. Meski kutahu itu hanya bayang-bayang semu yang tinggal di ruang-ruang inginku. Tapi apa salahnya menyimpan harapan? Kelak, kau akan tahu siapa aku, dan mungkin kau akan menjauhiku. Atau malah sebaliknya? Ah, yang kuharap begitu. Tak lagi bisa kupungkiri. Aku cinta padamu!<br /><br />With Love<br /><br />Lelaki Terindah</span></blockquote>
</div>
<div>
<span style="font-family: "courier new" , "courier" , monospace;"><br /></span>
“Apaan, nih?” Arga yang baru kembali dari memberi umpan cacing-cacing di dalam perutnya di kantin sekolah, merebut kertas print out dari tangan Argi. Argi mencoba merebutnya kembali.<br />
<br />
“Kembaliin!”<br />
<br />
“Sebentar.”<br />
<br />
“Nanti robek!”<br />
<br />
Arga terus menghindari tangan Argi yang terus berusaha merebut kembali kertasnya sambil matanya membaca isi kalimat-kalimat yang tertulis di atas kertas itu. Pemuda kurus berambut lagam berombak itu mengerutkan keningnya setelah berhasil membaca tuntas semua kalimat di dalam surat itu. Mengulum senyum, sebelum akhirnya tertawa terbahak-bahak.<br />
<br />
“Huahahaha… sejak kapan ade gue jadi romantis abis begini???”<br />
<br />
Argi makin sewot. Dia segera merebut kertas itu dari tangan Arga. Tapi…<br />
<br />
Prek!<br />
<br />
“Yah, robek…”<br />
<br />
“Ups…”<br />
<br />
“Argaaaaaaaa..!!!”<br />
<br />
Arga lekas-lekas melejit meninggalkan saudara kembarnya yang siap menghujaninya dengan jitakkan. Pemandangan akrab yang kerap terjadi di dalam kelas: Arga dan Argi kejar-kejaran saling bertukar jitakan.<br />
<br />
<div style="text-align: center;">
***</div>
<br />
Cahaya bulan yang keperakan menerobos jendela kamar Argi yang terbuka. Angin bersiut. Sepoi. Di depan meja belajar, di sudut kamar bernuansa biru itu, Argi duduk sambil tangannya sibuk menyusun kembali kertasnya yang terkoyak jadi dua. Surat cinta. Yang dikirimkan oleh Lelaki Terindah ke alamat emailnya.<br />
<br />
Ah, siapa ya Lelaki Terindah itu?<br />
<br />
Pintu kamar Argi terbuka. Seraut wajah muncul dari balik pintu. Arga. Pemuda yang masih mengenakan baju koko dan sarung itu memamerkan deretan gigi putihnya.<br />
<br />
“May I come in?”<br />
<br />
Argi gak menjawab. Dia sibuk merekatkan suratnya yang koyak. Dia bakan seolah tidak peduli dengan kehadiran saudara kembarnya itu, yang kini asyik senyum-senyum sendiri menyaksikan kesibukan Argi dari balik punggung gadis itu.<br />
<br />
“Duh, buat siapa sih tuh surat?”<br />
<br />
“Buat gue,” jawab Argi sekenanya, tanpa menolehkan kepala.<br />
<br />
“Masa elo nulis surat buat diri sendiri, sih?”<br />
<br />
Argi menoleh, menghadap ke arah Arga. Wajahnya hanya beberapa senti dari muka Arga. Gadis itu memandangi wajah saudara kembarnya. Arga mengibas-kibaskan tangannya di depan muka Argi. Gadis kuning langsat itu menepisnya.<br />
<br />
“Elo kenapa sih, ngeliatin gue kayak orang nepsong begitu?”<br />
<br />
“Iya. Gue emang napsu sama elo!”<br />
<br />
“Hah? Jangan macem-macem, Gi! Gue kan sodara kembar lo!”<br />
<br />
“Justru karena elo sodara kembar gue makanya gue napsu sama elo.”<br />
<br />
“Haram, Gi!”<br />
<br />
“Gue napsu mau ngejitak kepala lo!”<br />
<br />
Pletak!<br />
<br />
“Aduh!” Sebuah jitakan mendarat di kening Arga yang lebar. Arga meringis kesakitan memegangi keningnya. “Elo kok ngejitak jidat gue?! Salah gue apa?”<br />
<br />
“Bego!”<br />
<br />
“Gue? Bego?”<br />
<br />
“Banget!”<br />
<br />
“Masa sih, Gi?”<br />
<br />
Argi membentangkan kertas merah jambu yang sudah direkatkan kembali di depan mata Aga. “Baca yang bener!”<br />
<br />
“D-e-a-r A-D…” eja Arga.<br />
<br />
“Tau kan maksudnya?”<br />
<br />
“Tau dong! AD yang tercinta, kan?”<br />
<br />
“Yap!”<br />
<br />
“Tapi, Gi… AD itu siapa, sih?”<br />
<br />
Pletak! Sebuah jitakan kembali mendarat di kening Arga.<br />
<br />
“Kenapa lagi?”<br />
<br />
“Masih bego!”<br />
<br />
“Lagi?”<br />
<br />
“Iya! AD itu inisial nama gue. Argi Dahlia. Ngarti?”<br />
<br />
“Ya, ya, ya...” Arga mengangguk-anggukkan kepala. “Tapi, Gi... gue kok masih gak yakin kalo ada orang yang mau ngirimin surat cinta buat elo...”<br />
<br />
“Ala... bilang aja elo ngiri kan?”<br />
<br />
“Bukannya ngiri. Lo kan tau, gue juga sering kebanjiran surat dari penggemar-penggemar yang kepengen jadi pacar gue…”<br />
<br />
“Uh, ge er amat lo!”<br />
<br />
“Faktanya emang begitu, kok.”<br />
<br />
“Terus, kenapa lo belom punya pacar sampe sekarang?”<br />
<br />
“Males. Buang-buang waktu. Gak perlu banget gitu loh!”<br />
<br />
“Ala… bilang aja gak ada yang mau sama elo.”<br />
<br />
“Apa perlu gue tunjukin surat-suratnya ke elo?”<br />
<br />
“Gak perlu.” Sebenarnya Argi juga tau kalo kembarannya itu lumayan laku di pasaran. Di kelas mereka saja ada tiga biji yang terang-terangan—tanpa rasa malu—menyatakan cintanya kepada cowok kurus itu.<br />
<br />
“Eh, Gi...” kata Arga, “elo tau gak siapa yang ngirimin surat cinta itu?”<br />
<br />
“Lelaki Terindah!”<br />
<br />
“Siapa tuh? Tukang ojek ya?”<br />
<br />
“Hah?!?”<br />
<br />
Arga meringis. Dia segera meninggalkan kamar Arga sebelum gadis itu berubah jadi Jet Lee.<br />
<br />
<div style="text-align: center;">
***</div>
<br />
Argi masih tidur pulas saat Arga menyelinap ke dalam kamarnya, dia memutar semua jam di kamar Argi jadi lebih cepat satu jam. Lalu pergi ke kamar mandi, mengambil seember air.<br />
<br />
“Beres!” ujar Arga, sebelum beranjak dari depan pintu kamar Argi. Arga cekikikan sendiri, membayangkan tragedi yang bakal menimpa kembarannya.<br />
<br />
“Lagi ngapain Mas Arga?” tanya Bik Sumi, pembantu rumah yang badannya mirip buldozer.<br />
<br />
“Ssstttt... jangan keras-keras!” Arga melekatkan telunjuknya ke bibirnya. Bik Sumi mengangguk-angguk.<br />
<br />
“Nasi gorengnya sudah saya siapin di meja.”<br />
<br />
“Yang goreng siapa?”<br />
<br />
“Bunda.”<br />
<br />
“Sip!” Arga segera bergegas ke ruang makan. Bunda sudah menunggu di sana. Nasi goreng buatan Bunda memang tiada duanya. Arga sayang banget sama Bundanya. Meskipun dia sibuk bekerja sebagai karyawan di salah satu perusahaan BUMN, Bunda selalu punya waktu memasak buat anak-anaknya!<br />
<br />
Di dalam kamarnya, Argi masih asyik memperdengarkan suara ngoroknya. Semalaman dia mandangin surat cinta yang dikirimkan seseorang ke alamat e-mailnya. Sampai gak inget sama waktu. Tau-tau sudah hampir subuh. Baru Argi memejamkan matanya.<br />
<br />
Sendokan terakhir nasi goreng buatan Bunda tuntas dibenam Arga ke dalam mulutnya. Hanya tinggal Bunda saja yang mereka punya. Ayah sudah lama berpulang ke sisi Yang Mahakuasa, karena kecalakaan pesawat.<br />
<br />
Arga siap berangkat ke sekolah. Hmm... sudah waktunya, neh! Arga beranjak ke depan pintu kamar Argi. Mengambil handphone, mencari nomor Argi pada phonebooknya, lalu menghubungi kembarannya itu. Tersambung!<br />
<br />
Terdengar suara ringtone Hp Argi mengisi ruang suara di kamar bernuansa serba biru itu. Cukup lama juga sebelum akhirnya diangkat.<br />
<br />
“Halo!” sapa Argi masih dengan mata terpejam.<br />
<br />
“Assalamu alaikum!” sapa Arga.<br />
<br />
Kening Argi berkerut. Kok kayak suaranya si... Argi membuka matanya. “Arga?! Iseng banget sih lo! Gue masih ngantuk tau!”<br />
<br />
“Heh,” kata Arga, “jawab dulu dong salam gue!”<br />
<br />
“Iya, iya... wa’alaikumussalam!”<br />
<br />
“Gue cuma mau bilang kalo bentar lagi bel masuk bakal dibunyiin. Kalo lo nggak buru-buru mandi sekarang, elo bakalan telat ke sekolah!”<br />
<br />
“Hah?!?” Argi melirik jam weker di atas meja belajarnya. Jarum jam menunjuk angka 7 tepat! Argi memutus sambungan telepon. Gegas gadis itu beranjak dari tempat tidurnya, setengah melompat. Menyambar handuk, sebelum ngacir keluar kamarnya. Namun baru saja dia membuka pintu...<br />
<br />
Byurrrr!<br />
<br />
Ember berisi air yang Arga gantung di atas pintu kamar Argi jatuh persis di atas kepala Argi.<br />
<br />
“Nggak usah buru-buru, lagi...” ujar Arga yang berdiri di depannya sambil senyum-senyum, menertawai Argi yang basah kuyup, “baru juga jam enem pagi. He he he...”<br />
<br />
“Argaaaaaa!!!”<br />
<br />
Cowok kurus itu lekas-lekas angkat kaki sebelum Argi berniat mendaratkan jitakan di jidatnya yang nong-nong. He he he... sukses!<br />
<br />
<div>
<br />
<div style="text-align: center;">
<b><a href="http://dennyprabowo.blogspot.com/2017/01/love-massages-1.html" target="_blank"><<< Cerita Sebelumnya</a> - <a href="http://dennyprabowo.blogspot.co.id/2017/01/love-messages-3.html" target="_blank">Cerita Selanjutnya >>></a></b></div>
</div>
</div>
Denny Prabowohttp://www.blogger.com/profile/09407160169211078259noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7053241723276774060.post-44431549037087162012017-01-20T08:02:00.001+07:002017-02-04T07:37:29.527+07:00Love Messages #1<div>
<i>Oleh De Zha Voe</i></div>
<div>
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhulrqNwpOccRSfFNfcIkBBFh6mF74ZntwR-KIv3skjFv5HQ9x_I60Ua6B9cWN4ZO2aZ62N6FLpwVd4Fxt943Tek_d3XE_rVOFgfEu9M9JZN-g0YXIoK5Vc32z0pQaBNfmSw1k0VtzP_aFd/s1600/Love-Message-by-De-Zha-Voe.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="507" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhulrqNwpOccRSfFNfcIkBBFh6mF74ZntwR-KIv3skjFv5HQ9x_I60Ua6B9cWN4ZO2aZ62N6FLpwVd4Fxt943Tek_d3XE_rVOFgfEu9M9JZN-g0YXIoK5Vc32z0pQaBNfmSw1k0VtzP_aFd/s640/Love-Message-by-De-Zha-Voe.jpg" width="640" /></a></div>
<div>
<br /></div>
<div>
<br /></div>
Bruk!<br />
<br />
<div>
Ups! Argi meringis. Dia tidak sengaja menabrak... Delon! Bukan ding... hanya mirip saja dengan runner up Indonesian Idol pertama itu. Sampai-sampai ia menumpahkan air mineral merek Aquya ke baju cowok tinggi berkulit putih itu.<br />
<br /></div>
<div>
“S-sori... sori?” </div>
<div>
<br />
Cowok itu mengibas-ngibas pakaiannya yang basah.</div>
<div>
<br />
Uh, ganteng banget! Sesaat Argi terpaku, memandangi paras tampan di depannya, sebelum dia tersadar dan mengeluarkan handuk kecil dari dalam tasnya. “Gue elapin ya?”</div>
<div>
<br />
“Udah gak pa-pa kok,” cowok itu tersenyum.</div>
<div>
<br />
“Duh, gue jadi gak enak nih...”</div>
<div>
<br />
“Kalo gak enak kasih kucing aja,” seloroh cowok yang bagai pinang dibelah kampak dengan artis pujaan yang namanya dia abadikan untuk ayam jago piaraannya itu.</div>
<div>
<br />
Argi tertawa mendengar perkataan Delon... eh, maksudnya cowok yang ditabraknya itu.<br />
“Eh, elo liat Arga gak?”</div>
<div>
<br />
“Arga? Makhluk dari mana, tuh?”</div>
<div>
<br />
“Haha... lo bisa aja. Yang dari majalah SUKA.”</div>
<div>
<br />
“Yang rambutnya gondrong itu, ya?”</div>
<div>
<br />
“Iya, betul. Pokoknya yang ancur banget deh orangnya!”</div>
<div>
<br />
Cowok itu tersenyum. “Tadi gue liat dia di dekat panggung utama.”</div>
<div>
<br />
“Oh, makasih, ya!” ucap Argi.</div>
<div>
<br />
“Kalo elo perlu apa-apa ngomong sama panitia aja, ya.”</div>
<div>
<br />
“Elo...”</div>
<div>
<br />
“Gue Dava,” katanya memperkenalkan diri, “ketua OSIS SMU Cakra.”</div>
<div>
<br />
“Oke deh, Dav! Gue Argi. Argi Dahlia lengkapnya.”</div>
<div>
<br />
Lagi-lagi cowok berparas serupa Delon itu melempar senyum ke arah Argi, sebelum ia melangkah meninggalkannya sendiri dalam keterpakuan.</div>
<div>
<br />
Duh, senyumnya... bisik hati Argi. Terpesona. Sebelum kembali celingukan mencari-cari Arga. Ke mana sih anak gokil itu?</div>
<div>
<br />
<div style="text-align: center;">
***</div>
</div>
<div>
<br />
“Argi sialaaaaaaan...!!!” jerit Arga begitu membuka mata dan menemukan jarum jam telah menyentuh angka 7:15 WIB. Perjalanan ke sekolah membutuhkan waktu setidaknya setengah jam. Lima belas menit lagi bel masuk berbunyi. Terlambat!</div>
<div>
<br />
Hari ini ada ulangan fisika. Semalaman Arga menekuni rumus-rumus dalam buku pelajaran. Sudah dua kali dia dapat lima. Sampai azan Subuh menggema, Arga baru merebahkan tubuhnya. Memejamkan matanya yang letih. Lumayan, biar cuma satu jam...</div>
<div>
<br />
Di dalam kelasnya, Argi tersenyum-senyum sendiri membayangkan saudara kembarnya yang ketika dia meninggalkan rumah tadi belum juga membuka matanya. Sebelum Arga tidur, sebenarnya dia sempat mengirimkan pesan ke ponsel Argi, karena pintu kamar anak itu sudah dikunci, waktu dia mau minta dibangunkan. Makanya dia mengirimkan SMS kepada Argi meski kamar mereka bersebelahan. Begini bunyi SMS yang Arga kirimkan sebelum matanya terpejam Subuh tadi:<br />
<br />
<blockquote class="tr_bq">
<span style="font-family: "courier new" , "courier" , monospace;"><br />TLG BANGUNIN GW 1/2 6 TEPAT! :-)<br />Sent to: Argi 081802901697</span></blockquote>
<br />
<br />
Dan cara itu pula yang dipakai oleh Argi untuk membangunkan Arga, sebelum dia pergi meninggalkan rumah pagi tadi. Ia me-reply SMS Arga.<br />
<br />
<br />
<blockquote class="tr_bq">
<span style="font-family: "courier new" , "courier" , monospace;">ARGA BANGUN! UDH 1/2 6 LWT DIKIT! ;-p<br />Sent to: Arga 081802901679</span></blockquote>
<br />
<br />
Padahal pintu kamar Arga gak terkunci!</div>
<div>
<br />
Suara bel berbunyi. Pak Saragih masuk ke dalam kelas membagi-bagikan kertas ulangan fisika.<br />
Wajah Arga menyembul dari balik pintu. Napasnya tersengal, seperti habis maraton 10 km. Argi cekikikan melihat tampang kucel saudara kembarnya.</div>
<div>
<br />
“Permisi, Pak...”</div>
<div>
<br />
“Silakan masuk!” Suara Pak Saragi serak-serak becek.</div>
<div>
<br />
Arga melongo. Tumben amat, pikirnya. Biasanya Pak Saragih akan mengatakan, “Silakan keluar!” kepada siapa pun siswa yang datang terlambat saat jam pelajarannya. Gak peduli walau keterlambatannya hanya terjadi 1 menit saja sebelum guru killer itu masuk ke kelas.</div>
<div>
<br />
“Makasih, Pak.” Arga mengumbar senyum. Sok ramah. Melangkahkan kaki ke kursinya di sebelah Argi.</div>
<div>
<br />
“Bah,” ucap Pak Saragih, “siapa pula yang suruh kau duduk?!”</div>
<div>
<br />
“Lho,” Arga bingung, “bukannya tadi Bapak bilang...”</div>
<div>
<br />
“Aku bilang masuk, bukan duduk! Kuping kau perlu dikorek sama pacul, rupanya!”<br />
Kelas bergemuruh tawa.</div>
<div>
<br />
“Diam!” bentak lelaki kelahiran Medan itu. Kelas kembali hening.</div>
<div>
<br />
Tinggal Arga yang berdiri dengan lutut gemetar.</div>
<div>
<br />
“Kemari kau!”</div>
<div>
<br />
Arga menyeret langkah, datang mendekat pada Pak Saragih.</div>
<div>
<br />
“Kenapa kau datang terlambat?”</div>
<div>
<br />
“A-anu... Pak...”</div>
<div>
<br />
“Macet?” serobot Pak Saragih sebelum Arga sempat menyelesaikan kalimatnya, “Bah! Tiap hari kota Depok selalu macet!”</div>
<div>
<br />
“Lho, saya kan gak bilang macet, Pak?”</div>
<div>
<br />
“Kalau bukan macet, apalagi alasan kau?”</div>
<div>
<br />
“Semalam saya belajar sampai Subuh untuk menghadapi ulangan fisika ini. Jadi... saya bangun kesiangan gara-gara Argi gak mau bangunin saya, Pak.”</div>
<div>
<br />
“Enak aja!” protes Argi dari bangkunya, “gue kan udh kirim SMS buat ngebangunin elo! Elo juga minta banguninnya lewat SMS.”</div>
<div>
<br />
“Soalnya waktu gue mau nitip pesen langsung, pintu kamar lo dikunci. Lha, kalo pintu kamar gue kan ngablak, kagak dikunci! Kenapa juga elo bangunin gue lewat SMS?!”</div>
<div>
<br />
“Kok elo nyalahin gue? Yang suruh elo begadang sampe Subuh siapa?”</div>
<div>
<br />
“Diaaaammmm! Siapa suruh kalian bertengkar?!”</div>
<div>
<br />
Kedua saudara kembar itu bungkam.</div>
<div>
<br />
Argi kembali menekuni kertas ulangannya.</div>
<div>
<br />
“Ya, sudah,” kata Pak Saragih kemudian, “ini,” menyerahkan kertas soal kepada Arga.</div>
<div>
<br />
Arga mengambil kertas soal dari tangan Pak Saragih, dan kembali melangkahkan kaki ke kursinya di sebelah Argi.</div>
<div>
<br />
“Eit,” suara Pak Saragih menghentikan langkah Arga.</div>
<div>
<br />
“Apalagi, Pak?”</div>
<div>
<br />
“Siapa yang suruh kau duduk?”</div>
<div>
<br />
“Habis, saya harus ngerjain soal di mana dong, Pak?”</div>
<div>
<br />
“Situ,” telunjuk Pak Saragih mengarah ke depan papan tulis.</div>
<div>
<br />
“Hah? Di depan kelas?”</div>
<div>
<br />
“Iya. Kenapa? Keberatan?”</div>
<div>
<br />
Arga menunduk kesal. Dia mengambil kursinya dan menyeretnya ke depan kelas.</div>
<div>
<br />
“Bah, siapa suruh kau bawa-bawa kursi ke depan kelas?”</div>
<div>
<br />
“Tadi bapak bilang, saya harus mengerjakan soal ulangan di depan kelas?”</div>
<div>
<br />
“Betul itu. Tapi Bapak tidak bilang kau boleh bawa-bawa kursi ke depan kelas.”</div>
<div>
<br />
“Jadi?”</div>
<div>
<br />
“Berdiri!”</div>
<div>
<br />
“Tapi, Pak...”</div>
<div>
<br />
“Apa? Keberatan kau?”</div>
<div>
<br />
Arga menggelengkan kepala.</div>
<div>
<br />
Di bangkunya Argi cekikikan.</div>
<div>
<br />
“Huh!” Arga merengus.</div>
<div>
<br />
Seisi kelas mengulum senyum, menahan tawa melihat tampang kucel Arga.</div>
<div>
<br />
Menit-menit berlalu tanpa bisa dicegah. Arga baru berhasil mengerjakan beberapa soal saja. Berulang kali dia berusaha menoleh ke arah Argi. Tapi bukannya membantu, saudara kembarnya itu malah menjulurkan lidah meledeknya. Arga keki. Diambilnya spidol di dekat papan tulis, dilemparnya ke arah Argi.</div>
<div>
<br />
“Aduh!” Argi meringis memegangi kepalanya yang terkena lemparan spidol Arga. Pak Saragih melihat kejadian itu.</div>
<div>
<br />
“Bah! Bukannya mengerjakan soal, malah bercanda-canda dengan saudara kembar kau! Sudah selesai?!”</div>
<div>
<br />
“B-belum, Pak...”</div>
<div>
<br />
Pak Saragih yang selalu memakai baju safari itu geleng-geleng kepala melihat tingkah Arga dan Argi yang mirip anjing sama kucing. Heran, kok bisa ya, mereka berbagi tempat duduk?</div>
<div>
<br />
Hmm... biar begitu-gitu, kalo sudah urusan ngisengin orang, mereka kompakan banget! Hampir semua penghuni kelasnya—termasuk cicak, nyamuk dan kecoa—pernah menjadi korban keisengan mereka.</div>
<div>
<br />
Si Toing misalnya. Pemuda kurus yang saban ke sekolah mengendarai vespa merah, warisan engkongnya yang meninggal dunia karena serangan jantung akibat terkejut mendengar suara letusan dari knalpot vespa miliknya waktu dia mau berangkat kerja, pernah dibuat kalang kabut ketika hendak pulang sekolah, mendapati vespa kesayangannya tak berknalpot! Baru keesokan paginya, dia menemukan knalpot vespanya tergantung di tiang bendera sekolahan! Mau tau kerjaan siapa?</div>
<div>
<br />
“Kembaaaarrrrr siaaaallllaaaannnn...!!!”</div>
<div>
<br />
Arga dan Argi segera angkat kaki, melarikan diri, begitu melihat Toing berlari-lari ke arah mereka seraya mengacung-acungkan knalpot vespanya ke udara.</div>
<div>
<br />
“Cabuuuttttttt...!!!”</div>
<div>
<br />
Suara bel tanda usai pelajaran fisika mengudara. Masih ada dua soal yang belum terisi di lembar jawabannya. Arga mengumpulkan lembar jawabannya di meja Pak Saragih. Wajahnya tak bergairah. Percuma dia begadang semalaman. Semua yang telah dia save di memori otaknya gak mau diopen, ngehang!</div>
<div>
<br />
“Udah boleh duduk, Pak?”</div>
<div>
<br />
Pak Saragih tersenyum puas menyaksikan dengkul Arga yang gemetaran karena terlalu lelah berdiri sepanjang jam pelajarannya berlangsung.</div>
<div>
<br />
“Besok-besok, kalau kau terlambat lagi, kusuruh kau berdiri di tengah-tengah lapangan sekolah, mau?”</div>
<div>
<br />
“Wah, gak janji deh, Pak!”</div>
<div>
<br />
Arga melangkah gontai ke tempat duduknya.</div>
<div>
<br />
<div style="text-align: center;">
***</div>
<br />
<div style="text-align: center;">
<a href="http://dennyprabowo.blogspot.com/2017/01/love-massages-2.html" target="_blank"><br /></a></div>
<div style="text-align: center;">
<a href="http://dennyprabowo.blogspot.com/2017/01/love-massages-2.html" target="_blank">Cerita Selanjutnya >>></a></div>
</div>
Denny Prabowohttp://www.blogger.com/profile/09407160169211078259noreply@blogger.com0